Connect with us

HUKRIM

Koordinator GTA, Mat Peci : Penyidikan Korupsi Kementan, KPK Jangan Masuk Angin  

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Setelah sekian lama diisukan terlibat tindak pidana korupsi (Tipikor), akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Sedangkan untuk menampik tudingan “tebang pilih”, KPK menegaskan bahwa dalam penyidikan tidak ada unsur politik dan murni proses penegakan hukum.   

Terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kordinator GTA (Gerakan Tanah Air), Mat Peci berharap agar KPK dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementan tersebut tidak “tebang pilih”. Karena, dikhawatirkan KPK “masuk angin” mengingat penanganan kasus ini bertepatan tahun politik.

Menurut Mat Peci apa yang dilakukan lembaga anti rasuah KPK ini bentuk sebuah pencitraan belaka. Kalau KPK benar-benar serius dalam menangani kasus korupsi, seharusnya kasus Harun Masiku dan e-KTP yang merugikan triliunan rupiah uang negara harusnya bisa terungkap,

Dalam kasus KTP Elektronik, kata Mat Peci, ada puluhan nama yang disebut dalam dakwaan menerima uang. Kenapa tidak jadi terdakwa, ini yang memunculkan stigma bahwa kpk lemah dalam kasus tersebut dan beraroma politis.

“Kalau tidak mau dituding politis dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementan, seharusnya KPK berani dan tegas dalam menangani kasus korupsi yang detik ini masih banyak triliun uang negara dirampok oleh para oknum yang masih berkeliaran tanpa kpk berani menyentuhnya sama sekali,” tandasnya.

SYL Kooperatif

Seperti ramai diberitakan sebelumnya, pada 14 Juni 2023 yang lalu, KPK mengumumkan telah membuka penyelidikan soal dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Informasi tersebut diumumkan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.

Setelah itu menyusul pada 19 Juni 2023, KPK memanggil Menteri Pertanian SYL untuk dimintai keterangan terkait kasus penyelidikan dugaan korupsi di Kementan. Saat itu, ia diperiksa selama kurang lebih tiga jam.

“Saya memenuhi panggilan dari KPK, yang selama ini dua kali sebelumnya dipanggil, saya dalam kegiatan yang terkait kegiatan negara,” ujar mantan Gubernur Sulsel SYL yang menyatakan siap untuk bersikap kooperatif dan hadir kapan pun ketika diperlukan KPK.

“Saya kira apa yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan SOP, sesuai dengan prosedur, dan saya sudah menyelesaikan semuanya itu dengan apa yang bisa saya jawab,” lanjut Syahrul saat itu.

Sebelumnya pada 16 Juni, KPK meminta keterangan terhadap Syahrul. Namun, namun SYL tidak dapat hadir dengan alasan sedang melakukan perjalanan dinas menghadiri acara G20 di India.

Ia kemudian meminta agar tanggal pemanggilan ditunda hingga 27 Juni 2023. Sebab, setelah pergi ke India, SYL berencana melanjutkan lawatannya ke Cina dan Korea Selatan dalam rangka kerja sama modernisasi pertanian dan fasilitas pasar ekspor pertanian. Namun, KPK menolak permintaannya. Nah, kemudian, pada Kamis 28 September KPK menggeledah rumah dinas SYL di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Tiga Parameter

Sementara itu, peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengarakan bahwa sejauh ini belum melihat adanya motif politik dalam penanganan korupsi yang diduga terjadi di Kementan. Ia harus menggunakan tiga parameter untuk melihat apakah sebuah penanganan perkara korupsi dipengaruhi oleh faktor politik atau faktor apapun selain faktor hukum.

Pertama, jika tidak ada satu alat bukti pun yang menunjukkan telah terjadinya tindak pidana tetapi ada proses menjadikan seseorang tersangka sekadar untuk menyanderanya. Kalau ini terjadi maka kita bisa menduga telah terjadi “kriminalisasi” dengan motif menghukum, khususnya motif politik.

Kedua, jika ada satu perkara korupsi yang melibatkan politikus dari berbagai latar belakang parpol tetapi yang diproses oleh penegak hukum hanya yang berasal dari parpol atau kelompok politik tertentu.

Ketiga, jika penegak hukum hanya menangani, mengincar, memproses secara hukum para penyelenggara negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dari kelompok-kelompok atau partai tertentu saja tetapi tidak menyentuh partai atau kelompok-kelompok lain, khususnya mereka yang sedang berkuasa.

Berdasarkan parameter pertama dan kedua, Zaenur memandang bahwa dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian ini sangat kuat dugaan telah terjadinya tindak pidana dengan alat-alat bukti dan keterangan saksi yang telah dikumpulkan oleh KPK.

Adapun terkait parameter ketiga KPK harus menjawabnya dengan kinerja, dan membuktikan bahwa KPK akan memproses siapapun yang melakukan tindakan korupsi.

“Termasuk, misalnya, para buron yang belum ditangkap oleh KPK; seperti Harun Masiku, yang diduga menjadi pintu masuk untuk mengungkap pelaku-pelaku lain,” ujarnya seperti dikutip dari BBC News..

Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa Harun Masiku adalah politikus PDI-P yang terseret kasus suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Dia telah menjadi buronan selama kurang-lebih tiga setengah tahun.

Pegiat anti-korupsi dan eks penyidik KPK telah menilai KPK tidak serius memburu Harun. Diduga, ada pihak-pihak tertentu yang “melindungi” politikus PDI-P tersebut.

Meskipun KPK menangani kasus korupsi berdasarkan alat bukti, lanjut Zaenur Rohman, tidak berarti lembaga antirasuah itu bebas dari intervensi kekuasaan. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *