Connect with us

HUKRIM

Kasus Arisan Online Gemparkan Salatiga : Harus Dicari Itu “Ownernya”

Published

on

KopiPagi | SALATIGA : Terkait dengan ‘arisan online’ di Salatiga dengan banyak yang mengatakan RS/RAPN yang sampai sekarang kabur itu adalah bandar utamanya. Ada pula yang menyebut sebagai korban atau pelaku itu harus tahu terlebih dulu posisi sebenarnya yang mana.

Artinya, apabila sudah paham betul akan posisinya maka baru bisa omong. Sehingga, di arisan online sekarang ini ada korban dan pelaku secara terpisah serta ada korban yang juga pelaku secara melekat dan orangnya juga sama.

Ignatius Suroso Kuncoro SH MH, kuasa hukum sejumlah ‘nasabah’ arisan online menyatakan, peserta arisan online itu seakan-akan bertindak sebagai admin. Pasalnya, pembayarannya dilakukan secara online dan ini 99 persen  melakukannya begitu. Dan sekarang ini, sebenarnya arisan online yang dimaksud itu dengan sistem SGM (Sloot, Gate to Member), ini yang harus dipahami.

“Pembayaran dalam arisan online ini melalui transfer ke admin masing-masing  bisa lewat seller, reseller atau bertindak sebagai pelaku pertama dan kedua. Meskipun dirinya sebagai member namun dalam operasinya mempunyai ‘kaki-kaki’ dan ini dapat disebut sebagai ‘pelaku’ yaitu berperan juga sebagai reseller atau bandar atau juga sebagai ‘owner’. Dalam kasus arisan online di Salatiga, sebenarnya yang dikatakan sebagai bandar itu banyak orang dan bukan hanya dua orang saja. Untuk itu, masyarakat jangan terlalu tergesa-gesa bertindak, menilai dan menyebut atau memutuskan bahwa bandarnya hanya satu orang,” jelas Ucok, demikian biasa dipanggil kepada koranpagionline.com, Rabu (25/08/2021).

Menurut mantan Kabag Hukum Pemkot Salatiga ini, bahwa jika ada yang menyebut ‘bandar utama’ itu tidak ada dan tempat kejadian perkaranya (TKP) tidak jelas serta transaksinya juga tidak jelas maka apakah hal ini akan termonitor. Sebagai contohnya, transaksi sebesar Rp 100 juta apakah hal ini akan dimonitor PPATK, ini yang harus diwaspadai dan jangan gegabah dalam bertindak. Pasalnya, transaksi Rp 100 juta itu dapat masuk dalam TPPU.

“Terkait dengan kliennya pada kasus arisan online ini, yang ruginya terkecil adalah Rp 3 Juta dan terbesar mencapai Rp 9 Miliar. Kami dalam bertindak selaku kuasa hukum mereka ini bertindak arif dan bijaksana. Banyaknya klien yang masuk ke Law Office FAST & Associates ini, meminta perlindungan sebagai member, reseller, seller maupun admin secara tersendiri bahkan satu orang kategori itu masuk. Hal ini tentunya lebih mudah dalam menyelesaikannya. Kalau boleh saya katakaa bahwa semua ini merupakan korban dari pandemi Covid-19. Dari yang kami tangani ini, sudah ada yang sanggup menyelesaikan atau mengganti uangnya, dari sini akhirnya tiap hari ada saja klien baru meminta perlindungaan maaupun pembelaan,” terangnya.

Ditambahkan, untuk menangani permasalahan tersebut, pihaknya bersama tim membantu menyelesaikan dengan model jangka waktu dan semua itu tergantung dengan kemampuan atau asset yang dimilikinya. Bahkan, tergantung dari korban jadi korban ke bawah ataukah korban jadi korban ke atas. Bisa jadi, sebagai korban akan jadi pelaku. Selain itu, dalam transaksi arisan online ini sama sekali tidak ada perjanjiannya dan semuanya dengan model ‘keiklasan’ karena adanya pembelian atau mereka semua beli.

“Jika menilik kasus arisan online ini maka yang paling utama dicari adalah “owner”nya dan khusus RS/RAPN itu sekarang kami nilai sebagai pelakunya. Begitu juga sebagai seller, reseller, admin maupun member dapat dikatakan sebagai pelaku juga,” tandas Ucok, disela menerima puluhan klien di kantornya Jalan Tanjung No 8C, Kalicacing, Salatiga.

Sementara itu, sejumlah ‘nasabah’’ arisan online mengaku jika setelah membaca iklan yang ditawarkan maka akan tertarik dan langsung terjadi komunikasi. Bahkan, mereka dengan mudahnya juga melakukan transaksi sesuai dengan nominal yang diinginkannya. Mereka juga sebelum bergabung dan memasukkan uangnya, muncul pertanyaan ‘apakah ini aman’. Maka, jawabannya hanya satu kata ‘aman’. Setelah menyetorkan uangnya, mereka juga sudah merasakan hasilnya atau keuntungan. Intinya, mereka tertarik terus bergabung karena sudah merasakan enaknya memperoleh keuntungan berlipat.

“Dari awal membeli ‘sloot’ ini, mereka itu sudah tahu akan resikonya. Setelah benar-benar “mbledhos” maka mereka ramai-ramai menolak resiko itu. Resiko yang pasti mereka semua tahu adalah “bandar” akan kabur, namun hal itu tidak menjadi kendala dan nasabah justru semakin mengembang dan bertambah banyak. Juga, sudah ada yang sempat memanen hasilnya dengan mendapatkan keuntungan hingga 10 kali. Saya disini sebagai member namun juga sebagai reseller,” pungkas OW dan BR, yang mengaku sebagai member dan juga sebagai reseller. ***

 Pewarta : Heru Santoso.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *