Connect with us

HUKRIM

Jaksa Agung, Burhanudin : Penegakan Hukum & Pers, Dua Sisi yang tak Bisa Dipisahkan

Published

on

JAKARTA | KopiPagi: Keberhasilan suatu institusi tidak lepas dari peran pers dalam menyebarluaskan pemberitaan pada masyarakat dengan dilandasi objektivitas dan transparan, serta memberikan akses seluas-luasnya kepada media dan masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan secara digitalisasi.

Demikian dikatakan Jaksa Agung Burhanuddin dalam siaran persnya menyambut Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2023, yang dikeluarkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, di Jakarta, Sabtu (11/02/2023).

Menurut Jaksa Agung Burhanuddin, penegakan hukum dan pers seperti dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai penegak hukum, kerap sekali laporan dan pengaduan justru didapatkan dari masyarakat melalui media atau pemberitaan.

“Media juga yang mengawasi setiap sudut dan sisi penegakan hukum agar dapat berjalan on the track (taat asas),” kata Burhanuddin.

Jaksa Agung dalam setiap kunjungan selalu menyampaikan bahwa “kinerja tanpa publikasi tiada artinya. Ssebab, masyarakat perlu mengetahui apa yang sudah saudara-saudara kerjakan”.

Atas hal tersebut, untuk meningkatkan publikasi kinerja di setiap daerah, Jaksa Agung menerbitkan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Publikasi Kinerja dan Pemberitaan Positif Mengenai Kejaksaan di Media Massa dan Media Sosial sebagai upaya Kejaksaan untuk membangun citra positif di masyarakat. Sebab, hal itu bukan saja menjadi tugas tetapi merupakan tanggung jawab setiap insan Adhyaksa.

Menurut Dia, dunia di era transformasi digital teknologi saat ini, sudah bagaikan aquarium yang tak dapat ditutupi lagi, tidak ada sekat dan tanpa batas. Bahkan, rekam jejak kita tidak bisa ditutupi di era media yang sangat cepat dan serba modern ini.

Untuk itu, Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum perlu karya-karya yang monumental seperti dari segi penindakan dengan melakukan berbagai proses penyidikan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak seperti kasus minyak goreng, PT Asuransi Jiwasraya, PT ASABRI, PT Garuda Indonesia, impor garam dan tekstil. Kasus-kasus tersebut menjadi perhatian kita untuk dilakukan penindakan dengan menerapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta unsur perekonomian negara.

Bumbu-bumbu inilah yang oleh media menjadi menarik diulas dan dikupas tuntas untuk konsumsi masyarakat. “Sehingga simbiosis mutualisme antara media dan institusi Kejaksaan dapat terjaga dengan baik dalam memberi manfaat pemberitaan,” tandasnya.

Di samping penindakan, membangun citra humanis penegakan hukum juga hal yang menjadi prioritas.

Jaksa Agung menekankan penegakan hukum tidak selalu di sidang, tetapi bagaimana Jaksa dikenal dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain program penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif yang sudah mendunia, juga ada program Jaksa Masuk Desa, Jaksa Masuk Sekolah, dan Jaksa Teman Masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian lebih luas, sehingga Jaksa Humanis dapat menciptakan kedamaian di masyarakat sebagai tujuan hukum yang hakiki.

Di era teknologi digital dan kebangkitan platform dalam jaringan (daring) telah mengubah kita semua untuk memproduksi, berbagi, dan mengonsumsi informasi dimana tidak bisa dihindari peredaran berita positif dan negatif, serta berita fakta maupun hoax.

Hal ini disebabkan oleh kemunculan media sosial yang berdampak pada masifnya penyebaran informasi sehingga mengakibatkan bergesernya motivasi dalam membuat berita. Di sinilah peran Kejaksaan dalam hal melaksanakan kewenangan pengawasan di bidang multimedia sebagaimana diatur dalam Pasal 30B huruf e Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia.

Hal ini tidak bisa berjalan dengan baik dan optimal tanpa melibatkan stakeholder lain seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Intelijen Negara guna mendegradasi pemberitaan yang masif dan negatif di masyarakat, sehingga masyarakat tidak cepat termakan hoax dan terpolarisasi dengan berita yang viral.

Menurut Jaksa Agung, peran pers nasional tidak hanya bicara tentang kebebasan, akan tetapi juga mengendalikan, mengawasi, serta membina seluruh media yang kebablasan akibat era digitalisasi saat ini. Sebab, apabila tidak dikendalikan dan diawasi, semua akan direpotkan dengan berbagai peretasan pemberitaan, peretasan data pribadi termasuk media siluman alias abal-abal yang justru masif memberi opini negatif di masyarakat.

Jaksa Agung mengatakan, ketergantungan institusi khususnya penegak hukum seperti Kejaksaan dengan media tidak bisa dihindari, dan oleh karenanya harus bersinergi dengan media terverifikasi dan terkonfirmasi sebagai insan pers sehingga pemberitaan yang disebarluaskan bersifat positif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkualitas sebab berita dengan sifat tersebut menjadi kebutuhan masyarakat.

Jaksa Agung juga menginstruksikan seluruh jajaran Kejaksaan untuk beradaptasi dengan dunia media digital yang begitu cepat berkembang, sehingga kata kuncinya adalah kolaborasi dan sinergi antara pers dan penegak hukum dalam rangka menciptakan iklim demokratisasi dan modernisasi, serta menjamin kebutuhan masyarakat akan berita yang positif dan akuntabel.

Selain itu, juga harus mampu beradaptasi dan mengimbangi teknologi yang berkembang di masyarakat. Kita bisa bekerja lebih mudah, cepat, tepat, dimana saja dan dari mana saja (Work From Anywhere), serta berkolaborasi dengan pers dalam hal ini insan media (jurnalis).

“Keberhasilan suatu institusi tidak lepas dari peran media dalam menyebarluaskan pemberitaan pada masyarakat dengan dilandasi objektivitas dan transparan, serta memberikan akses seluas-luasnya kepada media dan masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan secara digitalisasi,” tutur Burhanuddin. *Kop.

Pewarta  : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *