Connect with us

HUKRIM

Pertimbangkan  Penyakit Sensitif : Polri Enggan Ungkap Penyakit Ustad Maaher

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Ustaz Maaher At-Thuwailibi atau Soni Eranata sudah tenang di alamnya. Sudah dipanggil Allah SWT sesuai kehendakNya. Namun penyebab kematiannya di Rutan Bareskrim Polri, masih meninggalkan misteri. Sementara pihak Polri enggan untuk menyampaikan jenis penyakit yang diderita Maaher. Alasannya, karena penyakitnya sangat sensitive dan dikhawatirkan malah mencoreng nama keluarga.

Pernyataan resmi Mabes Polri yang enggan mengungkapkan jenis penyakit dan penyebab kematian Ustad Maaher, telah menuai berbagai komentar dari berbagai pihak. Di antaraya penyidik KPK, Novel Baswedan yang menhyinggung kenapa orang sakit dpaksakan utuk ditahan. Sedang Komnas HAM akan secepatnya ikut turun tangan guna meminta keterangan keterangan kepolisiam.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono enggan membeberkan sakit yang diderita oleh Maaher. Adapun pertimbangannya, Polri tak mau mencoreng nama baik keluarga Maaher lantaran penyakitnya sangat sensitif.

“Ini karena sakit. Saya tak bisa sampaikan sakitnya apa karena sakit yang sensitif,” kata Irjen Argo Yuwono dalam jumpa pers, Selasa (09/02/2021) kemarin.

“Ini bisa berkaitan dengan nama baik keluarga almarhum. Jadi kita tidak bisa sampaikan secara jelas dan gamblang sakitnya apa karena penyakitnya adalah sensitif, ini masalahnya,” tambah Argo menekankan.

Alm Ustad Maaher. Instagram.

Maheer sempat mendapatkan perawatan di RS Polri, Kramat Jati. Perkara Maaher sendiri sudah masuk tahap 2 dan sudah diserahkan ke kejaksaan. Sebelum tahap 2 (barang bukti dan tersangka diaerahkan ke jaksa), Maaher mengeluh sakit. Kemudian petugas Rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Kramat Jati.

“Setelah diobati dan dinyatakan sembuh yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim,” ungkap Argo.

Menurut Argo, setelah tahap 2 selesai barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa Maaher kembali mengeluh sakit. Lagi-lagi petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar dibawa ke RS Polri tapi yang bersangkutan tidak mau sampai akhirnya meninggal dunia.

Seperti diketahui, Ustad Maaher ditetapkan sebagai tersangka dugaan penghinaan terhadap Habib Luthfi. Dia dijerat Pasal 45 ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

Soni Eranata alias Ustad Maaher pun ditangkap untuk menindaklanjuti adanya laporan polisi bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim tertanggal 27 November 2020. Ia ditangkap terkait unggahan ujaran kebencian di akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.

Sementara itu dalam kesempatan berbeda, Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan langsung memberikan komentarnya. Ia meminta aparat penegak hukum tidak keterlaluan dalam menangani perkara yang notabene bukan extraordinary crime.

“Innalillahi wa innailaihi rojiun. Ustaz Maaher meninggal di rutan Polri. Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit,” katanya, dalam akun Twitternya, Selasa (09/02/2021).

Menurut dia, mengapa orang sakit dipaksa untuk ditahan. Seharusnya, pihak kepolisian memberikan izin Maheer untuk dirawat di rumah sakit saat kondisi kesehatanya menurun.

“Aparat jangan keterlaluanlah..Apalagi dengan ustaz. Ini bukan sepele lho,” kata dia.

Dalam kesempatan lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan ikut turun tangan untuk menyelidiki kematian Soni Eranata alias Maheer At-Thuwailibi di Rutan Mabes Polri, Senin (08/02/2021). Maheer yang merupakan tersangka kasus ujaran kebencian, disebutkan polisi tewas setelah sempat sakit dan dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

“Kami akan meminta keterangan kepolisian. Kenapa penyebab kematiannya,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, Selasa (09/02/2021).

Anam mengatakan Komnas HAM akan sesegera mungkin melakukan permintaan keterangan tersebut. Selama ini, Anam mengatakan Komnas selalu memberi perhatian khusus pada kasus-kasus kematian dalam tahanan.

“Meninggal di tahanan perlu informasi yang dalam. Walau polisi telah mengatakan dia meninggal sakit, penting untuk diketahui sakitnya apa, dan bagaimana sakit itu berlangsung di rutan dan sampai meninggal,” kata Anam.

Ia menyebut bukan kali pertama Komnas HAM turun tangan dalam kasus kematian dalam rutan. Sebelumnya, mereka juga sempat mencari tahu perihal kematian Hendri Alfred Bakari, yang tewas di tahanan dengan kondisi jenazah dibungkus plastik dan kepala dilakban.

Maheer sebelumnya dikabarkan menderita sakit cukup parah, seperti sakit kulit hingga buang air menggunakan popok. Namun setelah dibantarkan, Maheer dikembalikan lagi ke sel Bareskrim Mabes Polri walau kondisinya belum sembuh.

Maheer ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri seusai menjalani pemeriksaan selama 1×24 jam setelah ditangkap pada 4 Desember 2020. Ia ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri di rumahnya, Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (03/12/2020) pukul 04.00 WIB.

Penangkapan Maheer At-Thuwailibi bermula dari cuitannya soal tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Luthfi bin Yahya.

“Karena di sini dipastikan postingannya : ‘Iya tambah cantik pake jilbab kayak kyai-nya Banser ini ya’,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri saat itu, Brigadir Jenderal Awi Setiyono pada 3 Desember 2020 silam. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *