Connect with us

LIFE

Pengalaman Pahit Pdt. Bernard TP Siagian MTh Terinfeksi Covid-19

Published

on

HARI Kamis, 16 Juli 2020, badan terasa letih sekali habis mengepaki barang-barang pindahan yang telah diberangkatkan sehari sebelumnya. Istri mengeluhkan demam, pahit di mulut dan ulu hati sakit luar biasa. Sabtu, 18 Juli, saya juga ikut demam bahkan malamnya menggigil kedinginan. Saya menduga kambuh lagi malaria yang pernah saya alami saat tugas di Papua.

Minggu, 19 Juli, saya terima telepon dari warga jemaat yang seminggu sebelumnya datang berkunjung ke rumah karena kami akan segera pindah tugas ke Seminarium Sipoholon. Diberitahukan dengan sangat hati-hati bahwa mereka sekeluarga telah positif Covid-19, dan meminta kami sekeluarga untuk Swab besoknya.

Senin, 20 Juli, kami Swab di Puskesmas Pulo Gadung, sekalian berobat. Diberi Paracetamol dan Vitamin untuk tiga hari. Tapi rasa meriang masih tetap ada. Menduga lagi, mungkin saya kena typhus.

Kamis, 24 Juli, dapat info dari Puskesmas, hasil Swab kami bertiga dinyatakan positif Covid-19. Anak laki si bungsu negatif. Langit hendak runtuh rasanya.

Tak mau terima, ingin rasanya menolak berita yang menyentak itu. Berharap itu hanya mimpi saja. Namun tak bisa. Segera ditawarkan untuk masuk ke RSD Wisma Atlet dengan dibantu upaya dapat satu ruangan khusus untuk keluarga bertiga. Tujuannya untuk dapat saling menopang dan tetap lakukan ibadah sebagaimana biasa.

Pada Jumat (25/07/2020) kami harus dikarantina, dan akan dijemput Ambulance. Segera koordinasi dengan Ketua RT dan Pengurus Perkumpulan Warga Kristen RW setempat. Namun berita WA kepada para kerabat dan sahabat beredar cepat.

Telepon masuk dari seorang sahabat, Pdt Gomar Gultom (Ketua Umum PGI), sarankan untuk dirawat di RS PGI Cikini atau RSUP Fatmawati. Tidak berapa lama, masuk telepon juga dari sahabat, Dokter Kamboji, Direktur RS PGI Cikini, memberitahu ruangan isolasi untuk Covid-19 sudah penuh. Akhirnya kami putuskan untuk ke RS Fatmawati. Tawaran jemputan Ambulance kami tolak dengan alasan jangan membuat heboh masyarakat lingkungan. Akhirnya Jumat, 25 Juli, pagi kami bertiga berangkat dengan mobil sendiri ke RS Fatmawati Jakarta Selatan.

Proses mendaftar berjalan normatif. Namun ketika diminta menunggu dapat Kamar Rawat Inap, kami diantar ke ruang isolasi yang cukup mendebarkan hati, karena ada beberapa pasien yang sedang sekarat.

Gambaran kematian segera saja memenuhi benak membuat hati kecut dan gemetar. Kami bolak-balik keluar ruangan untuk menenangkan hati. Untungnya segera ada bantuan percepatan diantar langsung ke Kamar Rawat Inap, Gedung Anggrek Lantai 2.

Istri dan anakku di Kamar 220 dan saya sendiri di Kamar 221. Namun begitu diberitahu oleh paramedis disiplin rawat inap tidak boleh keluar kamar dan menerima kunjungan, kepala mengangguk terpaksa dengan harapan cuma dua-tiga hari saja. Namun perasaan hati ingin berontak.

Perlakuan seperti itu layaknya lebih dari narapidana. Padahal mestinya justru harus ada banyak waktu olahraga dan bermandi sinar matahari dengan suasana gembira untuk meningkatkan imunitas tubuh. Nyatanya kok tidak boleh! Spontan jiwa memberontak. Saya kontak Pdt. Gomar minta pindah ke Wisma Atlet hanya untuk alasan supaya keluar saja dari RS. Namun segera lahir kesadaran baru untuk menerima saja semua kondisi yang ada dengan syukur.

Dari hari pertama beberapa kali kami diambil sampel darah, dan foto Torax. Tapi kepada saya sampai tiga kali dilakukan foto Torax, dan hasilnya dinyatakan ada flek di paruparu. Lalu saya diinfus suntik antibiotik setiap sore menjelang malam, masing-masing 150 ml, selama tujuh hari.

Saya sendiri memang sudah mempersiapkan Laptop untuk Work From Home seperti biasa selama masa pandemi. Hari kesepuluh, anak perempuan kami dinyatakan boleh pulang untuk isolasi mandiri di rumah. Lalu Istriku digabung berdua di Kamar saya.

Setelah hari ke 27, hasil Swab keempat dan kelima saya dinyatakan sudah kali negatif. Jumat, 21 Agustus, saya pulang sendiri dengan rasa haru dan sedih, karena Istri masih harus tinggal di Kamar RS.

Keluar dari ruang rawat ada rasa linglung dan tak jelas orientasi mental. Belum lagi segala macam soal tetek bengek berhubung dengan perpindahan. Sambil menyetir lambat segala bayangan sekaligus refleksi batin membuat air mata perlahan terurai.

Selama masa perawatan saya merasakan begitu besar dukungan dan doa mengalir buat kami dari banyak sahabat dan kerabat. Namun selalu saja ada permasalahan yang didapat karena kontak ke luar dengan media sosial terus berjalan. Bahkan ada satu masalah yang sempat mengundang amarah bahkan sepatutnya dibawakan ke pihak aparat. Fitnah bahkan sumpah dengan nama Tuhan bahwa anak-anak kami diisukan berkumpul ramai tertawa-tawa di rumah.

Dari pengalaman itu ada beberapa catatan yang patut saya sampaikan untuk semua pihak agar dapat menghadapi pandemi Covid-19 dengan wajar dan memenangkannya:

– Covid-19 adalah virus yang tidak bisa diprediksi penyebarannya dan belum ada obatnya. Namun alangkah baiknya keterbukaan dan kesadaran bersama untuk segala kemungkinan, agar dapat membangun ketenangan jiwa dan jangan panik. Jauh lebih baik bila ada kesempatan dan fasilitas untuk test Rapid atau Swab secara berkala agar segera dapat mengantisipasi. Yang pasti, jangan pernah menganggap terpapar Covid-19 sebagai aib dan mencoba menyangkal apalagi menutupinya. Sebaliknya jangan pernah menganggap remeh seolah-olah Covid-19 tidak ada dan bukan apa-apa.

– Doa dan dukungan moril yang memberikan semangat dari semua pihak sangat menentukan untuk ketenangan jiwa dan stamina serta imunitas tubuh. Harap dijaga bersama agar tidak memberikan beban pikiran apalagi menambahi masalah bagi pasien.

– Bila masih memungkinkan, pasien tetaplah bekerja dan melakukan aktivitas sebagaimana biasanya sambil tetap memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana ditetapkan pemerintah. Jangan kebanyakan tidur dan bermalas-malasan, terutama makanlah makanan yang sehat serta obat medis yang disediakan. Suplemen cukup bermanfaat juga dikonsumsi untuk menambah vitalitas dan meningkatkan imunitas tubuh.

– Perawatan yang kami terima sebagai pasien di RS Fatmawati Jakarta sangat manusiawi, di ruangan ber-AC yang sangat baik (2 orang satu Kamar), juga layanan pendukung lainnya. Makanan cukup baik. Petugas kebersihan tiga kali sehari mengepel dan membersihkan sampah. Namun alangkah bahagianya pasien bila tiap kamar juga disediakan Dispenser untuk setiap saat dapat minum air hangat. Juga bila setiap hari ada sup hangat. Apalagi bila disediakan minuman saset yang bermanfaat untuk kesegaran dan stamina.

Tentunya semua layanan gratis yang diterima pasien Covid-19 ini adalah dari Anggaran Negara yang sungguh besar dan layak dinikmati oleh rakyat. Kesadaran akan berbagai krisis dampak pandemi ini perlu dibangun bersama oleh semua kalangan warga bangsa. Puji syukur kepada Tuhan karena spontanitas warga bangsa untuk saling menolong sangat kami rasakan di antara sesama warga. Anak-anak yang kami tinggal di rumah dan harus isolasi mandiri selama 14 hari sepenuhnya dihidupi oleh para tetangga dan masyarakat lingkungan melalui RT dan Pengurus Perkumpulan. Ohhh, alangkah bahagianya menjadi warga bangsa Indonesia! Terimakasih kepada Tuhan dan semua umat-Nya, warga bangsaku yang berazaskan Pancasila.

Jakarta, 22 Agustus 2020
Pdt. Bernard TP Siagian, MTh
(HP/WA: 081376561206)

Alamat:
Jl. Plafon 3 No. 16
Kel. Kayu Putih – Jakarta Timur

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *