Connect with us

HUKRIM

Matahukum Minta Kejati Banten : Awasi Pertambangan Illegal

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ditetapkan sebagai tersangka terkait ijin pertambangan ilegal oleh Kejaksaan Agung.

Terkait hal itu sejumlah elemen masyarakat Seperi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mata Hukum mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mengawasi pertambangan ilegal yang beroperasi secara liar di wilayah Provinsi Banten.

Demikian dikatakan Sekjen Mata Hukum, Mukhsin Nasir, dalam percakapannya dengan koranpagionline.com, di Jakarta, Jumat (11/08/2023).

Mukhsin menjelaskan,
pertambangan adalah salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia, baik itu fungsi, pengaturan hingga pengawasan akan diselenggarakan oleh pemerintah.

Salah satu wewenang pemerintah pusat dalam kegiatan pertambangan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dia mengatakan, melalui Kementerian ESDM, penerbitan izin sah terhadap setiap usaha pertambangan yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) merupakan izin usaha tambang yang di mana seluruh kegiatan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Mata Hukum melihat banyaknya aktifitas perusahaan galian pertambangan diantaranya pertambangan galian pasir, pertambangan galian tanah merah ilegal, galian batubara dan galian tambang emas di Lebak dan Serang yang tak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM ataupun Pemerintah Pusat.

Hal tersebut perlu adanya upaya serius dari aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten.

“Langkah hukum Kejaksaan Agung yang menetapkan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka sudah tepat, mengingat pertambangan merupakan salah satu kejahatan ekonomi yang sangat luar biasa, maka perlu dukungan atau dorongan serius untuk Alat Penegak Hukum, Khususnya Kejaksaan terlibat aktif melakukan pemantauan dan peneritban terhadap aktifitas galian pertambangan di Lebak dan Serang yang tak memiliki IUP,” tutur Mukhsin Nasir.

Dijelaskan Mukhsin, untuk modus perusahaan tambang biasanya mereka hanya memiliki rekomendasi lingkungan atau pun dari daerah setempat.

Karena, kata Mukhsin, mereka menyadari untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak mudah dan membutuhkan biaya yang sangat tinggi.

Mukhsin memastikan banyak aktifitas pertambangan di Lebak dan Serang yang tak miliki IUP dari pemerintah pusat.

“Ini sudah berlangsung cukup lama karena adanya pembiaran serta biaya yang mahal.Maka dari itu, saya mendorong Kejaksaan Tinggi Banten melakukan upaya pengawasan dan langkah hukum seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait SIUP dengan menetapkan Dirjen Dirjen Minerba,” tegas Mukhsin.

Padahal, instruksi Presiden Joko Widodo sendiri sudah tegas untuk meminta Pemprov Banten dan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya untuk segera menghentikan pertambangan batubara, galian pasir, dan emas ilegal yang merugikan masyarakat.

“Pertambangan ilegal tidak bisa ditoleransi, karena keuntungan satu dua tiga orang, kemudian ribuan lainnya dirugikan terkait dampak kerusakan alam yang kemudian menyebabkan bencana,” ucap Mukhsin dengan menirukan pernyataan Presiden Joko Widodo.

Kata Mukhsin, Mata Hukum berharap, Kejati Banten untuk melakukan penegakan hukum tindak pidana korupsi atas dugaan penambangan illegal terhadap pihak perusahaan penambangan dikarenakan aktivitas penambangan yang tidak memiliki izin sah dan memenuhi persyaratan.

Kata Mukhsin, pihaknya juga mendorong kalau ada oknum aparat penegak hukum (APH) baik itu kejaksaan, kepolisian maupun TNI yang diduga terlibat dan menerima setoran dari praktik penambangan ilegal di Lebak dan Serang agar segera berhenti dan mundur.

Disinggung tentang data perusahaan tambang yang diduga tak miliki IUP di Lebak dan Serang, kata Mukhsin, pihaknya telah mengantongi nama-nama perusahaan yang memang masih beroperasi.

“Ada puluhan perusahaan pertambangan yang tak miliki IUP bahkan ratusan tapi masih beroperasi,” tandasnya.

Untuk titik-titik lokasi kegiatan pertambangan yang masih kerap beroperasi, kata Mukhsin, dia menyebut tersebar di beberapa kecamatan. Seperti di Kecamatan Tunjung, Pagintungan Jawilan, dan Kopo masuk ke Serang.

Sementara, untuk di Lebak yaitu lokasinya di Sajira, Banjarsari, Cihara, Cimarga, dan Bayah.

Tambang emas tersebar di Kecamatan Cibeber, Bayah, Panggarangan, Cihara, dan Lebakgedong. Tambang batubara di Kecamatan Panggarangan, Bayah, Bojongmanik, Cilograng, dan Cihara. Sementara galian tanah di Kecamatan Maja, Curugbitung, Sajira, Cibadak, dan Cikulur.

Tambang pasir di Citeras, Kabupaten Lebak, yang beroperasi masih beraktivitas sampai sekarang.

Di sana, ada beberapa perusahaan tambang yang masih beroperasi. Namun, sebagian besar pengusaha tambang telah meninggalkan lokasi pertambangan.

Tidak ada upaya pemulihan lingkungan setelah kegiatan tambang selesai.

“Karena itu, di wilayah Citeras dan sekitarnya ditemukan banyak kolam besar dengan kedalaman lebih dari tiga meter yang menjadi bekas tambang pasir,” tutur Mukhsin

Kolam-kolam besar yang membentuk danau, tambah Mukhsin, ditinggalkan begitu saja oleh pengusaha tambang.

Tidak ada upaya reklamasi memulihkan kondisi lahan pasca-tambang.

“Bekas galian tambang membahayakan keselamatan masyarakat,” tambah Mulhin.

Sementara itu, kata Muksin untuk di Cimarga belasan tambang pasir masih aktif beroperasi.

Tiap hari, lalu lalang kendaraan dengan muatan pasir basah dan overtonase melintas di Jalan Raya Leuwidamar dan Jalan Maulana Hasanudin.

Dikatakan Mukhsin, keberadaan angkutan pasir dikeluhkan masyarakat karena mengakibatkan jalan licin, kotor, dan dituding penyebab kerusakan jalan yang dibangun pemerintah dengan anggaran miliaran rupiah.

Di Banjarsari, tambang pasir ilegal bebas beroperasi. Tambang pasir berizin dan tidak berizin di beberapa desa di kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang ini berkontribusi terhadap pendangkalan sungai.

Bahkan, informasinya, pada awal Desember 2020 terjadi banjir besar yang merendam ribuan rumah di Banjarsari.

Banjir luapan sungai Ciliman dan Cilemer dituding akibat pendangkalan sungai karena limbah tambang pasir mengalir ke sungai dan ke persawahan.

Sebagian besar, tambang emas dan batubara merupakan pertambangan rakyat terletak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

“Jumlah pertambangan emas tanpa izin (PETI) di TNGHS mencapai ratusan dan tersebar di Kecamatan Cibeber, Lebakgedong, dan Bayah,” beber Mukhsin. *Kop.

Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *