Connect with us

PENDIDIKAN & BUDAYA

Mantan ‘Modin’, Agus Bani SH Lebih Senang Dikatakan “Pengacara nDeso”

Published

on

KopiPagi UNGARAN : Agus Sholeh Muhamad Sa’bani SH (Agus Bani), sebelum menekuni pengacara/ advokat, mengawali karirnya menjadi perangkat desa dan lebih tepatnya menjadi ‘Modin’ di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang tahun 2002 – 2018 atau selama 16 tahun.

“Selama 16 tahun menjadi Modin di Desa Kenteng, Kec Bandungan, Kab Semarang, ternyata membawa pengalaman barharga dalam diri saya. Dari pengalaman menjadi Modin inilah, sebelum memutuskan mengundurkan diri, mengembangkan ilmunya dengan masuk ke Fakultas Hukum (FH) Undaris, Ungaran, Kab Semarang di tahun 2014. Empat tahun bergelut dengan pelayanan masyarakat maupun bangku kuliah, akhirnya tahun 2018 memutuskan mundur dari Modin bersamaan selesainya kuliah di FH Undaris,” kata Agus Bani, demikian biasa disapa kepada koranpagionline.com, Sabtu (11/07/2020).

Alumni STM Pembangunan (Pertanian) Temanggung ini mengaku, saat kuliah di FH Undaris ini selama empat tahun, dirinya masih menjadi Modin. Dan apa yang dijalaninya ini ternyata sebuah tantangan tersendiri dalam meraih gelar Sarjana Hukum (SH). Empat tahun kuliah dan akhirnya berhasil mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) tahun 2018. Dan tahun 2018 ini pula, akhirnya menjadi tahun bersejarah dengan mengakhiri pelayanannya menjadi perangkat desa yaitu Modin.

Meski menekuni ‘dunia pengacara’ atau advokat, Agus Bani ini lebih mantab dikatakan sebagai “Pengacara nDeso”. Dan alasan tertarik menjadi Modin (waktu itu) karena senang kenal dan berhubungan dengan orang banyak. Selain itu, Modin itu merupakan perangkat desa yang paling banyak terlibat dalam penyelesaian masalah masyarakat. Inilah yang mendorongnya untuk masuk kuliah di FH Undaris.

“Yang jelas jadi Modin dan selanjutnya menjadi pengacara ini, karena suka akan tantangan masalah kemasyarakatan. Bahkan, dalam menyelesaikan masalah, saya lebih senang dengan penyelesaian secara ‘mediasi’ atau perdamaian. Dan ini saya utamakan serta inilah prinsip sebagai “Pengacara nDeso”. Menyelesaikan masalah dengan jalan perdamaian ini, lebih dulu harus mengerti dan paham duduk permasalahannya. Intinya, konsepnya marilah duduk bersama untuk menuju perdamaian atau ‘win-win solution’. Langkahnya ini, mungkin tidak dimiliki oleh pengacara yang lain,” tutur lelaki yang dilahirkan di Kabupaten Semarang, 20 Agustus 1976.

Menurut ayah dari dua orang putri ini mengaku bahwa semua masalah pasti dapat didamaikan. Prinsipnya, tidak akan mencari-cari masalah dalam membela klien. Perdamaian menuju permasalahan selesai dengan baik, maka dapat dilakukan dengan berbagai langkah. Dasar inilah yang sampai sekarang bahkan sampai kapanpun akan diterapkan selama masih menjadi pengacara.

Suami dari Tri Nawangsari (38) ini mengaku menekuni dunia pengacara ini baru dua tahun dan ini masih tergolong sangat muda, namun dengan ketekunannya serta sifat tidak mudah menyerah, ayah dua putri ini pada tahun 2019 akhirnya dilantik oleh organisasi pengacara/advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI). Ditahun ini pula langsung mendirikan

“Satria Law Firm”. Didalamnya bergabung sebanyak 6 orang pengacara muda dari Kabupaten Semarang, yang salah satunya adalah perempuan.

“Bergabungnya saya di organisasi Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, salah satu dorongannya adalah dari nasehat-nasehat yang diberikan Ketua KAI Jateng (John Ricard

Latuihamalo SH). Dan prinsip saya dalam membantu menangani masalah adalah semua masalah harus berakhir sesuai dengan yang direncanakan sejak awal,” tandas Agus Bani SH yang tinggal di Dusun Gelaran RT 02 RW 04, Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Kop.

Pewarta :

Heru Santoso.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *