Connect with us

HUKRIM

Kejagung Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot 123 Bujur Timur

Published

on

JAKARTA | KopiPagi :  Kejaksaan Agung (Kejagung) kian gencar mengungkap dan mengusut kasus dugaan korupsi. Kali ini, Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung mengusut dugaan korupsi pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

“Setelah seminggu melakukan penyelidikan, kasus itu ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Febrie Adriansyah SH MH, kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Febrie Adriansyah menjelaskan, kasus ini berawal dari tahun 2015, dimana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) melaksanakan proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT). Yaitu bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kemenhan RI antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.

“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya pun, ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu kita tidak perlu melakukan penyewaan tersebut, karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu 3 (tiga) tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” ujar Febrie.

Febrie menyampaikan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.

“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi,” ujar Febrie.

Febrie mengungkapkan, penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus Kejagung, Dr Supardi SH MH, Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022 ini akan dilakukan berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung.

“Jika kemudian hari, penyidik menemukan adanya pelaku dari kalangan militer, maka akan dibentuk tim koneksitas. Namun sekarang kita melakukan penyidikan dulu untuk mencari para pelaku,” katanya. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *