Connect with us

HUKRIM

Kejagung Hentikan Penuntutan 7 Perkara Pidum Dihentikan Berdasarkan RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, menyetujui 7 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam siaran persnya, Selasa (27/02/2024), menyebutkan, ketujuh perkara tersebut adalah :
1. Tersangka Afrizal Afdany dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tersangka Muhammad Ali als Ali bin Salim (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka Siti Aminah alias Maksu binti M. Ali Belam dari Cabang Kejaksaan Negeri Sambas di Pemangkat, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
4. Tersangka Eko Suharno bin (Alm) Kadim Sutrisno dari Kejaksaan Negeri Gunungkidul, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka M. Reza Maulana bin (Alm.) Faturohman dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Floribertus Koyungan alias Acong dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
7. Tersangka Petrus Hane Seran dari Kejaksaan Negeri Belu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Sementara berkas perkara atas nama Tersangka I Irpan bin Aluy (Alm.) dan Tersangka II Selamat als Undul bin Ampal Nia dari Kejaksaan Negeri Tapin pyang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.
Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *