Connect with us

U T A M A

Bawaslu Pasbar Rapat Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Pada Pemilu Serentak  2024

Published

on

PASBAR | KopiPagi Bawaslu Pasbar laksanakan Rapat Fasilitasi Penyelesaian Sengketa pada Pemilu serentak  2024, yang berlangsung selama dua hari sejak hari Sabtu – Minggu (10-11/ 12 / 2022) di Hotel Guchi Simpang Empat Pasaman Barat. 

Kegiatan Bawaslu Kabupaten Pasaman Barat yang dibuka oleh Ketua Bawaslu Pasbar, Emra Patria, ST. tersebut, juga di hadiri oleh Staf, Panwascam se Pasbar beserta pihak terkait dengan menghadirkan 2 orang Narasumber Eksternal dari pakar Akademisi, Muhammad Fauzan Azim dan Laurensius Arliman.

Ketua Bawaslu Pasbar, Emra mengharapkan kegiatan ini dapat menambah ilmu bagi anggota Panwaslu Kecamatan sekaligus sebagai pengetahuan dalam rangka penyelesaian sengketa pada Pemilihan Umum Tahun 2024.

Emra menyampaikan, rapat ini bertujuan agar Badan Pengawas Pemilu Pasbar dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang undangan nomor 7 tahun 2017 yakni, berupa tata cara pencegahan dalam tahapan pemilu tahun 2024 mendatang.

Menurut Emra, Bawaslu memastikan bahwa proses penyelesaian sengketa sesuai SOP dan dengan fasilitasi yang lengkap, hal ini sesuai dengan arah kebijakan Bawaslu yaitu dalam dimensi penyelesaian sengketa Bawaslu harus mengedepankan pencegahan.

Emra menambahkan, suatu lembaga yang kuat berasal dari jajaran yang kuat pula, bukan hanya satu fungsi saja yang berjalan, melainkan kolaborasi dari keseluruhan jajaran serta di dukung dengan fasilitasi yang baik, agar proses pengawasan demokrasi berjalan dengan baik.

Foto bersama dengan peserta. .

Ditambahkannya, Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Pada Pasal 5 Perbawaslu Nomor 5 Tahun 2019, Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa proses Pemilu yang diakibatkan oleh adanya keputusan KPU, baik itu Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan terhadap sengketa yang terjadi antar Peserta Pemilu sebagai pelaksanaan mandat dari Bawaslu Kabupaten/Kota.

“Bawaslu saat ini telah menjadi lembaga parmanen (Badan) baik dari tingkat Pusat sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota. Salah satu kewenangan yang diberikan UU Pemilu adalah penyelesaian Sengketa Proses pemilu (PSPP) yang diajukan oleh peserta Pemilu sesuai dengan struktur tingkatan wilayah, baik itu sebagai akibat ditetapkannya Keputusan dan/atau Berita Acara KPU yang dinilai merugikan hak konstitusional peserta pemilu.”terang Emra.

Untuk itu, Bawaslu siap menerima Sengketa permohonan PSPP sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU. artinya, Keputusan yang dimaksud dalam bentuk Surat Keputusan dan/atau Berita Acara dari proses Pemilu sebagai sengketa yang terjadi antar-peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/KPU Kota.

“Secara eksplisit, potensi sengketa proses Pemilu hanya dua yakni, sengketa Peserta Pemilu antar Peserta Pemilu, dan sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu, khususnya KPU,” sebut Emra.

Subyek hukum dalam PSPP hanya ada dua pihak, yakni Peserta Pemilu dan KPU. Kedudukan KPU sebagai pihak yang mempertahankan keabsahan keputusan yang dibuatnya.

Sedangkan objek PSPP yang diajukan ke Bawaslu meliputi Surat Keputusan dan/atau Berita Acara yang dikeluarkan oleh KPU sesuai dengan tingkatan struktur (Pusat, Provinsi, atau Kab/Kota) yang dianggap merugikan kepentingan hukum peserta Pemilu tertentu.

Adanya Keputusan dan/atau Berita Acara KPU yang merugikan di tingkat Provinsi dapat dimohon diadili dan diputus oleh Peserta Pemilu ke Bawaslu Provinsi.

Sedangkan bagi peserta Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota, bisa digugat ke Bawaslu Kabupaten/Kota. Dengan syarat formil, masih dalam rentang waktu tiga hari kerja, sejak dikeluarkannya Keputusan dan/atau Berita Acara KPU tadi sebagai objek sengketa.

Dalam posisi ini Bawaslu wajib menyelesaikan sengketa proses Pemilu itu dalam kurun waktu 14 hari kerja.

Dalam prosesnya, Bawaslu melaksanakan PSPP, dengan mempertemukan pihak yang bersengketa untuk didengar kepentingan hukumnya, guna mencapai kesepakatan melalui mediasi atau musyawarah dan mufakat.

Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa, Bawaslu dapat menyelesaikan sengketa proses Pemilu melalui sidang adjudikasi yang digelar terbuka untuk umum.

Adapun Produk akhir dari adjudikasi tersebut berupa putusan, sedangkan putusan Bawaslu terhadap sengketa proses Pemilu bersifat final dan mengikat, kecuali untuk tiga hal, yakni berkaitan dengan verifikasi calon Partai Politik peserta Pemilu, penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Jika ternyata putusan Bawaslu masih tetap menguatkan penetapan dari KPU (berarti menolak permohonan Pemohon), maka Partai Politik yang bersangkutan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Provinsi.

“Jadi, kalau ada peserta Pemilu tidak puas dengan Putusan Bawaslu, bisa mengajukan gugatan ke PTUN setempat. Di PTUN, objek gugatan bukanlah Putusan Bawaslu, melainkan keputusan KPU yang belum diputus oleh Bawaslu.

Putusan Bawaslu berfungsi sebagai salah satu syarat diterimanya berkas gugatan, karena PTUN tidak berwenang menerima dan memeriksa perkara sengketa proses Pemilu, saat perkara belum pernah diputus dalam sidang Adjudikasi Bawaslu.

Sifat putusan Bawaslu final and binding inilah  yang justru membedakan dengan putusan Badan Peradilan lainnya.

Putusan dari Badan Peradilan umumnya masih terbuka upaya hukum misalnya banding, kasasi dan peninjauan kembali. Namun, putusan Bawaslu justru melampaui putusan Badan Peradilan tersebut.

Terhadap putusan Bawaslu tidak terbuka upaya hukum yang dapat dilakukan para pihak yang keberatan atas hasil putusan tersebut.

Konsekwensi atas putusan final dan mengikat yang dikeluarkan oleh Badan-Badan tersebut, dapat menghilangkan atau menciptakan keadaan hukum baru, dan tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melawan putusan tersebut, baik melalui upaya hukum banding, kasasi, maupun Peninjauan Kembali.

Demikian pula dengan putusan Bawaslu yang bersifat final dan mengikat, kecuali ditentukan lain dalam UU Pemilu.

“Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu (PSPP) merupakan kewenangan Bawaslu dalam penegakkan keadilan Pemilu (electoral justice), bagi peserta Pemilu yang hak hukum dan konstitusinya dilanggar oleh pihak lain, baik dari peserta Pemilu lainnya maupun Penyelenggaraan Pemilu (KPU). PSPP hakikatnya bertujuan mewujudkan proses dan hasil Pemilu yang dapat diterima oleh semua pihak,” terang Emra.

Dikatakannya, kita semua tentu berharap Pemilu dapat berlangsung secara jujur dan adil, dengan demikian tentu hasil Pemilu yang demikian dapat melegitimasi hadirnya pemimpin sesuai dengan pilihan rakyat tutupnya mengakhiri. *Kop.

Pewarta : Zoelnasti.  

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *