Connect with us

PENDIDIKAN & BUDAYA

3 Mahasiswa STT AIMI Minta Ijazah S1 : Diminta Uang Kompensasi Rp 40,8 Juta

Published

on

SALATIGA | KopiPagi : Tiga Mahasiswa Sekolah Tinggi Theologi (STT) Agape Indonesia Misi Internasional (AIMI) Surakarta setelah berhasil menyelesaikan studi sarjana (S1) pada tahun 2019, dan akan meminta Ijazah SMU dan Ijazah S1 diwajibkan untuk membayar uang kompensasi sebesar Rp 40.800.000. Atas kebijakan itu dinilai ketiga mahasiswa sangat memberatkan.

Ketiga mahasiswa tersebut adalah Ega Surianti Edon, Emima Mandala dan Meldiana Ballu. Terkait permasalahan yang diterimanya itu, ketiganya memberikan kuasa kepada Dr Marthen H Toelle BcHk SH MH dari Kantor Hukum “Toelle & Sahabat” yang berkantor di Jalan Setiaki No 30 Warak, Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga, untuk menyelesaikan masalah yang menimpanya.

Dengan permasalahan tersebut, pihaknya menyampaikan somasi kepada Daniel Sugeng Adi Suprapto (Ketua Yayasan Menara Kasih Bangsa) dan May Ester Marbun MPdk (Rektor STT AIMI Surakarta). Somasi pertama ini tertanggal 8 Februari 2022 yang tembusannya dikirimkan juga kepada Gubernur Jateng, Walikota Surakarta, Kapolresta Surakarta, Kopertis VI/BAN PT Jateng, serta pihak-pihak teerkait.

Dr Marthen H Toelle BcHk SH MH, kuasa hukum ketiga mahasiswa STT AIMI Surakarta menyatakan, bahwa terkait dengan masalah yang menimpa kliennya itu bermaksud menyelesaikannya dengan pihak kampus STT AIMI. Selanjutnya, pada Kamis (03/02/2022) di kampus/asrama STT AIMI Surakarta di Jalan Kalisimpang No 23 Jagalan, Jebres, Kota Surakarta telah bertemu dan berdialog dengan Rosa Hanujiwati MPd dan Filemon Hanaul Pagegi MTh (keduanya sebagai wakil dari pihak Rektorat dan Yayasan).

“Dalam pertemuan itu, pihak rektorat dan yayasan memberikan penjelasan dan mengakui jika ketiga mahasiswa yang menjadi klien saya itu telah menyelesaikan studi S1 pada tahun 2019 dan saat ini sedang menjalani wiyata bhakti. Untuk data dokumen tertulis saat masuk perkuliahan sebagai administrasi diakui ada dan lengkap. Namun, ketika dimintai untuk ditunjukkan kepada kami ternyata pihak kampus tidak dapat menunjukkan dengan alasan berkas administrasi disimpan oleh Yushari Gani yang telah meninggal dunia. Dan berkas itu tidak dapat ditemukan lagi,” kata Marthen H Toelle kepada koranpagionline.com, Rabu (02/03/2022).

Selain itu, masa wiyata bhakti pada kepemimpinan almarhum Yushari Gani ditentukan 3 tahun maka ketiga mahasiswa itu harus menjalaninya mulai 2019 hingga bulan April 2022. Ternyata, masa wiyata bhakti ada perubahan dari 3 tahun menjadi 5 tahun dan perubahan tersebut tanpa ada bukti tertulisnya.

Selain itu, ijazah SMU yang selama ini ditahan pihak STT AIMI dan ijazah S1 yang juga ditahan akan diberikan kepada ketiga mahasiswa itu harus ada kompensasi membayar uang sebesar Rp 40.800.000. Dari uang kompensasi ini, pihak kampus kembali tidak dapat menunjukkan bukti adanya kesepakatan STT AIMI dengan para mahasiswanya.

“Selain itu, muncul pula keanehan lain yaitu para mahasiswa tersebut atau klien saya ini diberikan waktu untuk meninggalkan asrama STT AIMI paling lambat 5 Februari 2022. Dan pada 5 Februari 2022 itu juga, kliennya mengaku bahwa harus meninggalkan atau keluar dari asrama STT AIMI dan keputusan itu tanpa ada bukti tertulisnya. Dari masalah penahanan ijazah SMU dan ijazah S1 itu, akhirnya muncul hal-hal yang sangat aneh ditunjukkan pihak STT AIMI Kota Surakarta,” ujarnya.

Dari perjalanan kasus yang menimpa kliennya itu dan belum ada kejelasan penyelesaian yang ditunjukkan oleh pihak Rektorat dan Yayasan Menara Kasih Bangsa, maka pada Senin (07/02/2022), selaku kuasa hukum ketiga mahasiswa STT AIMI memberikan laporan kepada Kapolresta Surakarta. Tujuannya, agar mendapatkan perlindungan hukum bila terjadi tindakan pengusiran dari pihak STT AIMI Surakarta.

“Bahkan, pihaknya juga melaporkan ke Kapolresta Surakarta ada dugaan tindak pidana penggelapan ijazah, dugaan tindak pidana penipuan terkait ijazah yang tidak sesuai dengan jurusan program studi yang dipilih. Selain itu, dugaan tindakan pemerasan terkait dengan tuntutan kompensasi uang sebesar Rp 40.800.000 sebagai uang penebusan ijazah,” terang Marthen H Toelle.

Marthen Toelle mennyebutkan bahwa ijazah yang tidak sesuai dengan jurusan program studi dialami oleh dua kliennya, Emima Mandala dan Meldiana Ballu. Keduanya sejak semula memilih program studi Theologia namun dalam ijazahnya (menurut informasi yang diterimanya) tertulis Program Pendidikan Agama Kristen (PAK). Sehingga dengan ini kedua kliennya sangat keberatan.

Pihak STT AIMI Tidak Ada Respon

Sementara itu, Ketua Yayasan Menara Kasih Bangsa Daniel Sugeng Adi Suprapto dan Rektor STT AIMI Surakarta May Ester Marbun MPdk ketika dikonfirmasi koranpagionline.com terkait permasalahan tersebut tidak ada respon memberikan jawabannya.

Bahkan, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp (WA) ke nomor telepon/wa keduanya, hanya dibaca tanpa ada jawaban. Selain itu, saat dihubungi via telepon berkali-kali ke nomor telepon mereka, terdengar nada dering namun sama sekali tidak direspon atau diterima.

Begitu juga, saat koranpagionline.com meminta konfirmasi kepada Rosa Hanujiwati MPd (Dosen STT AIMI Surakarta) selaku wakil rektorat saat menerima Dr Marhen H Toelle BcHk SH MH untuk meminta penjelasan, baik melalui WA maupun telepon tidak ada tanggapan positif. Bahkan, saat ditelpon berkali-kali, juga terdengar nada dering namun tidak diterimaanya. ***

Pewarta : Heru Santoso.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *