Connect with us

HUKRIM

Tak Paham Konteks Tugas KPK, Nurul Ghufron: ICW Seperti Ngidap Hipertensi

Published

on

KopiPagi JAKARTA : Sejak Firli Bahuri memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak kritikan yang bukan hanya pedas dilontarkan Indonesia Corruption Watch (ICW). Jauh berbeda ketika KPK dikomandoi pasangan duet Abraham Samad dengan Bambang Widjojanto. Bahkan, pujian Menkopolhukam pun dipatahkan. Hal ini sempat mengusik ketenangan Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron.

Polemik ini bermula ketika Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan bahwa KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri lebih banyak prestasinya dibanding periode-periode sebelumnya. Hal inilah yang menyulut ICW agar Menko Polhukam berbicara sesuai data atas pernyataannya.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut pernyataan Mahfud itu hanya asumsi semata dan ingin membela pemerintah, yang justru menjadi inisiator Revisi UU KPK. Padahal, katanya, dalam catatan evaluasi satu tahun KPK yang dilansir oleh ICW dan TII beberapa waktu lalu, kinerja lembaga antirasuah itu justru mengalami kemunduran drastis.

Gayung pun bersambut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Gufron menanggapi pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) itu. Diketahui ICW memberikan pernyataan yang meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD agar membaca terlebih dahulu tidak sebatas asumsi semata karena membandingkan kinerja KPK era Firli Bahuri lebih baik daripada era Agus Rahardjo pada tahun pertama.

Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menilai ICW melihat KPK bekerja dan berprestasi hanya ketika menangkap koruptor.

“KPK tidak dinilai kalau mencegah apalagi mengedukasi masyarakat untuk sadar dan tidak berperilaku korup itu dianggap bukan KPK,” kata Ghufron dikutip koranpagionline.com dari Antara, Selasa (29/12/2020).

Gufron mengungkapkan bahwa KPK mengapresiasi dan berterima kasih atas penilaian ICW yang selalu memperhatikan KPK.

“Namun sayangnya, KPK ini seperti orang yang lagi mengidap hipertensi sehingga seleranya tidak bisa komprehensif. ICW tidak bisa menerima yang berasin-asin, maunya yang manis-manis saja karena kalau asin naik tensi darahnya,” kata Gufron.

Gufron meyakini bahwa masyarakat Indonesia lebih komprehensif menyikapi hal tersebut sehingga apa yang disampaikan ICW akan bertentangan dengan kesadaran antikorupsi rakyat.

Lanjutnya, ia menegaskan lembaga antirasuah ini didanai negara untuk mencegah dan juga menindak jika ada tindak pidana korupsi (tipikor). Akan tetapi, kata dia, KPK juga selalu mengingatkan dan menyadarkan masyarakat untuk tidak korupsi.

“Rakyat Indonesia orang yang sehat sehingga baik yang manis asin maupun kecut harus dilahap, KPK itu didirikan oleh negara dan didanai untuk mencegah dan menindak karena itu KPK harus menindak kala ada tipikor,” ujarnya.

“Namun, sebelum terjadinya tipikor KPK juga harus mencegah dan menyadarkan penyelenggara negara dan masyarakat untuk tidak korup,” katanya.

Ia juga menyebut ICW tidak melihat konteks lain di mana KPK juga ikut mengawal dana penanganan Covid-19 dan juga telah menyelamatkan potensi kerugian negara Rp592 triliun selama satu tahun pimpina KPK periode 2019-2023.

”Bahkan ICW tidak melihat konteks di tengah Covid-19, di mana lembaga-lembaga negara melambat bahkan ‘off’, KPK dengan kekuatan 25 persen SDM yang bekerja mengawal dana Covid-19 tersebut mencapai hasil optimal,” tuturnya.

“Hasil dari pencegahan yang dilakukan KPK telah menyelamatkan potensi kerugian negara selama satu tahun kami bekerja mencapai Rp592 triliun. Jauh melebihi lima tahun kinerja periode sebelumnya yang mencapai RP 63.4 triliun,” ujarnya. * Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *