Connect with us

NASIONAL

Ken Setiawan : Pancasila Sudah Dikepung Intoleransi dan Radikalisme

Published

on

Intoleransi Ancam Sekolah Usia Dini : Orangtua Kudu Bentengi Anak & Pilih Sekolah.

KopiPagi | JOGJA : Ken Setiawan mantan anggota perekrut Negara Islam Indonesia (NII) menuturkan, ancaman intoleransi dan radikalisme di Indonesia sudah menyasar sekolah atau institusi pendidikan usia dini. Hal ini menuntut kewaspadaan orangtua untuk memilih sekolah bagi anaknya.

“(Ajaran intoleran) hari ini mungkin kelihatan biasa tapi bagaimana kalau itu dilakukan terus menerus sampai dia dewasa dan sudah terbiasa dengan nilai intoleransi karena setiap hari nilai itu dinyanyikan, tentu berbahaya,” paparnya usai mengisi acara bincang-bincang Harmoni Indonesia dan Karang Taruna DIY yang bertema ‘Meningkatkan Kewaspadaan Dini Generasi Muda terhadap Radikalisme’ di Ruang Rapat DPRD Kota Yogyakarta

Ia menyebut perlu peran orang tua yang membentengi itu semua. Posisikan anak terbiasa dengan nilai Pancasila sejak dini.

“Orang tua harus kritis, koreksi kepada sekolah kalau memang mengajarkan intoleran, ini kelihatannya sepele tapi akan ada pengaruh pada psikologis anak terlebih saat dewasa nanti,” paparnya.

Parahnya, sekolah yang terindikasi mengajarkan nilai intoleran mengajarkan nilai-nilai yang justru menyimpang dari nilai Pancasila seperti menganggap agamanya paling benar, melarang bergaul dengan di luar agama/kelompoknya, hingga melarang hormat pada bendera merah putih.

Pola inilah, kata Ken, yang memang digunakan untuk menanamkan benih intoleransi sejak kecil.

“Pola (menanamkan) intoleransi kan pola hipnosis bukan hipnotis, eye contact, pengkondisian semua, mengatakan sesuatu yang diulang terus menerus, ini lho kamu yang benar dan yang lain salah, dunia dibuat jadi sempit, ini bahaya bagi anak bangsa, bagi saya intoleransi pintu gerbang orang menajdi radikal dan terorisme,” tandasnya, Rabu (05/05/2021).

Baginya salah satu solusi menekan fenomena tersebut adalah dengan terus menggaungkan Pancasila ke berbagai elemen masyarakat. Atau kata lain yakni memasyarakatkan Pancasila. Sebab, Pancasila kini dikepung oleh intoleransi dan radikalisme.

Ini tugas kita bersama, bukan hanya kementerian dan lembaga pemerintah saja. Pancasila itu bukanlah taghut atau berhala, yang harus ditolak diingkari dan ditinggalkan, tapi adalah sebuah kesepakatan bersama yang harus dijaga karena juga dirumuskan juga oleh para ulama dan tokoh bangsa.

“Kita diciptakan berbeda untuk saling melengkapi bukan untuk saling menjelekan, apalagi sampai mengkafirkan, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda beda tetapi tetap satu,” tutup Ken. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *