Connect with us

HUKRIM

Janggal & Penuh Rekayasa : Kasus Sriyono alias Penjol Harus Dihentikan

Published

on

KopiPagi | SALATIGA : Kasus pelecehan seksual yang dituduhkan kepada terdakwa Sriyono alias Penjol (41) warga Warak RT 05 RW 06, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga terhadap anak dibawah umur yang juga tetangganya pada bulan Oktober 2020 lalu dan setelah tiga bulan lamanya baru dilaporkan ke Polres Salatiga oleh ibu kandung korban pada Desember 2020, hal ini dinilai banyak kejanggalan.

Kuasa hukum Sriyono alias Penjol, Dr Marthen H Toelle SH MH menyatakan, bahwa dalam laporannya ke Polres Salatiga yang dilakukan sang ibu kandung korban, dikatakan telah terjadi tindak pelecehan seksual terhadap anak kandungnya yang masih dibawah umur. Yang dinilai janggal, ibu kandung korban mengetahui cerita sang anak atau korban setelah merayu korban akan membelikan handpone (HP). Bahkan, dalam kasus tersebut sama sekali tidak ada saksi yang mengetahuinya.

“Yang jelas, kasus yang dituduhkan kepada klien saya itu banyak kejanggalannya dan penuh dengan rekayasa. Dari ibu kandung korban yang laporan ke Polres Salatiga saja, jaraknya dari kejadian sangat lama yaitu setelah tiga bulan baru dilaporkan. Selain itu, tidak adanya saksi yang mengetahui kejadian itu. Selama ini pula, ibu korban tidak pernah tinggal serumah dengan korban. Bahkan, Sriyono sendiri dari awal dimintai keterangan hingga merasakan tidur ditahanan dengan tegas tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan itu,” kata Marthen H Toelle kepada koranpagionline.com, Sabtu (20/03/2021).

Selain itu, dari keterangan saksi yaitu ‘sang korban’ juga patut diragukan karena mau cerita karena diiming-imingi akan dibelikan HP oleh ibu kandungnya. Juga barang bukti diantaranya celana dalam milik korban yang sudah dicuci, apakah barang yang sudah dicuci dan tentunya sudah bersih layak untuk dijadikan barang bukti. Ini juga suatu hal yang janggal.

“Dengan putusan sela PN Salatiga No. 5/Pid.Sus/2021/PN.Slt  tertanggal 10 Maret 2021 atas nama Sriyono alias Penjol, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asri Dwi Utami SH, mengajukan permohonan perlawanan dengan alasan-alasan dalam UU No 17/2016 tentang Perpu UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, yang salah satunya berbunyi ‘setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan  atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul’. Jelas alasan itu tidak benar, karena terdapat ketidaktelitian Penuntut Umum selaku Aparat Penegak Hukum dalam memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.

Lebih lanjut Marthen H Toelle jelaskan, bahwa sudah seharusnya putusan sela itu dibatalkan dan tidak dilanjutkan. Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghentikan penuntutan kepada terdakwa Sriyono alias Penjol dikarenakan tidak adanya cukup bukti untuk mendakwa dan menuntut di depan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Salatiga.

“Sekali lagi, kasus ini harus dihentikan. Pasalnya, sejak awal dilaporkan ke kepolisian sudah tidak jelas. Baik itu dari laporannya, barang bukti maupun tidak ada saksi yang jelas. Bahkan keterangan yang disampaikan ibu kandung korban juga tidak jelas. Dengan kasusnya dihentikan, maka harusnya nama baik Sriyono alias Penjol dipulihkan karena memang tidak terbukti,” tandas advokat senior yang tinggal di Jalan Setiaki, Warak, Kel Dukuh, Kota Salatiga. ***

 Pewarta : Heru Santoso.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *