Connect with us

BIVEST

Bila Cukai Rokok Kretek Dinaikkan, “Berita Duka” Bagi Puluhan Ribu Pelinting

Published

on

KopiPagi SALATIGA : Tidak kurang 1.200 orang pekerja pelinting rokok khususnya pada Industri Sigaret Kretek Tangan di PT Agric Amarga Jaya (AAJ) Salatiga yang merupakan mitra produksi sigaret PT HM Sampoerna Tbk, bakal terkena dampak apabila pemerintah benar-benar menaikkan cukai rokok.

Kenaikkan tarif cukai hasil tembakau (rokok kretek) pada tahun 2021 mendatang akan benar-benar menjadikan ‘berita duka’ para pekerja. Selain itu, dampak tersebut juga akan dirasakan puluhan ribu pelinting rokok di 27 kabupaten/kota di pulau Jawa ini.

Ketua SPSI RTMM PUK PT Agric Amarga Jawa (AAJ) Salatiga, Arif Yuliana menyatakan, bahwa menyipaki rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (rokok kretek) di rahun 2021 mendatang yang hingga sekarang ini tidak ada kabar kepastiannya, dinilainya rencana tersebut merupakan berita duka bagi pekerja pelinting rokok kretek.

“Sebagai pekerja di bidang Industri Sigaret Kretek Tangan dengan 1.200 orang pekerja yang sebagian besar ibu-ibu ini, jelas nantinya jika rencana pemerintah benar-benar terwujud maka pertama kali yang merasakan dampaknya adalah para pekerja yaitu ibu-ibu pelinting rokok. Bukan hanya di PT AAJ Salatiga saja, namun akan dirasakan pula oleh ribuan ibu-ibu pelinting rokok di 27 kabupaten/kota di Pulau Jawa ini. Inilah yang menjadikan kami sangat prihatin,” terang Arif Yuliana didampingi Direktur PT AAJ Salatiga Ujar Muryanto kepada koranpagionline.com, Kamis (05/11/2020).

Menurut Yuli, demikian sapaan Arif Yuliana, bahwa suara keprihatinan ini sudah diungkapkan kepada perwakilan dari Disperindag Provinsi jawa Tengah yang secara langsung berkunjung di PT AAJ Salatiga pada 27 Oktober 2020 lalu. Hal ini, sebagai tindak lanjut surat yang disampaikan PT AAJ Salatiga kepada Gubernur Jawa Tengah.

“Dalam kunjungannya ke PT AAJ Salatiga ini, tim dari Disperindag Provinsi Jateng juga melakukan dialog dengan pekerja pelinting yaitu ibu-ibu yang jumlahnya 1.200 orang. Dari dialog yang terungkap, para pekerja ini sangat menggantungkan ekonomi keluarganya dari bekerja sebagai pelinting rokok di PT AAJ ini,” kata Yuni.

Ditambahkan, rasa keprihatinan itu selain diungkapkan kepada Tim Disperindag Prov Jateng juga diungkapkan secara tertulis sebagai pernyataan keprihatinan dan dikirimkan kepada pemerintah pusat melalui Gubernur Jateng. Keprihatinan para pekerja pelinting rokok itu hendaknya mendapatkan perhatian tersendiri dari pemerintah, apalagi jika pandemi Covid-19 ini tidak segera berakhir.

Lebih lanjut Yuni ungkapkan, bahwa pihaknya juga berharap kepada Paguyuban MPSI (Mitra Produksi Sigaret Indonesia) benar-benar memperjuangkan masalah ini dan memohon kepada Menteri Keungan Sri Mulyani maupun Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk dapat mengkaji lebih dalam lagi serta mempertimbangkan ulang rencana kenaikan itu.

“Jika kenaikan itu benar-benar terjadi, maka membuat dampak negatif bagi kehidupan dan penghidupan puluhan ribu pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT). Sekali lagi, kami tegaskan bahwa para pekerja yang sebagian besar ibu-ibu ini merupakan tulang punggung keluarga yang tentunya sangat berharap kenaikan tarif cukai hasil tembakau (rokok kretek) itu dapat ditunda,” ujarnya.

Perlu diketahui bahwa para pelinting rokok kretek ini yang sebagian besar kaum ibu, tingkat pendidikannya hanya SD-SMP. Jika benar terwujud kenaikan cukai itu maka akan kehilangan pekerjaan. Hal ini, jelas tidak dapat dibiarkan oleh perusahaan maupun secara umum oleh pemerintah. Belum lagi, jika harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), siapakah yang bertanggungjawab dalam kehidupan mereka.

Bukan itu saja, perekonomian sekitar perusahaan seperti warung, pedagang kaki lima (PKL), toko kelontong, transportasi maupun rumah-rumah kos akan turut serta merasakan dampaknya. Kegiatan perekonomian itu selama ini banyak bergantung dengan para pekerja pelinting rokok ini. Intinya, para pelaku usaha tingkat lokal akan lesu bahkan ‘mati’.

“Dari sini, kami memohon perlindungan kepada Menteri Keuangan maupun Presiden Jokowi untuk ‘membatalkan’ atau tidak menaikkan tarif cukai rokok kretek tangan ini. Hal ini tentunya membuat para pelinting rokok kretek dapat tetap bekerja dan memperoleh penghasilan demi mencukupi kebutuhannya sehari-hari bersama keluarga,” tutur Yuni.

Disamping itu, dengan tidak menaikkan tarif cukai rokok itu maka akan menjauhkan selisih tarif cukai rokok kretek dengan rokok mesin. Sehingga produk kretek tangan akan tetap kompetitif dan terpenting serta paling utama melindungi tenaga kerja kretek tangan.

“Jika diperhatikan betuk, bahwa kretek tangan itu merupakan segmen padat karya dimana satu orang pelinting hanya mampu menghasilkan atau memproduksi tujuh batang per menit. Sedangkan, satu unit mesin dapat menghasilkan 16.000 batang per menit. Ini sangat jauh berbeda, Untuk itu harus benar-benar dijauhkan selisih itu,” tandasnya. ***

Pewarta

Heru Santoso

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *