Connect with us

HUKRIM

7 Tersangka Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Restorative Justice

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Sebanyak 7 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) berdasarkan penerapan asas Keadilan Restoratif atau Restoratif  Justiice (RJ).

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (14/09/2022), mengatakan, penerapan RJ itu disetujui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum)  Kejagung, Fadil Zumhana, yang ikut hadir langsung saat perkara itu diekspose (gelar perkara) secara virtual.

Adapun 7 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

  1. Tersangka MASODI bin H. ADUR dari Kejaksaan Negeri Sumenep yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  2. Tersangka HARSONO bin RAHMO dari Kejaksaan Negeri Sumenep yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
  3. Tersangka DARWIS dari Kejaksaan Negeri Luwu Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  4. Tersangka HARI DAENG SITUJU alias ATTANYA NIA dari Kejaksaan Negeri Luwu Timur yang disangka melanggar Pasal 335 KUHP tentang Pengancaman.
  5. Tersangka HASANUDDIN S.Pd. I bin MUH. SAID dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  6. Tersangka MASHAURI PARMINI binti TAPSIDI dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  7. Tersangka SUSTI DARMI binti (alm) KAHAR dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

– tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– pertimbangan sosiologis;

– masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hsl ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *