Connect with us

HUKRIM

Pakar Pidana Dukung Wacana Tuntutan Hukuman Mati Pelaku Korupsi

Published

on

JAKARTA KopiPagi : Pakar Hukum Pidana, Prof Dr Suparji Ahmad SH MH, mendukung langkah Jaksa Agung RI, Prof Dr Burhanuddin SH MH, yang sedang mempelajari kemungkinan tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi demi efek jera agar tak terulang kembali.

“Langkah Jaksa Agung patut didukung untuk memberikan efek jera dan upaya menghentikan perilaku koruptif di Indonesia. Terlebih dalam kasus Jiwasraya-Asabri yang kerugian negaranya sangat besar,” ujar Suparji Ahmad kepada koranpagionline.com, kemarin.

Dia mengungkapkan, selama ini usaha untuk menghilangkan praktek korupsi sudah dilakukan. Bahkan di tingkat yang paling dasar, yakni tingkat pendidikan terhadap masyarakat. Akan tetapi, praktek-praktek itu masih saja terjadi, apalagi di kalangan pejabat yang masih menahun.

“Demi mengamputasi korupsi  agaknya wacana Jaksa Agung Burhanuddin perlu direalisasikan,” papar akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia itu.

Meski demikian, Suparji Ahmad menekan, penerapan hukuman mati harus sesuai dengan norma yang berlaku serta menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM). Dan yang tak kalah penting, konstruksi hukumnya harus jelas.

Semuanya, kata dia, harus berdasarkan aturan yang berlaku. Misalnya apabila akan melakukan penuntutan hukuman mati berdasarkan pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Dalam pasal tersebut ada frasa “pengulangan”.

Suparji Ahmad.

Menurut Suparji Ahmad, tafsir “pengulangan” tidak bisa dimaknai sama dengan residive yang ada dalam KUHP karena aturan residive berada dalam buku 3 KUHP. Sedangkan yang dapat diterapkan dalam lex spesialis hanya BAB I-VIII buku 1 KUHP.

“Karena konteks ‘pengulangan’ dalam UU Tipikor dan KUHP tak bisa disamakan, maka perlu ada pemaknaan tersendiri. Apabila disamakan, hal itu tidak sejalan dengan norma yang berlaku,” terang Suparji Ahmad.

Hal senada diungkapkan Boyamin Saiman, Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia), yang mendukung wacana tuntutan hukuman mati oleh Jaksa Agung Burhanuddin.

Dia mengatakan, tuntutan hukuman mati segera diterapkan pada Skandal Asabri.  “Jika tidak, maka wacana Jaksa Agung bisa disebut sekadar Lips Service atau hanya main kata-kata,” kata Boyamin.

Menurut Boyamin, diterapkannya tuntutan hukuman mati pada kasus korupsi PT Asabri adalah karena skandal Asabri yang merugikan negara Rp 22,78 triliun tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Selain itu,  kata Dia, ada dua terdakwa dalam kasus korupsi PT Asabri yang memenuhi syarat untuk dituntut pidana mati dengan alasan pengulangan perbuatan kejahatan.

Seperti diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Pidana mati dapat diberlakukan terhadap pelaku yang berulang melakukan kejahatan disamping bencana (dan atau krisis ekonomi).

“Apakah, nanti dikabulkan majelis hakim atau tidak. Itu adalah soal lain. Pokoknya,  kita dukung penerapan tuntutan mati,” tandasnya.

Sebelumnya Jaksa Agung Burhanuddin mewacanakan untuk menerapkan tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi yang kerugian negaranya sangat besar dan berdampak luas bagi masyarakat.

Penerapan tuntutan hukuman mati ini memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Meski demikian, penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).

Selain itu, Jaksa Agung Burhanuddin juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan,yaitu bagaimana mengupayakan agar hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung dan adanya kepastian, baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *