Connect with us

FOOD ESTATE

Masyarakat Ds. Tambak Redjo Ajukan Ijin Pengelolaan Perhutanan Sosial & TORA 

Published

on

KopiPagi | BLITAR : Bertempat di sekretariat KTH Wismo Buono Mulyo, Ratusan Warga Desa Tambak Rejo, Wonotirto ,Blitar yang tergabung dalam  Kelompok Tani Hutan (KTH) Wismo Buono Mulyo (WBM) menggelar sosialisasi Perhutanan Sosial berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor 09 tahun 2021.

Sosialisasi diselenggarakan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perum Perhutani yang diwakili Waka ADM KPH Blitar, Asper Lodoyo Kulon dan Lembaga Pendamping Perhutajan sosial dan Reforma Agraria Pojok Desa .

Sosialisasi Perhutanan sosial tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memberikan informasi yang benar terkait program tersebut.

“Karena seluruh warga desa tinggal diatas tanah Hutan Negara dan juga sebagai penggarap lahan hutan tersebut. Sudah seharusnya mendapatkan informasi yang akurat tentang perhutanan sosial dan reforma agraria “, tegas Djumar,  ketua KTH WBM.

Menurutnya, masyarakat Tambak Redjo harus mendapat informasi yang benar terkait perhutanan sosial serta berusaha untuk mengajukan pengelolaan hutan tersebut.

“Kami ingin mengelola hutan secara legal dan program perhutanan sosial ini menjadi jawaban yang baik untuk tujuan kami, sebab kami sudah turun temurun mengelola hutan negara ini yang menjadi tumpuan utama penghidupan kami, ” ujar Djumar lebih lanjut.

Sementara itu Gatot A.Bimo yang dikenal sebagai Pak Lurah Pojok Desa juga menyambut baik keinginan warga Tambak Rejo.

“Saya memberikan apresiasi yang baik terhadap Warga Tambak Rejo sebab keinginan untuk mengajukan   pengelolaan Perhutajan sosial ini sebagai langkah yang tepat. Pertama  ingin mendapat ijin legal dari Pemerintah untuk mengelola hutan kedua juga keinginan untuk melestarikan hutan dengan baik,” jelas Gatot Bimo dalam pengantar sambutannya.

“Perhutanan sosial kan ditujukan untuk menjaga kelestarian hutan dan juga untuk mensejahterakan para petani desa ditepi hutan, petani yang tergantung hidupnya dari hutan”, jelasnya.

Selain itu, menurut Ki Lurah Pojok Desa,  Perhutanan sosial merupakan program prioritas pemerintah, mengacu pada UU CK 11/2020, Peraturan Pemerintah 23/2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Permen LHK 09/2021 Tentang Perhutanan sosial.  Disini masyarakat desa bisa ajukan skema Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan( HKM) , Hutan Tanaman Rakyat (HTR),  Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.

Ki Lurah Pojok Desa Gatot Bimo

“Silahkan warga desa mengajukan. Sembari menunggu proses revisi Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS)  jadi.  Warga desa ajukan. Jika tak masuk PIAPS. Karena sudah puluhan tahun ada penggarap. Maka itu bisa dimaklumi dan boleh mengajukan”, jelas Gatot lebih lanjut.

Sementara itu Chairudin Ambong sekretaris Pojok Desa dalam paparannya mengatakan bahwa proses administrasi pengusulan perhutanan sosial kini mengacu pada peraturan Menteri LHK 09 tahun 2021 tentang perhutanan sosial.

“Sekarang tidak ada lagi P 83 dan P 39. Semua mengacu ke peraturan Permen LHK 09/2021 tentang Perhutanan sosial “, jelasnya.

Menurut Ambong, eks aktifis Pijar Indonesia yang juga kini menjadi anggota TP2PS atau tim percepatan perhutanan sosial dari KLHK selain pengajuan perhutanan sosial. Masyarakat Tambak Redjo juga mengajukan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).

“Lebih dari 2000 KK sudah turun temurun tinggal di kawasan hutan negara. Mereka tak punya legalitas lahan. Tak bayar PBB, jadi ini kesempatan yang baik untuk mengajukan TORA, rakyat ingin agar negara hadir untuk membantu keinginan mereka “, jelas Ambong.

Sementara itu  Waka ADM KPH Blitar  Agus Suryawan menyambut baik keinginan warga Tambak Redjo.

“Kami menyambut baik dan mendukung program perhutanan sosial. Apalagi ini program prioritas pemerintah “, tegas alumnus IPB didampingi Asper BKPH Lodoyo Barat Budi, KRPH Sumberboto Mujiman.

Menyangkut usulan TORA. Kepala divisi Reforma Agraria Pojok Desa Saiful Bahri menjelaskan bahwa warga Tambak Redjo harus segera mengurus proses pengajuan TORA tersebut. Selain berkoordinasi dengan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) kabupaten Blitar juga berkoordinasi dengan Bupati dan Kementrian LHK .

“Dalam proses nanti lahan yang dimaksudkan sebagai Tora harus dikeluarkan dahulu dari kawasan hutan,” jelasnya. Menurutnya obyek yang di ajukan sebagaj Tora adalah tanah yang dibangun rumah dan pekarangan rumah.

Saiful juga menjelaskan bahwa Pada tingkat tapak areal kerja Perhutani Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Sumberboto Desa Tambakrejo seluas 1.057.2 ha. Selain itu Dari potret kondisi sosial, ekonomi, budaya desa Tambakrejo diperlukan pendampingan untuk memberikan penyadaran melalui Pendekatan komunikasi, kordinasi para pihak dan partisipasi warga desa serta petani hutan pengusul Perhutanan Sosial menjadi penting agar terwujud pemerataan kelola lahan hutan negara bisa juga dinikmati bersama-sama petani miskin lainnya.

Agar sistem pengelolaan hutan lestari di kawasan hutan negara berjalan dengan baik, menurutnya, Masyarakat desa sekitar hutan harus dirangkul untuk bersama-sama mengelola sumberdaya alam di samping juga memberdayakan sumberdaya manusia yang dimiliki desa.

Peran aktif masyarakat para pemangku kepentingan lainnya pun diperlukan dalam mengelola kawasan hutan sebagai sumber penghidupan atau mata pencaharian bagi masyarakat desa pinggir hutan dengan tetap memperhatikan unsur pelestarian hutan agar terhindar dari kerusakan atau pemanfaatan berlebihan. Gat/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *