Connect with us

REGIONAL

Masalah MIN Salatiga Kembali Mencuat, Dinilainya ‘Kran’ Komunikasi Tertutup

Published

on

KopiPagi | SALATIGA : Permasalahan sengketa lahan atau tanah Nomor C 763 Persil 104 atas nama Sarkowi dengan luas kurang lebih 931 meter persegi terletak di  Jalan Gamol RT 04 RW 06, Kel Kecandran, Kec Sidomukti, Kota Salatiga yang sejak beberapa tahun diatas tanah tersebut didirikan bangunan madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Salatiga, akhirnya sekarang ‘memanas’, hal ini karena pihak Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kota Salatiga tidak segera menyelesaikannya.

Beberapa warga sekitar MIN Salatiga di Gamol setelah membaca berita terkait sengketa tanah MIN Salatiga dengan Kantor Kemenag Salatiga, banyak yang sangat menyayangkan. Pasalnya, MIN Salatiga tersebut merupakan lembaga pendidikan negeri dan tentunya pemerintah lebih sigap jika memangs ejak awal muncul masalah untuk menyelesaikannya. Namun, apa yang terjadi sekarang ini justru dapat membuat masyarakat umumnya dan para anak didik serta orangtua anak didik menjadi cemas atau was-was.

“Kita kaget saat melihat ada ahli waris didampingi pengacaranya menempeli spanduk “Dijual” di tembok depan MIN Salatiga itu. Saya dan beberapa warga hanya melihat saja. Setelah itu menjadi perbincangan hangat warga Gamol disini. Mengapa permasalahan yang sudah bertahun-tahun ternyata belum selesai juga. Yang sangat kasihan adalah anak didik maupun orangtua anak didik. Harusnya, Kantor Kemenag Salatiga tanggap dengan permasalahan tersebut, karena memang bukan barang baru lagi masalah sengketa lahan MIN Salatiga ini. Warga Gamol sudah banyak yang mengetahui dan mengira masalah sudah selesai, ternyata sekarang mencuat kembali,” ujar beberapa warga yang ditemui koranpagionline.com dan minta namanya tidak disebutkan, Sabtu (28/08/2021) siang.

Milhous Teddy Sulistio SE, anggota DPRD Kota Salatiga. (Foto Heru Santoso)

Sementara itu, Milhous Teddy Sulistio SE, anggota DPRD Kota Salatiga dari PDI Perjuangan menyatakan, dirinya sangat prihatin mendengar ‘protes’ yang dilakukan ahli waris tanah yang diatasnya berdiri MIN Salatiga itu. Mestinya, jika ada saluran komunikasi yang baik antara kedua pihak yaitu ahli waris dengan Kemenag Salatiga tidak akan memunculkan masalah. Masalah tersebut muncul, menandakan saluran komunikasi tertutup rapat.

“Mestinya, sejak awal ‘kran’ komunikasi dibuka lebar-lebar. Kedua belah pihak duduk bersama untuk mencari titik temu akar permasalahan yang sebenarnya. Sekarang ini, dengan  apa yang terjadi dan masyarakat telah mengetahui secara terbuka, yang sangat kasihan adalah anak didik. Intinya, ingat…tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Ini harus menjadi dasarnya. Kemenag Salatiga harus berani membuka ‘kran’ komunikasi, saya memastikan pasti akan segera selesai,” terang Teddy Sulistio, yang juga mantan Ketua DPRD Kota Salatiga kepada koranpagionline.com, Sabtu (28/08/2021).

Menurut Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Salatiga ini, bahwa secepatnya pihaknya akan meminta kepada Dinas Pendidikan Kota Salatiga meski ini ranahnya Kantor Kemenag untuk membantu memediasi kedua pihak. Begitu juga kepada DPRD Kota Salatiga, bagaimanapun yang menjadi korban sementara ini adalah rakyatnya. DPRD Kota Salatiga harus mau membantu memfasilitasinya untuk mediasi kedua piohak yang bersengketa. DPRD harus melayani rakyatnya, meski masalah MIN Salatiga ini wilayahnya Kantor Kemenag karena di dalam MIN Salatiga itu adalah rakyat Salatiga.

“Sekali lagi, saya akan meminta kepada DPRD maupun Dinas Pendidikan untuk membantu memediasi kedua pihak, meski dengan jelas masalah MIN salatiga itu wilayahnya Kantor Kemenag. Kasihan ratusan anak didik yang sekarang belajar di MIN Salatiga. Dan yang sangat saya sayangkan, mengapa masalah yang sudah lama, tidak juga terselesaikan dengan baik,” tandas Teddy Sulistio.

Bermusyawarah Mencari Titik Temu

Sementara itu, Walikota Salatiga H Yuliyanto SE MM ketika dimintai konfirmasinya menyatakan, bahwa lebih banyak kedua pihak untuk bermusyawarah dengan baik. Karena faktanya sudah bertahun-tahun dimanfaatkan untuk fasilitas umum dalam hal ini untuk pendidikan. Apabila memang tidak ada jalan keluar dalam menyelkesaikan masalah itu maupun tidak ada kesepakatan kedua belah pihak, dapat diupayakan menuju jalur hukum. Karena negara kita ini adalah negara hukum sehingga jangan sampai timbul permasalahan lain apalagi menjurus yang anarki.

“Harapan kami, aktifitas belajar mengajar tetap berjalan dan jangan sampai ada yang ‘main hakim sendiri’ hingga harus menutup sekolah oleh pihak ahli waris. Sekali lagi, jangan sampai hal itu terjadi. Sebenarnya, masalah itu tidak akan muncul jika sejak dari awalnya saat pemilik tanah mengizinkan untuk didirikan MI atau sekarang ini menjadi KIN Salatiga. Pasti awalnya dulu, ada warga, keluarga, pejabat kjelurahan ataupun pejabat Kemenag yang mengetahui secara jelas akar masalahnya. Harusnya pihak tersebut dapat memberikan informasi yang jelas juga dan jika perlu Kemenag harus turun kembali segera menyelesaikan masalah itu,” pungkasnya.

Terpisah, Ely Lidiana SH kuasa hukum ahli waris menyatakan, bahwa pihaknya sudah berkali-kali dan boleh dikatakan sampai bosan menemui pihak sekolah maupun Kantor Kemenag. Dalam hal ini untuk menyelesaikan permasalahan dan mengapa yang sangat kooperatif justru dari ahli waris. Harusnya, pihak Kemenag yang kooperatif. Yang dinilai aneh, mengapa pihak Kemenag menunggu ahli waris bereaksi, padahal lahan untuk MIN Salatiga itu milik pribadi warga. Ini yang sangat disayangkan, Kemenag tidak kooperatif menyikapi permasalahan yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak terselesaikan.

“Jika memang masal;ah ini akhirnya masih ‘alot’ penyelesaiannya, tidak menutup kemungkinan akan kami bawa ke jalur hukum. Karena kami sudah terlalu lama menunggu dibuat tidak jelas oleh Kemenag,” tandas alumni IAIN salatiga tahun 2019 kepada koranpagionline.com, Sabtu (28/08/2021). ***

Pewarta : Heru Santoso.