Connect with us

HUKRIM

Lemkapi : Permintaan ICW Agar Kapolri Berhentikan Ketua KPK Tidak Tepat

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai pengaduan koalisi masyarakat sipil antikorupsi yang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menarik Firli Bahuri dan diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua KPK dinilai kurang tepat.  Karena, jabatan Ketua KPK diatur dalam Undang-Undang KPK. Demikian diungkaapkan Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan, Jumat (28/05/2021).

“Kami menilai Komjen Firly Bahuri  dengan jabatannya sebagai ketua KPK diatur sesuai undang-undang KPK.  Firli adalah anggota Polri aktif. Tapi pengangkatannya sebagai ketua ada aturannya,” kata Edi Hasibuan dalam keterangan yang diterima koranpagionline.com, Jumat (28/05/2021).

Dosen hukum dan Tindak Pidana Korupsi Universitas Bhayangkara Jakarta ini menyebutkan, meskipun Firli Bahuri saat ini masih sebagai anggota Polri aktif, tetapi ia dipilih menjadi Ketua KPK melalui mekanisme seleksi yang panjang hingga ditetapkan DPR dan dilantik Presiden.

Atas pandangan tersebut,  Edi Hasibuan meminta semua pihak untuk mempelajari kembali UU Nomor 19 Tahun 2019 atas perubahan kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut doktor ilmu hukum ini, dalam UU tersebut sudah  jelas ada tata cara pemilihan dan pengangkatan serta alasan lain mecopot atau memberhentikan Ketua KPK. Dilihat dari semua aturan dalam UU KPK, tidak satupun alasan  untuk memberhentikan Firli Bahuri dari jabatannya.

Edi Hasibuan menilai, Firli Bahuri sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Maka apabila ada pihak yang merasa keberatan atas pemberhentian 51 pegawai KPK, sebaiknya mengajukan gugatan secara hukum ke PTUN.

“Nanti semua  akan jelas dalam persidangan kenapa mereka tidak lolos. Syarat ASN itu kan ada. Kita melihat, KPK sebagai pelaksana UU saja dan harus dijalankan UU sesuai aturan.  Semua ketentuan ASN  itu  diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN,” katanya.

Ia pun meminta semua pihak tidak menyeret-nyeret masalah ini ke ranah politik dan seolah-seoralh penyidik yang bagus-bagus dan kritis tidak lolos.

“Kan bukan seperti itu. Yang lolos ya, orang yang memenuhi syarat ASN sesuai UU. Kami juga melihat pemberhentian 51 orang ini bukan keputusan Ketua KPK. Tapi ini adalah keputusan dari Badan Kepegawain Negara (BKN) dan Kemenpan RB. Jadi jangan dikaitkan-kaitkan dengan  masalah suka atau tidak disuka pimpinan KPK,” kata Edi.

Mantan Jurnalis Harian Pos Kota ini pun mengatakan, surat yang dikirim koalisi masyarakat sipil kepada Kapolri berpotensi membenturkan hubungan Polri dengan KPK yang selama ini sudah terjalin baik.

“Kami juga melihat surat koalisi masyarakat sipil ke Kapolri bisa membenturkan hubungan Polri dan KPK yang selama ini cukup baik. Kita meminta Polri tidak perlu merespon surat tersebut karena KPK bukanlah lembaga di bawah Polri. Tapi KPK lembaga independen yang bekerja berdasarkan UU,” katanya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili Indonesia Corruption Watch akan mendatangi Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada pukul 14.30, Selasa (25/05/2021). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, kedatangannya untuk menyerahkan surat kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.

Dalam suratnya ia meminta Komisaris Jenderal Firli Bahuri diberhentikan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) .

“Kami mendesak agar Kapolri dapat menarik Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, atau bahkan memberhentikan yang bersangkutan sebagai anggota Polri aktif,” kata Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (25/05/2021).

Kurnia menjelaskan bahwa permohonan pemberhentian Firli Bahuri didasari kontroversi yang dilakukan Firli selama menjabat sebagai Ketua KPK. Salah satunya terkait penonaktifan 75 pegawai KPK. Di mana, penonaktifan 75 pegawai itu lantaran tak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Mulai dari pengembalian paksa Penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti, pelanggaran etik, dan terakhir pemberhentian paksa 75 pegawai KPK,” ujar Kurnia. Tbn/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *