Connect with us

HIBURAN

Gunung Merapi Purbo Gunung Kidul Jogja Wujudnya Mirip Manusia Purba

Published

on

KopiPagi | Gunung Kidul : Gunung Merapi atau boleh disebut Gunung Api Purbo yang terletak di Nglanggeran Gunung Kidul Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Gunung ini memiliki bentuk seperti gugusan bebatuan raksasa tinggi menjulang yang telah ditumbuhi beberapa macam flora dan dihuni beberapa macam fauna di dalamnya.

Konon Gunung Api Purbo Nglanggeran ini dulunya adalah gunung yang berada di dasar lautan. Karena adanya suatu fenomena alam tertentu dengan kurun waktu yang sangat lama, area Gunung Api Purba Nglanggeran ini kemudian terangkat ke permukaan dan menjadi daratan jutaan tahun yang lalu. Gunung Api Purba memiliki puncak yang disebut Gunung Gedhe memiliki ketinggian kurang lebih 700 meter diatas permukaan laut dan keseluruhan area Gunung Api Purba Nglanggeran ini memiliki luas sekitar 48 hektar.

Gunung Api Purbo berselimut kabut

Sebelum menyusuri Gunung Api Purbo, barangkali ada yang terlewat ketika berada di area parkir tak jauh dari Embung Nglanggeran ini. Memandang gunung api kuno yang sudah tak berapi ini atau akrif, taka da berkesudahan. Tidak ada bosan-bosannya mata menatap. Padahal pemandangan ini baru dimulai dari kaki gunung.

Ada yang unik, aneh dan magis apabila menatap puncak Gunung Gedhe dari area parkir atau akan lebih eksotik bila dipandang dari sisi Embung. Gunung yang berada di pinggir sisi Selatan itu bila diperhatikan dengan seksama, terlebih cuaca cerah tanpa kabut, tak ubahnya seperti kepala manusia purba yang mendongak ke atas. Sementara di depannya ada dua anak gunung yang juga seutuhnya dari batu, seolah sedang terjadi sebuah misteri dialog.

Gunung yang seutuhnya berupa batu dan membisu itu, ujudnya, raut mukanya dan rambut yang tergerai ke belakang, sosoknya tak jauh berbeda dengan manusia purba dari beberapa fase evolusi. Bisa dibandingkan dengan 8 manusia purba yang pernah hidup di Indonesia seperti :

Meghanthropus Paleojavanicus yakni manusia paling tua yang tinggal di Indonesia. Kemudian Pithecanthropus Mojokertensis yang secara harafiah manusia kera yang ditemukan di Mojokerto. Pithecanthropus Erectus yakni manusia kera yang berjalan tegak. Fosilnya ditemukan di lembah Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah oleh Eugene Dubois pada tahun 1891.

Kemudian Pithecanthropus Soloensis yakni manusia kera yang berasal dari Solo. Penemunya merupakan G.H.R von Koenigswald, Ter Haar, dan Oppenoorth. Lalu Homo Wajakensis yang merupakan manusia purba ketiga. Homo Floresiensis ditemukan di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Penemuan fosil di tahun 2003 ini cukup membuat kaget para arkeolog luar.

Homo Soloensis yang ditemukan oleh trio arkeolog yang terdiri dari Ter Haar, Oppenoorth, dan G.H.R von Koenigswald. Fosil tersebut terpendam di wilayah Sangiran, Jawa Tengah dan diperkirakan hidup sekitar 300 ribu hingga 900 ribu tahun lalu. Dan terkahir Homo Sapiens yang memiliki arti “manusia yang cerdas atau bijaksana”. Julukan tersebut diberikan bukan tanpa alasan. Homo Sapiens diperkirakan lebih evolutif daripada jenis manusia purba lain.

Nah, salah satu gugusan batu Gunung Api Purbo Nglanggeran yang bisa dipandang dari area parkir atau Embung Nglanggeran, bisa dibandingkan wujudnya dengan 8 manusia purba yang pernah hidup di Indonesia tersebut. Urutan ke berapa yang paling mirip? Meghanthropus Paleojavanicus kah, Pithecanthropus Erectus atau mungkin Homo Sapiens yang mungkin lebih menyerupai. Yach, ini hanya sekadar tambahan untuk menikmati Gunung Api Purbo dari sisi lain.

Jika musim Durian, Anda bisa menikmati Durian Monthong dengan harga bersaing.

Sangat disayangkan hari itu penulis tidak bisa mendaki Gunung Merapi Purbo (seperti dalam syair lagu Banyu Langit karya Alm Didi Kempot-Red) untuk menyusuri keunikan gunung api purbo yang seutuhnya berupa batu ini. Hujan lebat mau tidak mau ,enghentikan langkah ke arah gunung yang membatu itu. Gugusan batu yang konon menurut warga setempat berujud 4 Punokawan ; Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.

Penuh sesal karena untuk pelipur menuju Embung pun terhalang derasnya hujan yang mengguyur daerah Nglanggeran. Belum lagi kilat yang menyambar dan petir yang menggelegar. Praktis hanya bisa memandang gunung batu. Itu pun hanya sesekali tampak karena selalu berselimut kabut. Hawa dingin pun seiring rintik hujan mulai menembus pori-pori. Dari sinilah tampak jelas wujud manusia purba dengan rambut tergerai ke belakang. Lambat laun temaran senja mulai tiba, kabut pun kian menebal menghantarkan Gunung Api Prbo dalam peraduan.

Gunung di Dasar Lautan

Pamandangan alamnya yang mempesona, eksotis dan aduhai indahnya serta menelisik kisah di dalamnya yang luar biasa unik, setidaknya bisa dibuktikan lain waktu dan para pelancong bisa membuktikan sendiri destinasi wisata di Gunung Kidul Yogyakarta yang cukup ekstrem namun mengasyikkan. Dan tentunya “wajib” atau satu keharusan para wisatawan mempersiapkan diri khususnya masalah kesehatan dan ketrampilan. Akan lebih safety apabila ada pendamping sebagai pemandu wisata yang telah tersedia.

Selain kaya akan kebudayaan dan sejarah yang sangat dijunjung tinggi, Jogja memiliki kekayaan alam yang sangat beragam dan melimpah. Beberapa dari kekayaan alam tersebut memiliki keunikan dan nilai historis tinggi yang menjadikan kekayaan alam tersebut kini menjadi salah satu desyinasi wisata favorit dan terbaik di Jogja, bahkan di Indonesia adalah Gunung Api Purba Nglanggeran tesebut. Jika Anda belum pernah mendengarnya Anda pasti akan bertanya-tanya mengapa gunung tersebut disebut Gunung Api Purbo Nglanggeran.

Pada dasarnya Gunung Api Purbo Nglanggeran ini adalah suatu gunung api yang pernah aktif seperti gunung-gunung api lainnya. Namun hal tersebut terjadi sekitar 60-70 juta tahun yang lalu dan saat ini Gunung Api Purbo Nglanggeran sudah tidak aktif lagi. Itulah mengapa gunung ini disebut gunung api purbo karena memang gunung ini merupakan peninggalan jaman purba yang saat ini sudah tidak aktif karena lekang oleh waktu.

Jika anda berkunjung ke Gunung Api Purbo Nglanggeran, Anda tidak akan menjumpai bentuk gunung seperti pada umumnya yang berbentuk kerucut dan memiliki kawah, namun Gunung Api Purbo saat ini memiliki bentuk seperti gugusan bebatuan raksasa tinggi menjulang yang telah ditumbuhi beberapa macam flora dan dihuni beberapa macam fauna didalamnya.

Konon Gunung Merapi Pirbo atau Gunung Api Purbo Nglanggeran ini dulunya adalah gunung yang berada di dasar lautan, karena adanya suatu fenomena alam tertentu dengan kurun waktu yang sangat lama. Area Gunung Api Purbo Nglanggeran ini kemudian terangkat ke permukaan dan menjadi daratan jutaan tahun yang lalu. Gunung Api Purbo Nglanggeran memiliki puncak yang disebut Gunung Gedhe memiliki ketinggian kurang lebih 700 meter diatas permukaan laut dan keseluruhan area Gunung Api Purba Nglanggeran ini memiliki luas sekitar 48 hektar.

Asal Muasal Nglanggeran

Terdapat suatu kisah atau cerita yang saat ini masih dipercaya oleh warga setempat. Nglanggeran menurut warga setempat berasal dari kata “nglanggar” atau dalam Bahasa Indonesia berarti melanggar. Pada zaman dahulu warga sekitar Gunung Api Purba Nglanggeran mengundang seorang dalang kenamaan untuk acara syukuran berkat panen yang melimpah. Namun saat itu terdapat beberapa warga yang ceroboh, saat sang dalang pergi sesaat untuk beristirahat ada beberapa warga dengan sengaja memainkan wayang yang dibawa sang dalang, dengan asyiknya mereka bermain wayang sehingga kemudian wayang tersebut ada yang rusak dan ditinggalkan begitu saja.

Melihat wayangnya rusak sang dalang pun marah dan mencari siapa yang telah merusak wayangnya. Kemudian sang dalang pun murka dan mengutuk beberapa warga setempat menjadi wayang yang lalu dibuang di kawasan Bukit Nglanggeran. Entah berkaitan dengan cerita ini atau tidak, sampai sekarang sebagian masyarakat setempat meyakini bahwa Gunung Api Purba Nglanggeran dijaga oleh makhluk bernama Kyai Ongko Wijoyo dan tokoh pewayangan Punokawan yaitu Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.

Uniknya Kampung Pitu

Selain itu masih terdapat misteri yang melekat di Gunung Api Purbo Nglanggeran, yaitu terdeapat sebuah Kampung Pitu atau Kampung Tujuh yang didalamnya hanya boleh dihuni oleh 7 kepala keluarga. Kepercayaan ini sudah ada sejak dahulu dan dipercaya turun-temurun hingga sekarang

Kampung Pitu Nglanggeran dulunya bernama Desa Telaga Planggeran. Di tempat tersebut terdapat telaga yang tak pernah mengering walau sedang musim kemarau. Telaga tersebut dahulu kerap digunakan untuk guyang (memandikan) kuda sembrani karena hal inilah telaga tersebut kerap disebut dengan Telaga Guyangan.

Konon, pada zaman dahulu pernah datang orang keraton ke kawasan Kampung Nglanggeran.

Orang keraton tersebut mengetahui bahwa di Kampung Pitu terdapat pohon Kinah Gadung Wulung yang di dalamnya berisi sebuah pusaka.

Oleh orang keraton tersebut, lantas dibuatlah sayembara: “Barang siapa yang bisa merawat benda pusaka tersebut maka akan diberi tanah secukupnya untuk penghidupannya beserta anak cucu keturunannya”.

Saat itu, keturunan Mbah Kiai Irokromo lah pemenangnya. Hingga kini, penghuni Kampung Pitu adalah keturunan Mbah Kiai Irokromo.

Konon, jika jumlah kepala keluarga di Kampung Pitu ini lebih dari 7 maka kepala keluarga ke 8 akan menderita penyakit yang berujung kematian. Pun jika jumlah kepala keluarga kurang dari 7 maka akan ada wabah penyakit yang akan menyerang seluruh penduduk Kampung Pitu hingga dapat berujung pada kematian.

Itulah mengapa Kampung Pitu hanya boleh dihuni oleh 7 kepala keluarga dan tidak boleh lebih atau kurang. Jika terdapat anak dari salah satu kepala keluarga menikah maka ia akan keluar dari Kampung Pitu dan menetap di bawah atau di lereng Gunung Api Purbo Nglanggeran.

Untuk menuju puncak Gunung Api Purbo Nglanggeran, Anda harus berjalan menyusuri jalan setapak dengan bebatuan yang cukup menantang dan tentu saja dengan tanjakan yang lumayan menguras tenaga. Di Gunung Api Purbo ini Anda dapat melakukan berbagai aktivitas terutama aktivitas adventure seperti hiking, camping dan panjat tebing ataupun rock climbing. Dan kabar baiknya Anda bisa menikmati buah Duren Monthong dengan harga per Kg Rp 75.000.

*Mastete/berbagai sumber.

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *