Connect with us

REGIONAL

EDI SANTOSO: HARGA GABAH ANJLOK, PETANI KAB, MERAUKE MENJERIT

Published

on

KopiOnline MERAUKE,- Perum Bulog jadi satu-satunya harapan petani Merauke untuk membeli dan menampung beras produksi mereka. Hal ini untuk menjaga stabilitas harga gabah dan beras dari petani ke pasaran yang sangat jauh.

“Selama ini, Perum Bulog jadi satu-satunya harapan petani Merauke untuk membeli dan menampung beras produksi mereka,” ujar mantan Kadis Pertanian Kabupaten Merauke Edi Santoso kepada otonominews dan koranpagionline.com, Jumat (24/04/2020) malam.

Sayangnya, kata Edi, Bulog sebut mampu membeli beras petani tapi itu hanya ucapan karena prakteknya tidak bisa seperti itu. “Dan saya tahu persis Bulog tidak akan mampu beli beras petani. Berapa sih kapasitas gudang. Yang terjadi karena masalah biaya transportasi dsb, pada akhirnya harganya dibawah HPP (Harga Pokok Penjualan),” katanya.

Hal ini, lanjutnya, bisa melemahkan semangat masyarakat untuk memberikan kontribusi kepada pemerintah terutama di bidang pangan. Apalagi sekarang masalah yang dihadapi petani Merauke terkait kebijakan pemerintah yang menetapkan harga gabah kering Rp5200 di tingkat petani.

“Tapi saat ini yang terjadi kurang lebih Rp4.000 harganya dari HPP pemerintah. Ini sangat merugikan petani Merauke, sementara di Jawa harganya lebih tinggi dari HP pemerintah. Kalau di Jawa biaya transportasi 100 rupiah di Merauke bisa 300-400 Rupiah. Sehingga tetap saja biaya distribusi, pengolahan menjadi beban petani. Sehingga yang diterima petani harganya tidak layak secara prinsip perekonomian. Ini kan yang dirugikan petani saya. itu masalah utama,” cetus Edi.

Edi melanjutkan, jika biasanya petani menjual dalam bentuk gabah. Persoalannya sekarang siapa yang mau beli gabah. Apakah Bulog mampu menampung hasil panen Merauke?

“Saya meragukan Bulog mampu. Pertama masalah harga yang kedua kapasitas atau kemampuan Bulog untuk membeli gabah petani saya ragu,” katanya.

“Kemarin saja saya pas pensi untuk mengukur produktivitas kita Rp60.000, sampai beras tidak bisa dipasarkan. Tapi Alhamdulillah sampai Februari kemarin habis. Tapi persoalannya ketika hasil panen petani itu tidak bisa langsung dipasarkan bisa mengganggu stabilitas pangan,” sambungnya.

Maka, Edi tegaskan, dibutuhkan kebijakan dari Pemerintah Pusat agar petani Merauke bisa menjadi pahlawan pangan dalam kondisi sulit ini. Karena dari Pemerintah Daerah belum terlihat keseriusannya.

“Pak Bupati sepertinya belum mendapat info dari kepala Dinas Pertanian. Dalam kondisi seperti itu kepala dinasnya sepertinya cuek. Itu persoalannya. Sehingga petani sekarang bingung sebenarnya berapa sih Pemerintah mau membeli. Nah, petani kan butuh kepastian. Yang pasti sumber resmi adalah dari Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Pertanian dan Bulog,” ujarnya.

Bulog, terangnya, sudah mau beli dengan harga Rp5200, tapi yang terjadi dilapangan jauh dibawah HPP. Paling tidak petani bisa diproteksi menjual harga gabah sesuai HPP. “Kalaupun tidak mungkin harga diambang batas paling tidak masuk pada harga perekonomian sekitar Rp4700. Jangan Rp4000, bisa merugikan petani,” ucap Edi.

Menurutnya, kebijakan ini bisa berupa bantuan benih atau bantuan pupuk dari Kementerian Pertanian sehingga petani tidak dirugikan. Sementara biaya produksi naik terus tapi harga jualnya malah turun.

“Di Jogja saja ada harganya sudah 9.000 10.000 Rp11.000. Sementara di Merauke harga nya paling tinggi 7500. Itupun yang beli jarang. Dalam waktu dekat ini kami maunya pemerintah membeli beras petani. Berapapun hasil panennya. Itu intinya,” tuturnya.

Dia berharap, pemerintah bisa memberikan solusi untuk kesejahteraan petani Merauke. Apalagi sekarang sedang memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sementara sekarang dalam menghadapi musim tanam petani harus menanam lagi setelah panen.

“Kalau petani tidak bisa jual beras, pemasarannya terlambat tidak bisa bali pupuk mengolah tanah dampaknya sangat besar. Otomatis produksi akan anjlok. Kemampuan Pemerintah Daerah sangat terbatas harapan saya intervensi Pemerintah Pusat,” pungkasnya. Otn/kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *