Connect with us

REGIONAL

Dr Marthen H Toelle Pertanyakan Lanjutan Kasus Limbah B3 RSUD Salatiga

Published

on

KopiPagi | SALATIGA : Menyikapi kasus Limbah B3 RSUD Salatiga yang dijual bebas beberapa tahun lalu dan bahkan “memakan korban” yang kini mendekam di penjara, membuat praktisi hukum asal Kota Salatiga mengkritisi kasus tersebut.

 

Dr Marthen H Toelle SH MH mengatakan, bahwa kasus penjualan Limbah B3 RSUD Salatiga yang sampai sekarang ini hanya menyeret Muh Achmad Dardiri (47) warga Jalan Bangau No 6 RT 05 RW 09, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, yang diminta membeli jerigen bekas dan botol bekas infus dari RSUD Salatiga masuk dalam ‘penjara’ di Rutan Salatiga. Harusnya, penjual maupun orang yang memerintahkan menjual mengikuti jejak Muh Achmad Dardiri mendekam di penjara.

 

“Belajar dari kasus tersebut, saya menilai jika Polres Salatiga telah bertindak diskriminatif khususnya dalam menangani kasus Limbah B3 RSUD Salatiga itu. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kajian. Diantaranya dari Teori Hukum Kausalitas, bahwa ajaran kausalitas dipergunakan pada tindak pidana materiil. Tindak pidana yang dikualifisir oleh akibatnya dan tindak pidana omisi yang tidak murni. Artinya diluar ketiga jenis tindak pidana tersebut tidak mungkin menggunakan ajaran kausalitas untuk dapat meminta pertanggung jawaban pelaku tindak pidana,” kata Marthen H Toelle kepada koranpagionline.com, Minggu (25/04/2021).

 

Kemudian, kajian dari Tindak Pidana Omisi yang Tidak Murni dan ini sudah masuk pada area yang lebih dikenal dengan melakukan perbuatan (commission) dan tidak melakuan perbuatan atau membiarkan (ommission). Secara umum omission diartikan sebagai seseorang yang memiliki kewajiban hukum, seharusnya mencegah terjadinya kejahatan atau bahaya bagi orang lain namun tidak melakukannya. Jika dilihat, Muh Achmad Dardiri itu dapat dihukum sebagaimana dengan orang yang menimbulkan kejahatan atau bahaya.

 

“Hampir sama dengan konsepsi tersebut, bahwa bila seseorang tidak berbuat, sedangkan ia mempunyai kewajiban untuk berbuat, maka keadaan yang demikian dianggap sebagai sebab daripada akibat. Sementara itu, tindak pidana omisi yang tidak murni (commissio per omission) berarti menyebabkan timbulnya akibat karena kelalaian. Tindak pidana omisi yang tidak murni hanya memiliki lingkup terbatas, dimana si pembuat memiliki kewajiban,” ujarnya.

 

Dengan membaca putusan Pengadilan Negeri (PN) Salatiga, Nomor 115/Pid.B/LH/2019/PN.Slt  atas terdakwa Muh Achmad Dardiri Bin Harun Rosjid itu, dalam pertimbangannya diantaranya menyatakan dan menimbang bahwa sebagaimana fakta hukum di persidangan diketahui bahwa terjadi penjualan limbah dari Ruang Instalasi Hemodialisa RSUD Kota Salatiga.

 

Karena terjadinya penumpukan limbah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) RSUD Salatiga yang disebabkan alat ineserator tidak jalan karena terkendala ijin. Sehingga terjadi penumpukan khususnya Inslatasi Hemodialisa. Sehingga bekas kemasan farmasi berupa bekas botol infus dan bekas jerigen dikumpulkan di ruang istirahat ruang Instalasi Hemodialisa. Untuk mengurangi penumpukan limbah di Instalasi Hemodilisa itu, Aris Budiono selaku  saksi dan juga Koordinator Ruang Instalasi Homodialisa mendapat izin secara lisan dari Slamet Riyanto (Kepala Instalasi Sanitasi RSUD Salatiga) untuk menjual limbah dari ruang Instalasi Hemodialisa kepada terdakwa Muh Achmad Dardiri.

 

Kemudian, berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yaitu daftar limbah B3 dari sumber spesifik umum disebutkan bahwa untuk limbah dari jenis industri atau kegiatan rumah sakit dan pelayanan kesehatan, sumber limbah adalah seluruh rumah sakit dan laboratorium klinis facilitas incinerator dan IPALyang mengelola effluent dari kegiatan rumah sakit dan laboratorium klinis. Kodenya adalah kode limbah A337-1 yaiu limbah klinis yang memiliki karakteristik infeksius dengan kategori bahaya 1 dan kode limbah B337-1 uraian limbah yaitu kemasan produk farmasi, dengan kategori bahaya 2 (dua).

 

Dari kasus tersebut, analisa dan pendapat hukum adalah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dijadikan pertimbangan hukum. Maka jelas dan terang benderang bahwa RSUD Salatiga yang mempunyai kewajiban dan kewenangan hukum untuk mengelola limbah B3, dengan cara melalui laboratorium klinis facilitas incinerator dan IPAL. Adanya fakta hukum dipersidangan diketahui terjadi penjualan limbah dari ruang Instalasi Hemodialisa RSUD Kota Salatiga karena terjadinya penumpukan limbah di Tempat Pembuangan sampah (TPS) RSUD Salatiga yang di sebabkan alat ineserator tidak jalan karena terkendala ijin, alasan ini tidak merupakan alasan hukum bagi RSUD Salatiga sebagai alasan pemaaf dan alasan pembenar untuk membebaskan diri dari tanggungjawab hukum pemidanaan.

 

“Dari kasus Limbah B3 RSUD Salatiga itu, bahwa penyidik dalam hal ini Polres Salatiga harus menindak lanjuti perkara Limbah B3 dengan menjadikan pihak yang bertanggungjawab yang memiliki kewajiban hukum. Seharusnya mencegah terjadinya kejahatan atau bahaya bagi orang lain namun tidak melakukannya. Selain itu, dia dapat dihukum sebagaimana dengan orang yang menimbulkan kejahatan atau bahaya. Dasar penyelidikan dan atau penyidikan oleh Polres Salatiga dengan berpegang pada Tindak Pidana Omisi yang Tidak Murni . Jika Polres Salatiga tidak melanjutkan proses perkara B3 ini, maka Polres Salatiga, telah melakukan tindakan hukum yang tidak obyektif, telah terjadi tindakan diskriminatif dalam hukum, hal sangat menciderai asas kesamaan di dalam hukum (Equality before the Law) dan melanggar prinsip-prinsip Negara Hukum, yang diamanatkan dalam UUD’45,” pungkasnya.

 

Diinformasikan jika kasus penyelidikan Limbah B3 RSUD Salatiga mencuat sejak tahun 2019 lalu, bahkan sejak kasus itu ditangani Polres Salatiga telah memanggil sejumlah pihak baik dari RSUD Salatiga maupun yang disuruh membeli limbah B3 itu yaitu Muh Achmad Dardiri.

 

Sejumlah orang yang sempat dimintai keterangan penyidik Polres Salatiga diantaranya Direktur RSUD Kota Salatiga (saat itu) Dokter Pamuji Eko Sudarko, pegawai RSUD Salatiga Tutik dan Damsuki (keduanya yang menghubungi dengan menelpon Mh Achmad Dardiri untuk membeli limbah B3 di RSUD Salatiga). Bahkan, pencuci botol tersebut yang merupakan tetangga Dardiri di Cabean juga dimintai keterangan penyidik Polres Salatiga. Namun, hingga kini hanya Muh Achmad Dardiri yang mendekam di penjara, bagaimana dengan pihak RSUD Salatiga yang justru memerintahkan menjual Limbah B3 tersebut tetap tenang tanpa ada sanksi hukum yang jelas. ***

 

Pewarta : Heru Santoso.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *