Connect with us

HUKRIM

Cegah Baiat Massal ISIS : Densus 88 Awasi Aktivitas Kelompok Teroris

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengawasi ketat aktivitas kelompok ataupun jaringan teroris di Indonesia untuk mencegah baiat massal atau sumpah setiap kepada pemimpin baru Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Abu Hassa al-Hashemi al-Qurashi.

Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan belum ada indikasi ISIS melakukan proses baiat massal di Indonesia. Namun, yang ada proses baiat dilakukan oleh perorangan atau kelompok.

“Tidak ada baiat massal yang kami pantau selama ini. Densus 88 terus memonitor hal ini,” kata Aswin, di Jakarta, Rabu (18/05/2022).

Proses baiat atau sumpah setiap kepada pemimpin baru ISIS tersebut dilakukan oleh sejumlah tersangka anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso yang ditangkap di tiga wilayah berbeda.

Sebanyak 24 anggota kelompok MIT Poso yang juga pendukung ISIS ditangkap pada Sabtu (14/05/2022), dengan rincian 22 orang di wilayah Sulawesi Tengah, 1 orang di Bekasi, Jawa Barat, dan 1 orang lagi di Kalimantan Timur.

Beberapa dari tersangka itu melakukan baiat secara mandiri lewat teks baiat yang dikirim oleh salah satu tersangka berinisial H. Teks baiat dikirim melalui aplikasi pesan instan, kemudian mengharuskan tersangka teroris lainnya membuat video baiat.

“Monitoring kegiatan kelompok atau jaringan terorisme yang dilaksanakan Densus 88 tidak pernah putus. Kami melakukannya setiap 24 jam, 7 hari dalam seminggu,” kata Aswin.

Untuk mencegah adanya baiat massal, Aswin mengimbau masyarakat untuk berperan serta membantu kepolisian mencegah hal tersebut, dengan melaporkan kepada kepolisian terdekat bila menemukan aktivitas-aktivitas yang mencurigakan di sekitar lingkungannya.

Baiat dalam pengertian adalah bersumpah setia atau menyatakan diri menjadi bagian dari kelompok teror yang dilarang. Perbuatan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak pidana Terorisme.

“Baiat merupakan penanda bahwa seseorang masuk dalam keanggotaan kelompok. Aturan dalam undang-undang tersebut dikenakan di antaranya pemufakatan jahat dengan maksud teror sebagai mana diatur dalam Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Terorisme,” kata Aswin pula.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Brigjen Ahmad Nurwakhid dihubungi terpisah mengatakan bahwa setiap pergantian pucuk pimpinan di organisasi teroris pasti akan diikuti dengan proses baiat.

“Untuk menjadi anggota jaringan pasti melalui baiat dulu, dan setiap ada pergantian pucuk pimpinan, juga diikuti baiat seluruh anggotanya,” kata Nurwakhid.

Menurut dia, proses baiat tersebut disesuaikan dengan petunjuk atau arahan pemimpin di masing-masing wilayahnya.

Penyidik masih melakukan penyidikan dan pendalaman terkait dengan proses baiat secara massal yang dimungkinkan dilakukan di Indonesia.

“Apakah secara massal atau lainnya, masih didalami oleh penyidik,” ujarnya lagi. Antara.

 Ken Setiawan : Bibitnya Intoleransi & Radikalisme

Sementara itu, pendiri NII Crisis Center yang mantan aktivis kelompok radikal Ken Setiawan mengatakan bahwa bibit terorisme adalah intoleransi, merasa paling benar dan anggap orang lain salah, anti kebhinekaan.

Bila sudah intoleransi, lanjut Ken, biasanya naik level menjadi radikalisme yaitu menginginkan perubahan sosial, politik dengan cara yang drastis atau keras, dalam tahap radikalisme ini biasanya sudah takfiri, menganggap yang berbeda paham adalah kafir, bahkan bukan hanya yang beda agama saja, tapi walaupun seagama tapi belum baiat atau sumpah setia pada kelompoknya maka akan di kafirkan juga.

Ken menyebut bahwa pemikiran intoleransi dan radikalisme saat ini justru muncul ditempat ibadah, tokoh tokoh yang menyampaikan juga cenderung dibiarkan.

Salah satu ujaran intoleransi yang banyak muncul di tempat ibadah dan cukup masif adalah larangan agar masyarakat jangan ikuti ulama, kyai yang mendukung pemerintah. Banyak masjid dalam kotbahnya menyerukan agar masyarakat menjauhi ulama atau kyai yang mendukung pemerintah, ini sebuah penyesatan.

“Bila negara membiarkan fenomena ini, dikhawatirkan masyarakat akan terprovokasi dan akan memunculkan sikap intoleransi dan radikalisme yang mengarah pada aksi terorisme,” ujar Ken.

JMM Apresiasi Profesionalisme Densus 88

Di tempat terpisah, Jaringan Muslim Madani (JMM) mengapresiasi kinerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dalam memerangi terorisme di Indonesia.

“Kami sangat mengapresiasi profesionalitas kinerja Densus 88 dalam memerangi terorisme di Indonesia. Ditambah penangkapan tersebut tidak ada baku tembak dan korban jiwa dari kedua belah pihak,” kata peneliti JMM Lukman Hakim di Jakarta, Rabu kemarin..

Pernyataan itu disampaikan terkait penangkapan 24 terduga teroris di tiga provinsi pada Sabtu (14/05/2022). Mereka merupakan pendukung kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan Islamic State of Irak and Syiria (ISIS). Diketahui 22 terduga teroris ditangkap di Sulawesi Tengah, satu orang ditangkap di Bekasi, dan satu lagi di Kalimantan Timur.

Menurut dia, profesionalitas kinerja Densus 88 membuktikan bahwa ancaman gerakan teroris prokhilafah itu masih masif di Indonesia.

Menurut Lukman, masifnya gerakan terorisme pro-Khilafah ISIS di Indonesia dikarenakan beberapa faktor yang belum bisa ditangani, salah satunya yang paling penting terkait penanggulangan pendanaan terorisme baik dari lokal maupun global.

“Saat ini pihak aparat dan intelijen masih kurang cukup mumpuni dalam hal ilmu ekonomi yang berkaitan dengan aktivitas pendanaan terorisme global. Jika dalam bidang ini teratasi maka sangat yakin sel-sel terorisme akan mati ” jelasnya.

Dia mengajak masyarakat Indonesia untuk mengapresiasi Densus 88 yang kinerjanya terus meningkat dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia. Bahkan, akhir-akhir ini dalam penangkapan tidak ada korban jiwa dari kedua belah pihak.

“Saat ini sinergi pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam upaya penanggulangan terorisme. Masyarakat agar melakukan deteksi dini terhadap potensi keberadaan terorisme, radikalisme, dan ekstremisme di tengah-tengah lingkungannya,” harap Lukman. *Ant/Mdk/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *