Connect with us

MARKAS

Tawarkan Empat Langkah Perubahan Drastis di Kejaksaan, Sugeng Riyanta Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum UNS Solo

Published

on

KopiOnline Jakarta – Lewat disertasi Model Kelembagaan Kejaksaan Sebagai Lembaga Negara yang Profesional dan Independen Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi,
Sugeng Riyanta SH MH, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat b

erhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Solo.

Gelar akademik prestisius itu diperoleh Sugeng Riyanta setelah dinyatakan lulus pada sidang terbuka ujian program doktoral di Kampus UNS, Kentingan, Jumat (6/9/2019), dengan predikat sangat memuaskan.

Dalam disertasinya, pria kelahiran Galur, Kulonprogo 37 tahun lalu itu mengungkapkan empat langkah perubahan mendasar di tubuh kejaksaan, lembaga tempat ia bekerja.

Empat langkah perubahan besar itu berangkat dari situasi dan kondisi lembaga kejaksaan yang dirasa tidak independen. Terlebih terkait penanganan perkara, khususnya tindak pidana korupsi.
Keempat langkah perubahan dasar yang ditawarkan Sugeng adalah pertama, amandemen UUD 1945 dengan menambah Bab VIIIb tentang kekuasaan penegakan hukum.

Menurut Sugeng, kejaksaan harus dimasukkan dalam konstitusi sebagai lembaga yang sepenuhnya merdeka. Tidak lagi di bawah kekuasaan eksekutif, seperti selama ini terjadi.

Sebagai kekuasaan yang bebas merdeka berdasar konstitusi, kejaksaan mempertanggung jawabkan kekuasaanya lewat laporan tahunan kepada Presiden, DPR, dan BPK.

Langkah kedua, memperbarui UU No 16/2004 tentang kejaksaan. Di aturan baru itu diatur norma-norma tata cara pengangkatan Jaksa Agung, syarat kualifikasi Jaksa Agung.

Menurut Sugeng, syarat dan kualifikasi Jaksa Agung harus jaksa aktif, pernah jadi Kepala Kejaksaan Tinggi, dan usia pensiun 65 tahun,” kata Sugeng dalam paparannya.

“Mengapa Jaksa Agung harus berlatar belakang jaksa? Karena tugas jaksa itu berat, harus paham dan menguasai prosesnya baik eksternal maupun internal,” sambungnya.

Karena itu Sugeng menegaskan, ia tidak setuju jika Jaksa Agung bukanlah seorang jaksa atau berlatar belakang jaksa.

Di bagian ini pula, kejaksaan menurut Sugeng dalam disertasinya harus muncul sebagai pemegang kekuasaan tunggal di bidang penuntutan dalam sistem penuntutan hukum.

Ia menyebut keberadaan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memiliki otoritas besar penanganan tindak pidana korupsi, dilengkapi kewenangan penuntutan.

Langkah ketiga yang ditawarkan Sugeng, perubahan sejumlah UU yang berhubungan dengan lembaga kejaksaan RI, terutama terkait proses beracara termasuk di lingkungan peradilan militer.

Tawaran keempat, memperkuat kode etik menyangkut standar perilaku jaksa yang berdampak positif bagi upaya penanganan tindak pidana korupsi oleh lembaga kejaksaan RI.

Empat langkah perubahan kejaksaan yang ditawarkan lewat naskah akademik oleh mantan Aspidsus Kejati Riau ini berangkat dari posisi kejaksaan yang praktis tidak merdeka.

Mantan Kepala Kejari Muko-muko Bengkulu ini secara terbuka mengakui beratnya posisi kejaksaan dalam penanganan perkara melibatkan eksekutif.

Ia lalu bercerita pengalaman saat bertugas di Kejati Jawa Tengah, ketika menangani kasus eks Bupati Karanganyar, Rina Iriani Sri Ratnaningsih.
Dikatakannya, memproses hukum tokoh yang kuat secara ekonomi dan politik, tekanan eksternal dan internal pun sangat kuat. Butuh waktu tiga tahun hingga perkara itu bisa disidangkan.

Padahal, tambahnya, sejak awal alat bukti lengkap dan kuat, bisa dipertanggungjawabkan. Perlu ekpose sampai tiga kali di hadapan Jaksa Agung, hingga meyakinkan perkara itu bisa diputuskan jalan. “Akhirnya proses hukum jalan, meski tidak dilakukan penahanan,” katanya.

Contoh-contoh nyata ketidakmerdekanya kejaksaan ini bagi Sugeng mengharuskan dilakukan perubahan mendasar.

Kinerja kejaksaan sangat tergantung politik Presiden (eksekutif). Meski perubahannya tidak mudah karena ini jalan politik, Sugeng berharap langkah itu harus ditempuh.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Dr Warih Sadono SH, memuji keberanian Sugeng Riyanta menyampaikan gagasannya lewat disertasi doktoralnya.

“Ini sesuatu yang ideal, perjalanannya panjang. Keberanian ini bisa ditularkan ke jaksa-jaksa lain,” kata Warih Sadono yang pernah bertugas di KPK ini.

Sugeng Riyanta lahir di Dusun Banaran, Galur, Kulonprogo 4 November 1972. Alumni SMA 7 Yogyakarta mulai menimba ilmu di FH UNS pada 1992, dan lulus 1996.

Ia memulai kerja sebagai CPNS di Kejari Kebumen, sebelum melanglang tugas di berbagai daerah. Sejak 2016 ia menjadi Aspidsus Kejati Riau.

Dua tahun kemudian ditugaskansebagai Kepala Subdit TPK dan TPPU Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, dan kin sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat. Syamsuri

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *