Connect with us

NASIONAL

Tak Sesuai Konstitusi : Pencopotan Fadel Muhammad oleh DPD Cacat Hukum

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Kamis (18/8/2022) lalu yang memutuskan mengganti Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari unsur DPD Fadel Muhammad, kini jadi sorotan tajam masyarakat.

Keputusan DPD ini sangat mengejutkan. Karena sejauh ini tidak pernah terdengar ribut-ribut ataupun keluhan di kalangan anggota DPD terkait kinerja Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR yang mewakili unsur DPD.

Menurut Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, pencopotan itu karena adanya mosi tidak percaya terkait keinginan mayoritas anggota DPD untuk menarik Fadel dari jabatan wakil ketua MPR.

Dikatakan La Nyalla, dalam Sidang Paripurna ke-13 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, diputuskan bahwa mosi tidak percaya akan diteruskan ke Badan Kehormatan dan kelompok DPD RI,

Terkait masalah itu, Pengamat Politik yang juga dikenal sebagai wartawan senior Aris Kuncoro menilai bahwa pencopotan Fadel Muhammad melalui mosi tidak percaya itu patut dipertanyakan legalitasnya.

Karena “mosi tidak percaya” itu tidak ada dalam aturan perundang-undangan. “Dan tidak sesuai dengan tata tertib, maupun aturan lain yang ada di DPD dan MPR,” tandas Aris Kuncoro, di Jakarta, Senin (22/08/2022).

Oleh karena itu, menurut Aris Kuncoro yang juga Plt Ketua Umum DPP Perkumpulan Wartawan Online Independen Nusantara (PWO-IN), segala bentuk usulan atau yang diistilahkan ‘pengambilalihan mandat’ oleh sejumlah anggota DPD tentu saja inkonstitusional.

Apalagi, sejauh ini tidak pernah disebutkan dengan jelas apa alasannya, sehingga DPD harus melakukan pemakzulan terhadap Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR periode 2019-2024.

Bahkan dari pihak-pihak yang berupaya melengserkan Fadel Muhammad dari jabatan Wakil Ketua MPR juga tidak pernah terdengar tudingan bahwa Fadel telah melakukan pelanggaran hukum atau pun aturan di internal DPD.

“Terkesan para anggota DPD terlalu memaksakan untuk mencopot Fadel dari jabatan Wakil Ketua MPR, tanpa alasan yang jelas. Dan tindakan ini bisa disebut pelanggaran konstitusi,” ujar Aris Kuncoro yang juga Pemimpin Redaksi wartamerdeka.info.

Aris Kuntjoro

Diketahui, secara tersirat, Wakil Ketua DPD Mahyudin, memgungkapkan, alasan secara umum pencopotan Fadel Muhammad itu yaitu karena adanya masalah komunikasi antara pihak Fadel dengan lembaga DPD itu sendiri.
Ia mengatakan bahwa Fadel Muhammad tidak pernah melaporkan hasil penugasan selama tiga tahun sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD.

Alasan itu menurut Aris Kuncoro sangat mudah terbantahkan. Karena dari pengamatannya, bahwa Fadel telah bekerja dan menjalankan tugas sesuai amanat peraturan perundang-undangan, termasuk menjalankan Pasal 138 ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentang Tata Tertib (Tatib), yang mengamanatkan dirinya untuk menyampaikan laporan kinerja di hadapan sidang paripurna DPD.

“Jadi, boleh disebut, pencopotan Fadel sebagai Wakil Ketua MPR itu adalah tindakan melanggar konstitusi,” tandasnya.

Wartawan senior yang juga mantan Redaktur Politik di Harian Merdeka ini, mendukung rencana Fadel yang akan melakukan sejumlah perlawanan dengan jalur hukum atas pemecatan tersebut.
Untuk diketahui, usai diberhentikan dari pimpinan MPR RI ada tiga langkah hukum yang akan dilakukan Fadel.

Pertama, upaya hukum secara internal dengan melapor ke BK. Fadel akan membuat somasi terhadap Ketua, pimpinan dan para anggota DPD RI yang menandatangani. Fadel menganggap langkah “mosi tidak percaya” itu tidak sesuai tata tertib dan tidak ada dalam aturan di DPD. Untuk itu Fadel akan menuntut somasi sebesar Rp 100 miliar yang ditanggung oleh DPD RI.

Kedua, Fadel dan tim hukum juga akan melaporkan ke polisi atas pencemaran nama baik. Ketiga, karena sudah ditetapkan dan diketok palu dalam Sidang Paripurna oleh Ketua DPD RI, maka Fadel akan ajukan hal ini ke PTUN.

Terakhir Fadel akan mengajukan gugatan perdata dengan penetapan ganti rugi. Fadel ini seperti diketahui, masa baktinya menjadi Wakil Ketua MPR RI dalam satu periode 2019-2024. Sehingga pencopotannya dengan proses pengambilan suara itu tidak sesuai dengan kaidah hukum dan aturan perundang-undangan.

“Tindakan sewenang-wenang DPD yang tidak sesuai konstitusi ini harus dilawan,” tandasnya.

Telaah Hukum
Dalam kasus yang menimpa Fadel Muhammad ini, terdapat beberapa hal yang harus digarisbawahi.

A. Fakta Hukum Fadel Muhammad selaku pimpinan MPR
1. Pencalonan, pemilihan, dan pengangkatan Fadel Muhammad sebagai wakil ketua MPR periode 2019-2024 telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya ketentuan Pasal 15 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 dan ketentuan Pasal 19 Perturan MPR No 1 tentang Tata Tertib;
2. Secara administrasi hukum, keputusan Fadel Muhammad selaku wakil ketua MPR periode 2019-2024 juga telah dituangkan dalam Surat Keputusan MPR Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

B. Insiden Hukum rencana penggantian Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR periode 2019-2022
1. Usulan penggantian Fadel Muhammad selaku wakil ketua MPR dilakukan oleh mosi tidak percaya 91 (sembilan puluh satu) anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.

Sidang paripurna pada tgl 15 Agustus tersebut sebenarnya merupakan agenda konstitusional salah satunya untuk mendengarkan laporan kinerja Fadel Muhammad selaku wakil ketua MPR untuk tahun sidang 2021-2022.

Konstitusionalitas pelaksanaan laporan kinerja ini sesuai dengan amanat aturan Pasal 138 ayat (1) Peraturan DPD No 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib (baru berlaku tahun ini).
Selanjutnya aturan Pasal 138 ayat (2) Peraturan DPD tentang Tatib itu mengamanatkan bahwa laporan kinerja ditindaklanjuti oleh Kelompok DPD di MPR. Jika melihat fakta hukum tersebut dapat disimpulkam bahwa:

a. Mosi tidak percaya yang disampaikan tidak memiliki landasan aturan hukum tertulis yang wajib ditaati sesuai sumpah jabatan seluruh pimpinan dan anggota DPD.

Secara konstitusional, mosi tidak percaya juga tidak dikenal apalagi diakui dalam struktur hukum negara kita mulai dari UUD NRI 1945, undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya;

b. Laporan kinerja yang disampaikan Fadel Muhammad sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dalam hal ini Pasal 138 ayat (1) Peraturan DPD No 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas pelaksanaan tugas Fadel Muhammad selaku wakil ketua MPR selama satu tahun sidang;

c. Tidak ada aturan hukum lain yang mengatur tentang tindaklanjut dari penyampaian laporan kinerja Fadel Muhammad selaku wakil ketua MPR selain laporan ditindaklanjuti oleh Kelompok DPD di MPR (Pasal 138 ayat (2) Peraturan Tatib DPD).

2. Mosi tidak percaya terhadap Fadel Muhammad yang jelas-jelas melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia itu kemudian disampaikan kepada Badan Kehormatan DPD untuk ditindaklanjuti.

Terhadap hal ini fakta hukum yang harus ditaati adalah:

a. Sesuai aturan Pasal 99 Peraturan Tata Tertib DPD dinyatakan bahwa pimpinan Badan Kehormatan memiliki masa jabatan untuk satu tahun sidang.

Berdasarkan hal tersebut, setelah tanggal15 Agustus dimana tahun sidang 2021-2022 telah ditutup dengan pidato ketua DPD dalam sidang paripurna, maka semua pimpinan dan anggota alat kelengkapan DPD termasuk pimpinan dan anggota Badan Kehormatan sudah tidak lagi menjabat sampai dengan ditentukan keanggotaan baru dalam sidang paripurna DPD dan dilakukan pemilihan pimpinan Badan Kehormatan yang baru.

Untuk itu segala kegiatan alat kelengkapan DPD terhitung setelah pidato penutupan tahun sidang 2021-2022 pada tanggal 15 Agustus adalah tindakan yang inkonstitusional karena tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku;

b. Pasal 298 ayat (3) Peraturan Tata Tertib DPD menegaskan bahwa Badan Kehormatan berwenang untuk menangani dugaan pelanggaran kode etik.

Selain itu, dalam Pasal 100 Peraturan Tatib DPD ditegaskan tugas Badan Kehormatan adalah melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:

a) Tidak melaksanakan kewajiban;

b) Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a;

c) Tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d;

d) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf e;

e) Melanggar pakta integritas; dan/atau

f) Melanggar ketentuan larangan Anggota;

Kemudian Pasal 240 Peraturan Tatib DPD makin memberikan penegasan bahwa pengaduan disampaikan oleh masyarakat tentang perilaku anggota DPD.

c. Berikutnya fakta hukum terkait pemberhentian anggota DPD, pakta integritas, kewajiban, larangan, dan sanksi.

a) Pasal 25 Peraturan Tatib DPD mengatur tentang pemberhentiana ntarwaktu, yang utama disini adalah terkait dengan ketentuan “diberhentikan”. Dalam hal ini ketentuan tersebut telah memberikan kepastian hukum bahwa, anggota diberhentikan antarwaktu apabila:

– Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
– Melanggar sumpah/janji jabatan dan Kode Etik;
– Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
– Tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat Alat Kelengkapan yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
– tidak memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum; atau
– Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Peraturan DPD ini.

b) Pasal 11 Peraturan Tatib DPD mengatur Pakta Integritas yang mengatakan bahwa pakta integritas yang harus dijalankan oleh anggota adalah:

– Bersedia dan bersungguh-sungguh menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang DPD;
– Bersedia ditugaskan DPD sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPD;
– Tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
– Bersedia melaporkan harta kekayaan secara jujur dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
– Tidak menerima dan/atau memberi imbalan atau hadiah dari pihak lain, secara melawan hukum terkait tugas dan kewajibannya termasuk Pimpinan Alat Kelengkapan; dan
– Menaati sanksi atas pelanggaran karena tidak memenuhi kewajiban sebagai Anggota sebagaimana diatur dalam Peraturan DPD tentang Tata Tertib dan/atau Kode Etik.

c) Pasal 13 mengatur tentang kewajiban anggota DPD yaitu:
– Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
– Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
– Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
– Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, golongan, dan daerah;
– Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara; daerah.
– Menaati tata tertib dan kode etik;
– Mematuhi dan/atau menaati keputusan lembaga;
– Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;
– Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;
– Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya; dan
– Menyebarluaskan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

d) Pasal 298 tentang larangan bagi anggota DPD adalah, tidak boleh rangkap jabatan, dilarang melakukan pekerjaan lain, dilarang melakukan KKN dan menerima gratifikasi;
e) Terakhir Pasal 299 ayat (1) mengatur tegas tentang sanksi bagi anggota yang tidak melaksanakan kewajiban berupa sanksi teguran lisan, teguran tertulis, diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan dan/atau diberhentikan sebagai Anggota DPD.

Selanjutnya ayat (2) mengatur tentang sanksi pemberhentian bagi anggota yang terbukti melanggar ketentuan larangan anggota DPD.

Ayat (3) mengatur tentang sanksi pemberhentian sebagai angggota bagi anggota yang terbukti melakukan KKN berdasarkan keputusan pengadilan.

d. Dari uraian huruf a sampai dengan huruf c diatas dapat ditegaskan bahwa:

a) Mosi tidak percaya tidak dikenal dalam kententuan hukum dan peraturan perundang-undangan utamanya yang mengatur tentang pelaksanaan tugas MPR, dan DPD;
b) Pimpinan dan keanggotaan alat kelengkapan DPD terhitung sejak penutupan tahun sidang 2021-2022 pada tanggal 15 Agustus 2022 telah berakhir masa jabatannya.

Sebelum diadakan penetapan keanggotaan dan pemilihan pimpinan untuk tahun sidang 2022-2023, segala bentuk pelaksanaan tugas alat kelengkapan termasuk Badan Kehormatan tidak sesuai atau bahkan melanggar peraturan perundang-undangan;

c) Badan Kehormatan hanya memiliki kewenangan untuk menangani dugaan pelanggaran kode etik, melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota yang disampaikan oleh masyarakat (bukan anggota dan/atau pimpinan DPD);
d) Sanksi bagi anggota DPD diberikan hanya ketika anggota melanggar sumpah/janji jabatan, melanggar pakta integritas, melanggar kewajiban, dan melanggar larangan;
e) Sanksi yang diberikan atas pelanggaran-pelanggaran tersebut hanya berupa teguran lisan, teguran tertulis, diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan dan/atau diberhentikan sebagai Anggota DPD.

C. Konklusi
1. Kedudukan Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 adalah sah menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Pelaksanaan tugas Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR periode 2019- 2024 telah dijalankan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan. Bahkan, terhadap amanat Pasal 138 ayat (1) Peraturan DPD tentang Tatib (baru berlaku tahun 2022) yang mengamanatkan untuk menyampaikan laporan kinerja saja sudah dijalankan oleh Fadel Muhammad di hadapan sidang paripurna DPD;
3. Penggantian Fadel Muhammad selaku Wakil Ketua MPR Periode 2019-2024 dapat dilakukan sesuai amanat ketentuan peraturan tata tertib MPR; dan
4. Untuk itu, segala bentuk usulan atau diistilahkan “pengambilalihan mandat” yang dilakukan oleh anggota DPD terhadap jabatan Fadel Muhammad adalah inkonstitusional selama tidak dilakukan sesuai dengan kaidah hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hal tersebut malah dapat dimasukkan dalam kategori perbuatan yang tidak melaksanakan sumpah/janji jabatan yang telah diucapkan, dan kewajiban sebagai anggota DPD untuk menaati Pancasila, UUD NRI 1945, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

MARKAS

Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peningkatan Alutsista dan Kesejahteraan Prajurit

Published

on

By

JAKARTA | KopiPagi : Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendorong Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk senantiasa meremajakan dan memodernisasi alat utama sistem senjata (Alutsista) guna menjaga kedaulatan bangsa Indonesia. Indonesia sebagai negara berdaulat perlu memiliki kemampuan militer yang tangguh dan profesional.

“TNI harus terus meningkatkan kemampuan, profesionalisme, dan kesiapsiagaan dalam mengemban berbagai tugas dengan memegang teguh amanat Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Termasuk meningkatkan pemenuhan Alutsista dalam menangkal dan menindak beragam ancaman terhadap kedaulatan negara,” ujar Bamsoet usai bertemu Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak di Jakarta, Selasa (30/o04/2024).

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, TNI tengah memasuki tahap akhir penyelesaian Minimum Essential Force (MEF). Diharapkan pada tahun ini jumlah kekuatan Alutsista MEF masing-masing matra TNI sudah bisa terpenuhi.

“Antara lain Matra Darat dengan 723.564 senjata ringan, 1.354 meriam/roket/rudal, 3.738 kendaraan tempur dan 224 pesawat terbang. Marta Laut dengan 182 unit KRI, 8 kapal selam, 100 pesawat udara dan 978 kendaraan tempur marinir. Sedangkan Matra Udara dengan 344 pesawat tempur, 32 radar, 72 peluru kendali, dan 64 penangkis serangan udara,” kata Bamsoet.

Penerima penghargaan Brevet Baret Ungu Korps Marinir Warga Kehormatan TNI AL, Brevet Wing Penerbang Kelas 1 Pesawat Tempur Warga Kehormatan TNI-AU, serta Brevet Hiu Kencana Satuan Kapal Selam Warga Kehormatan TNI-AL ini menambahkan, selain penguatan Alutsista, perlu juga dilakukan peningkatan kesejahteraan prajurit TNI, khususnya dalam kepemilikan rumah. Selama ini para prajurit TNI hanya mendapatkan fasilitas rumah dinas yang harus dikembalikan kepada negara saat purna tugas.

“Kepemilikan rumah ini harus menjadi salah satu prioritas dalam meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Sehingga, ketika mereka pensiun tidak bingung harus tinggal dimana karena rumah dinas yang ditempati harus dikembalikan ke negara. Begitu pula jika terjadi sesuatu kepada prajurit TNI saat bertugas menjaga kedaulatan negara, maka keluarga yang ditinggalkan tidak harus mengalami kesulitan terkait rumah tinggal,” papar Bamsoet.

Dosen pascasarjana Universitas Pertahanan RI (UNHAN) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini juga mendorong pemerintah meningkatkan tunjangan kinerja dan uang lauk pauk bagi prajurit TNI. Sekalipun sudah ada sejumlah komponen tunjangan yang diberikan kepada para prajurit TNI, namun tunjangan tersebut masih kurang memadai dalam memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarga.

“Tugas para prajurit TNI dalam menjaga keutuhan NKRI sangatlah berat. Bahkan, nyawa pun harus rela dikorbankan guna mempertahankan kedaulatan bangsa. Karenanya, peningkatan kesejahteraan para prajurit TNI harus terus dilakukan pemerintah sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada para prajurit TNI,” pungkas Bamsoet. *Kop.

Continue Reading

NASIONAL

Hadapi Dampak Bencana : Pemerintah & Pemda Diminta Persiapkan Langkah Mitigasi

Published

on

By

JAKARTA | KopiPagi : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mencatat, per 12 April 2024, sebanyak 76% atau 533 Zona Musim di Indonesia, tengah mengalami musim hujan, sedangkan 8% atau 53 Zona Musim mengalami musim kemarau.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo merespon apa yang disampaikan BMKG dan meminta pemerintah dan pemerintah daerah agar mempersiapkan langkah mitigasi untuk menghadapi potensi dampak akibat kondisi cuaca di tiap-tiap wilayah tersebut, khususnya wilayah yang mengalami musim hujan, agar dapat mempersiapkan diri akan dampak yang diakibatkan seperti banjir dan longsor.

Pemerintah dan pemerintah daerah diminta agar selalu berkoordinasi dengan BMKG sebagai upaya mengetahui lebih awal adanya bencana, dan agar BMKG selalu mengupdate dan memastikan kondisi cuaca di masing-masing daerah, guna mencegah terjadinya korban jiwa akibat bencana atau dampak yang ditimbulkan apabila kondisi cuaca ekstrem, baik hujan ekstrem maupun panas ekstrem.

Selain itu pemerintah dan pemerintah daerah dapat memetakan sektor-sektor yang paling berdampak di kondisi cuaca hujan maupun panas, seperti sektor pertanian, agar dapat dilakukan langkah antisipasi yang tepat untuk mencegah adanya kerugian, termasuk juga di sejumlah sektor-sektor lainnya.

MPR RI mendorong pemerintah mengimbau dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kesehatan, mengingat adanya potensi penyakit yang muncul di tengah cuaca hujan maupun panas. *Kop.

Continue Reading

POLKAM

Dalil Keselamatan Rakyat Hukum Tertinggi untuk Membasmi OPM di Papua

Published

on

By

JAKARTA | KopiPagi : Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dibawah kepemimpinan Marsekal TNI (purn) Hadi Tjahjanto, menjadi leading sector dalam memaksimalkan berbagai potensi kekuatan TNI, Polri, hingga intelijen negara dalam mengatasi berbagai persoalan di Papua. Dari mulai permasalahan keamanan hingga kesejahteraan.

Salah satu dalil yang bisa dipegang selain Keselamatan Rakyat merupakan hukum tertinggi disuatu negara adalah ‘Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia’, yang merupakan salah satu tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Jika tidak dilaksanakan, maka sama saja tidak menjalankan amanat konstitusi.

“Instruksi dan koordinasi dari satu pintu, yakni dari kantor Kemenkopolhukam. Memastikan setiap pergerakan pasukan TNI-Polri hingga intelijen di lapangan termonitor dengan baik. Sehingga potensi kekuatan TNI, Polri, dan intelijen bisa dimaksimalkan untuk mewujudkan Papua yang aman dan damai, dengan tetap mengedepankan pendekatan kesejahteraan tanpa meninggalkan pendekatan penegakan hukum dan kedaulatan bangsa,” ujar Bamsoet usai Pertemuan Pimpinan MPR RI dengan Menkopolhukam Marsekal TNI (purn) Hadi Tjahjanto, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (30/04/2024).

Hadir Wakil Ketua MPR RI Amir Uskara dan Fadel Muhammad, serta Ketua Komite II DPD RI sekaligus Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota MPR RI Papua (MPR RI For Papua) Yorrys Raweyai.

Turut hadir jajaran Kemenkopolhukam antara lain, Deputi I Politik Dalam Negeri Mayjen TNI Heri Wiranto, Deputi II Politik Luar Negeri Rina Prihtyasmiarsi Soemarno, Deputi III Hukum dan HAM Sugeng Purnomo, Deputi IV Pertahanan Negara Laksda TNI Kisdiyanto, dan Deputi V Keamanan Nasional Irjen Pol Rudolf Alert Rodja.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, MPR dalam kapasitasnya sebagai pengatur iklim dan suhu politik nasional senantiasa merasa terpanggil untuk membangun berbagai pemikiran yang konstruktif melalui musyawarah, dialog, dan diskusi dengan pemikiran yang terbuka. Sehingga dapat melihat setiap persoalan dari berbagai sudut pandang.

“Pada hakikatnya penyelesaian setiap konflik harus mendahulukan cara-cara damai dan pendekatan humanis. Di sisi lain, mengedepankan soft approach tidak kemudian dimaknai mengabaikan langkah tegas dan terukur, khususnya ketika hidup dan kehidupan rakyat yang menjadi taruhannya. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa hak rakyat Papua untuk hidup aman dan damai, tidak tercederai oleh adanya aksi kekerasan yang menghantui kehidupan mereka,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, sejak awal taun 2024 saja, hingga saat ini setidaknya sudah terjadi 12 tindak kekerasan di Papua. Antara lain, pada 4 April 2024, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali melakukan aksinya menyerang pos keamanan TNI-Polri Bank Papua di Intan Jaya, Papua Tengah. Akibat dari serangan KKB tersebut terdapat dua anak-anak yang tertembak.

“Pada 18 Maret 2024, prajurit Korps Marinir, Sertu (Mar) Ismunandar gugur ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Distrik Muara, Puncak Jaya, Papua Tengah. Pada 6 Februari 2024, terjadi aksi penembakan oleh gerombolan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang mengakibatkan 1 orang polisi dan 1 warga sipil terluka, bertempat di Bandara Perintis Banyubiru Kabupaten Paniai, Papua Tengah,” terang Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menambahkan, dari aspek ekonomi, UU No. 2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, harus difokuskan pada keberlanjutan pemberian dana Otsus serta perbaikan tata-kelolanya. Serta pemekaran wilayah Papua, dapat menjadi pintu masuk bagi penyelesaian berbagai persoalan yang masih mengemuka.

“Sebagai gambaran, pada tahun 2024, dana Otsus Papua mencapai Rp 9,62 triliun. Meningkat jika dibandingkan tahun 2023 sebesar Rp 8,91 triliun. Besarnya dana otsus ini harus diimbangi dengan mekanisme evaluasi untuk mengukur efektivitas dan akuntabilitasnya. Khususnya dalam memajukan Papua yang aman, damai, dan sejahtera. Dengan mengedepankan pendidikan dan kesehatan gratis bagi para penduduk Papua,” pungkas Bamsoet. *Kop.

Continue Reading

Trending