Connect with us

HUKRIM

Polres Jakpus Didesak Ungkap Perundungan & Pelecehan Seksual di Kantor KPI

Published

on

MS, Pegawai Berstatus Kontrak Ditelanjangi 7 Rekan Kerjanya Bertahun-tahun
Lapor ke Polsek Gambir Diabaikan, Kabareskrim Komjen Agus Turun Tangan

KopiPagi | JAKARTA : Kabar tak sedap dan sungguh sangat mengenaskan justru berhembus dari kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Seorang pegawai kontrak berisial MS menjadi bulan-bulanan pelecehan seksual dan perundungan oleh 7 rekan kerjanya. Tindakan amoral justru sudah berlangsung beberapa tahun, sejak tahun 2012.

Duh, betapa tersiksanya batin MS mengalami dugaan perundungan dan pelecehan seksual selama 3 tahunan. Padahal ia sudah berkeluarga, punya istri dan anak. Ia tetap bertahan bekerja demi menghidupi anak istri, walau batinnya hancur berkeping. Betapa tidak hancur, ia sering mengalami rudapaksa dari 7 rekan kerjanya. Bahkan, sempat ditelanjangi pula di kantor yang notabene justru mengawasi tayangan-tayangan yang tidak sesuai harkat dan martabat bangsa.

ILUSTRASI : Rudapaksa.

Ironis memang. Lembaga yang mengawasi dan bisa menjatuhkan sanksi pada tayangan yang melanggar kesoponan, asusila (pornografi), sadisme dan lainnya justru ada oknum yang diduga berjumlah 7 pegawai melakukan tindakan diluar batas kemanusian terhadap rekan kerjanya yang masih berstatus kontrak.

Memendam dan menahan siksaan batin sekian lamanya bukannya hal mudah. Terlebih sampai ditelanjangi. MS pun dalam surat terbukanya merasa sudah putus asa. Merasa menjadi manusia yang sudah tidak ada harganya. Hanya keluarga, istri dan anaknya yang memberi kekuatan demi kelangsungan hidup keluarga kecilnya yang sederhana.

Sebenarnya MS yang merasa tertindas secara psykis bertahun-tahun masih berusaha membangkitkan mental dan moralnya dari tindakan perundungan dan rudapaksa ke 7 rekan kerjanya. Maka MS pun berusaha mengadukan apa yang dialami ke Polsek Gambir Jakarta Pusat. Tapi lagi-lagi usahanya gagal karena pihak Polsek Gambir tidak responsif dan menyarankan agar korban MS mengadukan ke atasannya.

Alamak!!! MS pun merasa sudah tamat dan buntu untuk mencari keadilan. Aparat Kepolisian, khususnya Polsek Gambir yang diharapkan bisa Melayani, Mengayomi dan Melindungi justru malah sebaliknya yang MS dapatkan. Kapolsek-nya dinilai tidak layak  memimpin wilayah hukum Jajaran Polsek Gambir dan sudah sepatutnya dicopot dari jabatannya.

Berdasarkan surat terbuka itu MS, menyebut terduga pelaku berjumlah tujuh orang. Mereka adalah RM (Divisi Humas bagian Protokol KPI Pusat), TS dan SG (Divisi Visual Data), dan RT (Divisi Visual Data).

Lalu, FP (Divisi Visual Data), EO (Divisi Visual Data), CL (eks Divisi Visual Data, kini menjadi Desain Grafis di Divisi Humas), dan TK (Divisi Visual Data).

Dia mengaku telah mengalami perundungan dan pelecehan seksual oleh teman sekantornya ini sejak 2012.

Perlakuan tidak menyenangkan dari teman sekantor itu disebutkan MS, mulai dari diperbudak, dirundung secara verbal maupun non verbal, bahkan ditelanjangi. Kejadian itu terus terjadi sampai 2014 hingga akhirnya MS divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) usai ke psikolog di Puskesmas Tamansari lantaran semakin merasa stres dan frustrasi.

“Kadang di tengah malam, saya teriak-teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu. Rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia,” kata MS dalam surat terbukanya yang dilanasir koranpagionline.com, Kamis (02/09/2021).

Dalam suratnya, MS beberapa kali sempat membuat laporan ke Polsek Metro Gambir. Namun, seperti diketahi laporan tersebut tak kunjung ditindaklanjuti. Kalau dibilang tak digubris dan nyatanya memang tidak ditinfaklanjuti.

Kini MS sedikit berlega hati. Kasusnya sudah bergulir ke ranah hukum. Ia banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, mulai dari Komisi III DPR RI, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto hingga berbagai elemen masyarakat. Dan tentunya pihak KPI Pusat sendiri yang mendampingi MS untuk melaporkan kejadian yang menimpanya secara resmi ke Polres Metro Jakarta Pusat, Rabu (01/09/2021) malam.

Pelaku Harus Dipidana! 

Dalam kesempatan lain, Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad  menyayangkan adanya perundungan bahkan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan KPI. Menurutnya, tindakan tersebut tidak mencerminkan sifat kemanusiaan.

Pakar hukum pidana, Suparji Ahmad.

“Perundungan hingga pelecehan seksual tersebut jelas perbuatan yang amat disayangkan. Terlebih hal ini terjadi di lingkungan KPI, yang notabene kerja mereka terkait dengan nilai dan moral yang dianut di Indonesia,” jelasnya dalam keterangan persnya.

“Dan yang lebih disayangkan adalah terduga pelaku merupakan orang-orang yang sudah dewasa. Korban pun sudah punya anak dan keluarga. Jadi amat memprihatinkan kasus ini,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa semua tindakan yang dialami pria berinisial MS merupakan tindak pidana. Dari mulai cemooh, perundungan, termasuk juga pelecehan seksual.

“Semua tindakan yang dialami MS sejak beberapa tahun lalu jelas tak bisa ditoleransi. Maka tak ada jalan keluar lain untuk menyelesaikan kasus ini kecuali secara hukum,” tegas Suparji.

Suparji berharap, ada tindakan tegas terkait kasus ini. Mengingat MS sudah secara resmi melalukan pengaduan didampingi oleh pihak KPI.

“Semua yang terlibat dalam kasus ini harus ditindak tegas. Saya menilai, hal ini tak bisa diselesaikan dengan restorative justice mengingat peristiwa sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan psikis korban sudah terdampak,” paparnya.

Saya pribadi, kata dia, turut mempertanyakan pihak KPI yang tidak memberi sanksi tegas kepada pelaku sedari dulu. Mengapa setelah  viral baru melakukan investigasi internal secara mendalam. Padahal, korban sudah melapor langsung ke petinggi di KPI namun tak ada tindak lanjut.

“Meski demikian, speak up MS ini patut diapresiasi dan harus didukung seluruh lapisan masyarakat. Tindakan MS merupakan tindakan yang berani, dan akhirnya mendapat respon positif dari masyarakat,” pungkasnya.

Tidak Bisa Dibiarkan

Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mendukung langkah cepat Polri yang langsung turun tangan untuk mengusut kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan terhadap seorang pegawai di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berinisial MS oleh rekan kerjanya sendiri. Sahroni menilai kasus perundungan di tempat kerja adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi karena menimbulkan efek luar biasa terhadap korban.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Foto – Ist.

“Apalagi kita tahu bahwa kasus perundungan itu sudah dialami secara bertahun-tahun dan terjadi di salah satu lembaga negara. Ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, kenapa kami di Nasdem gencar memperjuangkan RUU PKS? Agar pelaporan-pelaporan kasus seperti ini bisa lebih efektif penindakannya,” kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (02/08/2021).

Sahroni juga menyoroti pengakuan korban yang sudah mengadu ke Polsek Gambir, namun justru pihak kepolisian meminta korban mengadukan ke atasan dan penyelesaiannya secara internal lembaga. Menurut dia, tugas polisi adalah memproses laporan yang masuk, apalagi jika tindakan yang diadukan ada unsur pidana.

Oleh karena itu, Sahroni menyayangkan sikap Polsek Gambir yang justru tidak menganggap serius laporan korban. Sahroni menegaskan bahwa tugas polisi adalah memproses laporan masyarakat, dan laporan korban MS diduga mengandung unsur pidana, yaitu penganiayaan.

“Kalau begini, sangat disayangkan karena nantinya korban perundungan jadi enggan mengadu ke polisi, lalu kita mau membiarkan saja tindakan seperti ini terjadi? Bagaimana kalau yang dirundung anak kita sendiri? Karenanya polisi juga harus telusuri jajarannya yang dimaksud,” ujarnya.

Politikus Partai NasDem itu juga meminta terduga pelaku dipecat dan dihukum seberat-beratnya sesuai dengan tindakan yang telah dilakukan. Menurut dia, korban MS juga wajib mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan perawatan untuk memulihkan mentalnya yang tertekan.

“Saya tegaskan bahwa kami menolak keras perundungan di tempat kerja atau di mana pun, dan negara harus berdiri bersama korban,” katanya.

Seperti diketahui, sebelumnya, seorang pria yang mengaku sebagai pegawai KPI Pusat mengaku sebagai korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat dalam kurun waktu 2011 hingga 2020. Pengakuan korban itu muncul ke publik lewat siaran tertulis yang diterima oleh sejumlah media nasional di Jakarta, Rabu (01/09/2021) kemarin.

Dalam pengakuan itu, korban mengaku mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban.

KPI akan Dampingi Korbam

Dalam kesempatan terpisah, Ketua KPI Pusat Agung Suprio mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi segala bentuk pelecehan seksual dan perundungan dalam bentuk apa pun. KPI mendukung kepolisian mengusut kasus pelecehan seksual dan perundungan yang diduga dilakukan oleh tujuh pegawainya terhadap seorang pegawai KPI Pusat.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio. Foto – Dokumen Pribadi.

Selain itu KPI juga memastikan akan memberikan perlindungan kepada terduga korban dan memberikan sanksi tegas kepada para terduga pelaku. Untuk itu, KPI Pusat sudah melakukan pemeriksaan kepada 7 pegawai KPI terduga perundungan dan pelecehan seksual terhadap pewaia KPI berinisial MS.

Agung menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan untuk kepentingan internal KPI,  guna memberi sanksi terhadap 7 terduga pelaku, jika terbukti bersalah.

“Sementara kami nanti meminta keterangan untuk kebutuhan internal KPI. Ya, jelas,  kalau misalnya ada yang bersalah harus ada sanksi dari KPI kepada mereka yang melakukan tindak bully-ing (perundungan) atau tindak pelecehan,” terangnya, Kamis (02/09/2021).

KPI memastikan akan menonaktifkan 7 pegawainya jika terbukti menjadi pelaku pelecehan seksual dan perundungan terhadap terduga korban MS. Sedangkan MS sendiri meupakan pegawai kontrak KPI yang mengaku, menjadi bulan-bulanan pelecehan seksual dan perundungan rekannya sesama karyawan di lingkungan lembaga pengawas penyiaran negara tersebut.

“Jadi gini, kalau mereka (terduga pelaku) mengaku (bersalah) dalam pemanggilan (hari ini), kami akan nonaktifkan, lalu kemudian kalau korban ingin lanjut ke ranah pidana dan polisi, kami akan dampingi,” kata Ketua KPI Agung Suprio saat dihubungi wartawan, Kamis (02/09/2021).

Di samping itu, KPI juga memastikan akan mengikuti proses hukum yang berlaku dan mereka juga akan memberikan dukungan kepada korban.

“Nanti kalau, sudah berkekuatan hukum tetap, nah inikan polisi yang bisa memberikan kepastian hukum atau kesalahan apapun itu, dan nanti ada pihak pengadilan kalau sampai kesana. Ya, langkah-langkah itu harus ditempuh,” kata Agung.

“Kalau misalnya korban ingin menuntaskan rasa keadilannya, KPI terbuka akan hal ini, bersedia mendamping korban,” sambungnya.

Keputusan dari pengadilan dan kepolisian akan menjadi landasan KPI memberikan sanksi tegas kepada 7 karyawannya itu.

Sementara itu, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto mengatakan bahwa Bareskrim akan menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi di Kantor KPI Pusat. Menurutnya, penanganan perkara tersebut akan diarahkan ke Direktorat Tindak Pidana Umum atau Dittipidum Bareskrim Polri. *Kop/Ant/Sur/Tet.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *