Connect with us

RAGAM

Pemimpin Titipan Hasil Skenario Politik akan Jadi Pemimpin Remot Kontrol

Published

on

DEPOK | KopiPagi : Ketua Dewan Pendiri Lembaga Generasi Bangsa,(LGPB) Iwan Sofyan yang juga jebolan alumni Taplai Lemhannas angkatan 4 tahun 2014, serta alumni Training OF Trainer Bela negara kemenhan RI tahun 2019, kemukakan tentang pola pikirnya soal Pemimpin yang terbaik dan yang kurang baik lantaran disebut pemimpin remot kontrol, Jumat ( 03/12/2021)

Iwan Sofyan tak pernah berpikir, kalau suatu saat nanti akan datang pada waktunya sebuah kenyataan yang harus berhadapan dengan politik yang dilingkari oleh serba-serbi siasat dan untuk mensiasati. Sehingga akan menjadi sebuah dilema bagi yang memiliki jiwa pemimpin dan yang dibekali ilmu kepemimpinan. Sehingga hal tersebut harus bisa memilih diantara dua pilihan yang sangat mempengaruhi untuk menjadi pemimpin yang didasari atas pola pikir, pola sikap dan pola tindakan yang terukur oleh nilai kepercayaan masyarakat secara murni atau menjadi  yang didasari oleh skenario politik yang dikendalikan remot kontrol, sehingga dua hal tersebut dapat terasa hasil dari kepemimpinannya jika menjadi pemimpin.

“Dirinya yang juga terjun di dunia politik sejak tahun 1993 sampai saat ini dan sudah pasti paham tentang situasi dan kondisi cara berpolitik antara yang baik dan benar sesuai strategi atau berpolitik sesuai kesempatan yang bisa dimainkan dengan siasat untuk mensiasati dengan tujuan mencapai hasil yang diharapkan, meskipun harus menggunakan politik geser, tanpa adab dan etika lagi,” katanya.

Selanjutnya Iwan Sofyan menekankan pada ilmunya untuk bicara apa adanya, karena dengan apa adanya, maka akan menjadi pilihan yang tepat untuk berkarakter sebagai pemimpin yang memiliki jati diri dengan mengedepan intelektual, integritas untuk kepentingan bangsa dan negara.

Diakui, bahwa siapapun yang menjadi seorang pemimipin harus mutlak memiliki ilmu kepemimpinan. Sebab, tanpa ilmu kepemimpinan seorang pemimpin akan memimpin dengan kepala kosong tanpa isi yang pada akhirnya hanya bisa memimpin dengan remot kontrol dengan kata lain dimainkan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan, sehingga disebut pemimpin remot kontrol,

“Jika hal itu terjadi, maka kepemimpinannya akan menjadi carut marut, tanpa arah yang jelas dan penuh ketergantungan dengan remot control. Oleh  itu untuk selalu berpikir dengan intelektual, sehingga integritas akan bisa terlihat sebagai dasar untuk menjadi pemimpin yang sesungguhnya dan bukan pemimpin hasil dari skenario politik yang selalu mengedepankan bagi-bagi makanan diantara para elit politik yang pandai bermain kata dan memutar kalimat, serta berwajah dua dengan cara sandiwara politik.

Begitu besar harapannya untuk selalu saling mengingatkan, bahwasannya pemimpin sejati itu tidak bisa dikendalikan, melainkan seorang yang bisa dan sanggup mengendalikan dari orang-orang yang dipimpinnya dengan kata lain jangan sekali-kali menjadi pemimpin remot kontrol, karena kepemimpinannya akan selalu terkena imbas yang kurang baik, lantaran disebut pemimpin yang bodoh, karena tidak berkarakter yang sesungguhnya, sehingga tidak tidak mempunyai jati diri seorang pemimpin negarawan.

Maka dari sudut pandang itulah, Iwan Sofyan mempunyai pola berpikir secara intelektual dan cara melihat sikap yang ditampilkan seorang pemimpin tanpa ada terlihat integritas yang mengandung unsur keilmuan, maka seperti ibarat pemimpin yang kosong tanpa isi dan disebut pemimpin remot kontrol.

Bahwa pemimpin dilahirkan oleh rasa hati untuk melihat, mendengar keluhan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga pemimpin dapat menindaklanjuti dengan uluran tangan untuk turun langsung membantu, tanpa harus ada skenario politik atau pencitraan. ***

Pewarta : Erwin Sudarto.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *