Connect with us

HUKRIM

Pelecehan Berjamaah, ICK : 7 Oknum Pegawai KPI Harus Diperiksa Psikiater

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK) Gardi Gazarin, SH, mendesak otoritas penegak hukum memeriksa secara pidana dan psikiater 7 oknum pegawai KPI yang menangani kasus perundungan atau bullying dan pelecehan seksual berjamaah di lingkungan kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.

Akibat tindakan tersebut, korban megalami trauma dan mengalami sakit PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) berkepanjangan. Selain meminta Polres Metro Jakarta Pusat, ICK juga mendesak KPI mencopot kepegawaian oknum yang terlibat.

“Para terduga pelaku itu parut diduga mempunyai kelainan seks, makanya pertimbangan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Hengki Hariyadi  penting memeriksakan psikiater oknum pegawai yamg melakukan pelecehan seks pada korban MS,” kata Gardi Gazarin kepada wartawan di Jakarta, Senin (06/09/2021).

Tujuh pria oknum pelaku itu, kata Gardi Gazarin, melakukan pelecehan seksual terhadap korban yang juga pria patut diduga punya kelainan seks mengidap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).

“Itu patut dicermati penyidik memeriksakan para pelaku ke.psikitaer karena pelaku sepertinya merasa senang dan bahagia melakukan korban sesama jenis kelamin,” ungkap Gardi Gazarin.

Di samping itu, Gardi Gazarin meminta polisi tidak mengulur-ulur kasus ini karena selain sudah sangat lama korban menderita, polisi juga seakan tidak sepenuhnya bergerak cepat.

“ICK miris dengan kasus yang terjadi sejak tahun 2015 seperti diungkapkan korban dalam surat elektroniknya di jejaringan media sosial. Korban MS yang mengalami perundungan bertahun-tahun mengaku telah melaporkan hal tersebut ke beberapa pihak, mulai Komnas HAM, atasan di kantornya hingga kepolisian. Namun, ternyata tidak menemukan solusi penyelesaian yang terbaik. Hingga korban yang putus asa nekad mencari keadilan membuat surat kepada Presiden Joko Widodo,”  kata Gardi.

Gardi Gazarin menyebut pimpinan KPI tidak tanggap dengan situasi dan kondisi serta suasana lingkungan kantor yang tidak kondusif hingga adanya gangguan kenyamanan terhadap pegawainya.

Apalagi, sambung Ketua Forum Wartawan Polri (FWP) periode 2014 – 2016, korban telah memberi signal atau kode kepada pimpinannya tapi tidak ditanggapi tanpa meneliti permintaan korban untuk pindah tugas ke divisi lain.

“Ini sangat disayangkan, andai saja pimpinan KPI yang diminta korban untuk pindah meneliti keadaan korban secara psikis tentu kasus sudah terungkap tidak berlarut-larut seperti saat ini,” lanjut Gardi.

Sebagaimana diungkapkan Komisioner KPI, Nuning Rodiyah, kepada wartawan pada Kamis (02/09/2021) kemarin, mengaku korban pernah meminta langsung supaya bisa dipindah tugaskan. Namun para pimpinan KPI mengaku baru mengetahui kejadian itu setelah menjadi viral.

Tahun 2019 silam, Nuning pun mengaku pernah bertemu dengan korban. Saat itu korban meminta kepadanya supaya bisa dipindah ke divisi lain. Tapi tidak bisa mengabulkan begitu saja permintaan korban, karena masalah formasi yang penuh. Pindah divisi memang tak bisa segampang itu. Dan Nuning juga tak tahu kalau salah satu alasan korban adalah tragedi masa lalu.

“Itu pun juga disampaikan ke saya secara pribadi. Yang bersangkutan masuk ke ruangan saya, menanyakan kalau bisa saya pindahkan ke divisi lain. Saya sampaikan bahwa di divisi lain tentu pakai mekanisme. Ketika formasi kosong, yang bersangkutan bisa kemudian ikut seleksi di formasi tersebut,” papar Nuning.

“Jadi memang pertanyaannya berkaitan dengan keinginan yang bersangkutan ataupun penyampaian ke saya adalah keinginan yang bersangkutan untuk pindah dari divisinya,” lanjut Nuning.

MS mengaku sebagai korban pelecehan seksual dan bullying yang dilakukan tujuh rekan kerjanya yang lebih senior di KPI. Salah satu kejadiannya terjadi pada 2015 lalu. Para pelaku beramai-ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, dan melakukan pelecehan. Bahkan alat kelamin MS dicoret-coret dengan spidol.

MS langsung trauma dan hancur secara psikologis. Setelah kejadian itu, dia mengaku ada perubahan besar terhadap mental. Dia mengalami stres berat, terhina, dan trauma berat. Bahkan, ia mengaku, kerap berteriak sendiri saat tengah malam.

Viralnya permintaan korban kepada Presiden untuk mendapatkan keadilan menyebar lewat aplikasi pesan WhatsApp secara berantai berbentuk surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo tersebut ditulis lantaran MS yang mengaku karyawan KPI Pusat itu telah menjadi korban pelecehan dan perundungan di kantornya selama bertahun-tahun hingga korban tak betah berada di lingkungan kantor dan sering sakit.

“Pada 2019 saya akhirnya pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Tapi, petugas malah bilang, lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan” tulis MS dalam salah satu alinea surat terbukanya kepada Presiden, yang selama kurun waktu 2012 – 2014 sebelum alat kelamin korban di coret coret pelaku tahun 2015, korban kerap disuruh membelikan makan seolah budak juga dimaki bernuansa SARA.

Bertahunnya korban mengalami perundungan dan pelecehan oleh seniornya, ICK mendesak polisi untuk menangkap dan memeriksa para pelaku.

“Jangan ulur-ulur waktu lagi, korban sudah bertahun tersiksa. Polisi langsung ambil tindakan tegas. Pimpinan KPI juga harus segera mengambil tindakan dengan mencopot jabatan para pelaku sebagai sanksi perbuatan tindak pidana,” kata Gardi Gazarin. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *