Connect with us

REGIONAL

Menekan Laju Korupsi di Kalimantan Barat  Ala  Dr Masyhudi SH MH 

Published

on

KopiPagi | PONTIANAK : Berbagai upaya dan terobosan dilakukan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Barat, Dr Masyhudi SH MH, guna menekan lajunya tindak pidana korupsi. Salah satunya adalah tak henti-hentinya memberikan pemahaman dan pencerahan kepada masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat.

Seperti yang dilakukan Kajati Kalbar, Dr Masyhudi SH MH, saat tampil sebagai narasumber dalam dialog interaktif  Dinamika Khatulistiwa dengan tema “Penuntasan kasus korupsi di Kalbar” yang disiarkan RRI, Selasa (02/02/2021)

Posisi Indonesia dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di antara negara Asia Tenggara (Asean) berada di bawah Singapore, Brunei Darussalam, Malaysia dan Timor Leste. Transparency Internasional Indonesia (TII) mengumumkan untuk tahun 2020, Indonesia berada diurutan kelima.

Hal ini menunjukan bahwa ada kemunduran dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi semakin masif, agresif dan terorganisir. Para aparat penegak hukum (APH) melaksanakan pemberantasan korupsi semakin berat tantangannya.  Masih jauh dari ekspektasi atau harapan yang dicita-citakan.

Masyhudi mengatakan, dalam penanganan atau pemberantasan korupsi tidak terlepas dari upaya pencegahan dan penindakan. Pencegahan korupsi adalah suatu hal yang sangat penting untuk dilaksanakan sehingga orang tidak berbuat untuk korupsi. Upaya yang dilakukan adalah dengan tidak henti-hentinya melakukan penyuluhan atau penerangan hukum kepada semua elemen atau komponen dari masyarakat.

“Mulai dari masyarakat paling bawah sampai ke pejabat atau penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi. Tidak mencoba-coba untuk melakukan korupsi. Karenanya pencegahan juga merupakan upaya yang sangat penting dan efektif dalam penanganan perkara korupsi ini,” ujar Masyhudi.

Kemudian, penerangan atau penyuluhan hukum ini dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja di Kalimantan Barat dengan melibatkan para pemuda penerus bangsa dari usia dini atau sekolah yaitu para siswa dengan melibatkan guru, para pengurus lembaga pendidikan, para tokoh masyarakat, para tokoh agama, para pejabat atau penyelenggara negara dan dilaksanakan secara meluas dan di setiap kesempatan.

Selain itu, kata Masyhudi, Kejaksaan juga serius dalam pemberantasan dengan cara penindakan (Law Enforcement) tindak pidana korupsi.  Hal ini ditujukan agar para pelaku korupsi tidak berbuat atau melakukan lagi dan menjadi jera (Deterent Effect).

Upaya Kejaksaan dalam penanganan korupsi secara represif penindakan atau law Enforcment juga ditujukan untuk pengembalian kerugian negara.

“Hal ini dirasa sangat penting karena esensi tindak pidana korupsi adalah hilangnya keuangan negara yang mengakibatkan terganggunya perekonomian negara, sehingga terhambat pembangunan,” ucap Masyhudi.

Masyhudi mengungkapkan, modus operandi tindak pidana korupsi di daerah semakin canggih dan melibatkan banyak pihak.

Berdasarkan penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, modus operandinya yakni meminta sesuatu dengan jabatan yang ada, melakukan penyuapan, meminta suap atau memberi penyuapan, memberi hadiah (gratifikasi), menaikkan harga (mark up) dan rekanan dalam pekerjaan mengurangi volume pekerjaan dan menurunkan kualitasnya guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Selain itu, lanjutnya,  tindak pidana korupsi yang terjadi dewasa ini juga dikarenakan sistim politik dalam prakteknya sering terjadi praktik korupsi dalam pelaksanaan Pilkada, antara lain, terjadi praktik money politic dan adanya biaya politik yang tinggi bagi calon kepada daerah.

Dari beberapa modus yang ada terdapat beberapa urusan pemerintah daerah yang menjadi rawan terjadinya praktik korupsi yakni, retribusi, pertambangan, kehutanan, perikanan, pemberian izin, penyelenggaraan pemerintah yang langsung bersinggungan dengan masyarakat, politik.

“Korupsi tidak hanya merugikan perekonomian, sebagai contoh dengan adanya perilaku korupsi dalam pembuatan jalan desa, pembangunan jalan desa yang asal-asalan dan tidak sesuai speck yang dibuat, maka hasilnya adalah jalan tersebut menjadi cepat rusak, akses menjadi berat dan susah, sehingga menjadikan harga komoditas keutuhan rakyat semakin tinggi, yang pada gilirannya nanti semakin membebani warga masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan angka kemiskinan,” terang Masyhudi.

Contoh lainnya, perilaku korupsi dalam pembangunan gedung sekolah yang dapat mengakibatkan sekolah cepat rusak, yang akhirnya membuat anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini mendapatkan hambatan dalam bersekolah.

Dari contoh tersebut memperjelas akan bahaya korupsi bagi masyarakat karena korban yang mengalami kerugian terbesar adalah masyarakat.

Kesimpulannya, tambah Masyhudi, untuk mewujudkan Pemerintahan Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang bersih berwibawa dan bebas dari korupsi perlu dilakukan usaha secara berkelanjutan oleh seluruh komponen dan elemen masyarakat untuk melakukan pemberantasan korupsi, baik melalui cara pencegahan maupun penindakan.

Kemudian, pemberantasan korupsi yang dilakukan secara preventif atau pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan pembelajaran atau edukatif melalui beberapa kegiatan yaitu dengan menanamkan budaya anti korupsi dan membentuk perilaku anti korupsi dimulai dari generasi muda penerus bangsa yaitu para pelajar, siswa-siswi maupun para santri di pesantren, para pengelola pendidikan yaitu para guru sampai kepada para pejabat atau penyelenggara pemerintahan.

“Selanjutnya, upaya lain yang juga penting untuk dilakukan adalah dengan menginventarisir atau mengidentifikasi sebab-sebab atau celah-celah yang membuat orang ingin melakukan korupsi termasuk adanya sistem yang buruk sehingga membuat peluang orang untuk melakukan tindak pidana korupsi,” jelas Masyhudi. ***

Pewarta : Syamsuri

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *