Connect with us

HUKRIM

Korwil Sumatera – DPP Sedulur Jokowi Kecam Keras Pembebasan Napi Koruptor

Published

on

KopiOnline JAKARTA,- Korwil Sumatera – DPP Sedulur Jokowi, Jansen Leo Siagian, mengecam keras adanya rencana pihak Menkum.HAM untuk membebaskan para Napi Koruptor dengan dalih wabah Covid-19.

Apapun alasannya,. membebaskan Napi Koruptor itu adalah sebuah kejahatan baru oleh oknum Pejabat publik.

“Untuk itu,. Dewas KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung RI haruslah menelusuri, apakah ada bau korupsi, Suap atau Gratifikasi di balik rencana pembebasan itu”, ujar Leo.

Selama ini, lanjut Leo, bangsa kita sibuk memerangi korupsi. Bahkan, KPK sudah dibentukpun, kita belum bisa mengurangi angka korupsi di negeri ini. Para pejabat tak pernah jera melakukan korupsi, karena vonis hukumnya sangat ringan.

“Lha ini, koq tiba-tiba ada pula muncul wacana untuk membebaskan Napi koruptor itu dengan dalih wabah Covid-19,” tandas Leo.

Padahal, masih kata Leo, Menkum.HAM belum pernah memaparkan ke publik, di Lapas mana ada Napinya yang terkena wabah Corona. Sepertinya Menkum.HAM lupa atau “kura-kura dalam perahu” bahwa kasus korupsi itu, sama dengan kasus teroris dan Narkoba adalah Kejahatan Luar Biasa atau Extra Ordinary Crime.

Leo berharap, sebagai anak bangsa seyogyanya harus berani menolak wacana untuk membebaskan koruptor dengan dalih apapun termasuk wabah Corona.

“Namun kalo ada rencana untuk membebaskan Napi _”kelas-teri”_ kita bisa saja menyetujuinya,” kata Leo. Namun Leo berharap agar Menkum.HAM lebih selektif dalam memberikan toleransi bagi pembebasan Napi di tengah wabah virus Covid-19 yang sedang pandemic di Nusantara.

Menurut Leo, ada empat kriteria untuk proses pembebasan Napi “kelas-teri” itu. Pertama, Napi yang usianya di atas 60 tahun, Kedua, Napi yang dalam kondisi sakit-sakitan, Ketiga, Napi yang vonis hukumnya memang kecil, di bawah setahun. Keempat, Napi yang melakukan kasus kejahatan tergolong ringan. Tapi bagi Napi kriminal “kelas kakap” seperti kasus pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan apalagi kasus Bandar-narkoba, Teroris dan Koruptor jangan lah dibebaskan, karena bisa dikhawatirkan mereka akan mengulangi perbuatannya dan kembali menjadi “predator” di tengah masyarakat luas.

Artinya, jika Menkum.HAM tidak hati-hati dan tidak selektif dalam rangka pembebasan para Napi itu, tentu saja bisa menimbulkan masalah baru di masyarakat, terutama jajaran Kepolisian akan  disibukkan melakukan pengamanan akibat ulah baru para Napi yang dibebaskan itu.

Sebab itu,. kalau para Napi itu jadi dibebaskan, maka Menkum.HAM harus memberikan data mereka kepada Polri. Tujuannya agar Polri bisa memantau dan mendeteksi para Napi tersebut.

Sesungguhnya ada baiknya, jika para Napi “kelas-teri” yang dibebaskan itu pun diwajibkan melakukan kerja sosial, misalnya membantu aparatur pemerintah di tengah maraknya wabah Corona, mereka misalnya diikutkan menyemprot atau membersihkan lingkungan untuk mencegah meluasnya virus Corona.

Dengan kerja sosial ini, tentunya mereka bisa beramal dan juga bisa dipantau aktivitasnya, baik oleh Menkum.HAM maupun oleh Polri, dengan demikian, mereka tidak terjerumus lagi dalam komunitas kejahatan yang pernah dilakukan, dan benar-benar mereka masih status sebagai warga binaan.

Upaya penyelamatan Napi dari bahaya wabah Corona memang patut diapresiasi, tapi khusus hanya Napi “kelas-teri” saja. Dan yang patut diingat, jangan sampai pembebasan para Napi itu menimbulkan masalah baru di masyarakat dan malahan merepotkan bagi jajaran Kepolisian dalam menjaga keamanan. Jika itu terjadi, Menkum.HAM haruslah bertanggungjawab penuh karena pembebasan Napi “kelas-teri” itu adalah hak prerogatifnya Menteri. Itu pun baru bisa dilakukan jika ada persetujuan dari Presiden dan DPR.RI. kop

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *