Connect with us

PERISTIWA

Kasus Tewasnya Pasien BPJS Kesehatan di RS PMI Bogor, Rugikan Pencari Keadilan

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Fillino MT Indrapitra Siahaan, selaku Pemerhati Hukum  di Ormas Pemuda Pancasila angkat bicara terkait proses sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI ) pada 16 November 2022 lalu. Hal itu dinilainya sangat merugikan pencari keadilan (Pelapor), terkaiat kasus meninggalnya JS (46) pada  19 April 2019 silam di kamar Melati  RS. PMI Bogor.
Ia menilai meninggalnya pasien BPJS kesehatan itu ( JS ), karena adanya dugaan Malpraktek yang dilakukan oleh dr. AN, No.STR : 470, Tahun 19/8/2016, kelulusan yang terdaftar di KKI, dan “AL” selaku perawat yang diduga baru lulus, lalai dan keliru dalam menangani pasien BPJS  ( JS ) yang hanya menjalani sakit asam lambung.
Untuk itulah ia meminta kepada Presiden RI, Ketua MPR dan DPR, Menkum-Ham, Menkes RI dan Ketua Ombudsman RI, agar melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja peradilan MKDKI dan KKI. agar tidak merugikan keluarga almarhumah JS, selaku pencari keadilan.
“Terutama dengan tidak diperkenankan saksi ahli Pembanding di luar MKDKI untuk di undang sebagai pembanding dengan saksi yang ada di MKDKI  untuk lakukan penilaian,” ujarnya.
Menurutnya itu sangat penting sehingga proses sidang dapat transparan dan memberikan rasa keadilan bagi pelapor  khususnya.
“Saya Menghimbau kepada Majelis kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. (MKDKI) & Konsil kedokteran Indonesia ( KKI ) agar mencabut Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktek dari dokter AN, dokter Spesialis Penyakit Dalam yang keliru dan lalai dalam menjalankan profesinya sehingga mengakibatkan pasien BPJS  Kesehatan itu meninggal dunia,” sambungnya.
Fillino juga menanyakan kepada MKDKI dan KKI bahwa apakah ada Undang – Undang yang mengatur bahwa saksi ahli dari luar  tidak boleh dihadirkan sebagai pembanding di persidangan tersebut.
“Setahu saya di dalam Undang – Undang ( KUHP ), Saksi ahli pembanding diperbolehkan untuk menilai dan diambil keterangannya dan berlaku di lembaga manapun juga sehingga akhir dari putusan peradilan berdasarkan dari nilai prinsip kejujuran dan bukan atas suatu kepentingan kelompok tertentu yang rugikan keluarga korban,” tegasnya.
Berdasarkan pengamatannya juga, diduga salah satu anggota panitia Majelis sidang sudah kenal dengan keluarga dokter AN (Terlapor). Begitu juga terhadap Penasihat Hukum Pelapor  ( LKBH ) Universitas Janabadra yang dilarang bicara di persidangan sampai sidang selesai.
“Jadi apakah ini yang dinamakan Demokrasi dan Pancasila,” ? tandasnya.
Masih kata Fillino , Saksi ahli Farmasi dari Universitas Indonesia yang membuat keterangan obat tidak mau di undang di MKDKI, dengan alasan harus menanyakan Majelis Pengawas Daerah (MPD), bahwa MKDKI sudah punya ahli tersendiri untuk menilai obat – obatan yang menyebabkan meninggalnya (JS), padahal saksi ahli pelapor sudah memberikan keterangan / Opini secara tertulis tentang efek Samping dari obat yang diberikan kepada Almarhumah. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *