Connect with us

HUKRIM

Jaksa Agung ST Burhanuddin, Hentikan Penuntutan 17 Perkara Berdasarkan RJ

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Plt Jampidum Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyetujui sebanyak 17 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Plt Jampidum Kejagung yang kerap disapa Leo Simanjuntak itu, Kamis (30/05/2024), mengungkapkan, ada 17 perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ. Yaitu :

1.Tersangka Wa Ode Fitriani alias Fitri binti Laode Mbeli dari Kejaksaan Negeri Baubau melanggar Pertama Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Jaminan Fidusia.
2.Tersangka Jalman als Jaru bin La Bulangka dari Kejaksaan Negeri Buton, melanggar UU perlindungan Anak.
3.Tersangka Indrawansyah dari Kejaksaan Negeri Kendari, melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
4.Tersangka Irmon alias La Mono bin La Ode Sula dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5.Tersangka Tiara Puji binti Muchtar dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6.Tersangka Rio Anggara bin Katimin dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
7.Tersangka Lupia Hariani binti Harmoni dari Kejaksaan Negeri Palembang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8.Tersangka Novita Sari binti Ruslan dari Kejaksaan Negeri Palembang, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9.Tersangka Muhammad Nezar Satria Giu dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10.Tersangka Mohamad Fajriansyah Hidayah alias Fajri dari Kejaksaan Negeri Pohuwato, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
11.Tersangka Metafati Nduru als Meta dari Kejaksaan Negeri Pelalawan, melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke- 4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan dan atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
12.Tersangka Rizky Febri als Ferbi bin Taswir dari Kejaksaan Negeri Pelalawan, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13.Tersangka Darliansyah alias Idar bin Halidi (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tabalong, melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
14.Tersangka Abdulrahmanhani alias Herman bin (Alm) Mahmud dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
15.Tersangka Oscar Meltinuary dari Kejaksaan Negeri Aceh Singkil, melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
16.Tersangka Kristine Irene Paramata alias Karli dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17.Tersangka Dede Saefudin dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

•Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

  • Tersangka belum pernah dihukum.
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
  • Pertimbangan sosiologis.
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Plt. JAM-Pidum Leo Simanjuntak memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” katanya. **Kop.

Editor : Syamsuri.

Exit mobile version