Connect with us

HUKRIM

IUP Bermasalah Lolos dari Pencabutan Dirjen Minerba : LAKI Surati Presiden

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : LSM Laskar Anti Korupsi (LAKI) Propinsi Kalimantan Timur  mempertanyakan sikap  Dirjen Minerba yang tidak memasukan nama PT. Batuah Energi Prima ke dalam daftar perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya, dengan membuat surat kepada Presiden Ir. Joko Widodo, menyerahkannya sendiri ke Istana Negara, Senin (10/01/2022). 

Hal ini tentu menimbulkan keheranan, oleh karena dalam konteks terjadinya penyimpangan oleh pemilik IUP, kadar kejahatan   PT. Batuah Energi Prima jauh lebih berat dan fatal ketimbang, yang terjadi pada  2078 perusahaan pertambangan minerba yang telah dicabut ijinnya.

Pemilik PT Batuah Energi Prima (PT BEP) yang kebetulan juga pemegang saham mayoritas PT Tunas Muda Jaya telah menyalahgunakan perizinan kedua IUP OP yang dimiliki, memakainya sebagai   sarana untuk melakukan tindak pidana penipuan sebesar Rp. 1 Triliun dan pembobolan lembaga perbankan sebesar Rp. 1,5 Triliun.

Alih-alih IUP -nya dicabut, oleh Dirjen Minerba malah diberi persetujuan RKAB Tahun 2022 kepada PT BEP sebanyak 2.997.086 metric ton. Padahal pemegang saham 95%  PT. BEP, Herry Beng Koestanto, adalah seorang terpidana yang menyandang predikat residivis dan  masih mendekam ditahanan menjalani hukuman selama 8 tahun  penjara.

“Sedangkan pelaksana perseronya sehari-hari sekarang dijabat oleh Erwin Rahardjo, Direktur PT BEP “gadungan”  yang tengah tersangkut 3 (tiga) kasus dugan pidana dan diduga menjadi actor intelektual mafia pailit PT  BEP,” ujar Wahyudi, SH, Ketua LSM LAKI Propinsi Kalimantan Timur dalam keterangan tertulis, Senin (10/01/2022).

Rokhman Wahyudi, SH mensinyalir  ada oknum-oknum di dalam lingkungan Dirjen Minerba sendiri,  yang diduga bermufakat jahat  dengan kelompok mafia pailit, bertujuan ingin mempertahankan IUP  OP PT BEP , dengan beralibi pailit  PT BEP telah diangkat. Oknum-oknum tersebut membangun segala macam argumen  dengan mengada-ada, bersifat akal-akalan, yang tujuannya sebenarnya hanya untuk mempertahankan IUP OP PT. BEP dengan tujuan untuk memperkaya diri  sendiri. Kasus seperti PT BEP ini di Ditjen Minerba sebagai fenomena gunung es. Kasus yang diketemukan dipermukaan lebih kecil ketimbang yang terjadi dibawahnya.

Dia berharap Presiden Joko Widodo  dapat memerintahkan Irjen Kementerian ESDM bersama-sama unsur Kejaksaan Agung RI melakukan pemeriksaan secara intensif dan mendalam terhadap para oknum pejabat di lingkungan jajaran Ditjen Minerba yang terlibat melindungi dan menutupi kejahatan PT BEP , sekaligus menjadikan hasil pemeriksaan sebagai momentum untuk dilakukannya reformasi dan pembenahan secara struktural di lingkungan Dirjen Minerba, guna tercapainya optimalisasi sasaran yang hendak dicapai oleh pemerintah.

“Tindakan melindungi perusahaan tambang bermasalah selain bentuk penghianatan terhadap negara juga merupakan bentuk penipuan terhadap Presiden Jokowi yang telah dengan amat susah payah memperbaiki pemerintahan. Kasus sejenis di Ditjen Minerba  cukup banyak. Kami juga memiliki 2 (dua) temuan lain, termasuk yang merugikan negara sebesar Rp. 120 milyar akibat perbuatan melawan hukum oknum pejabat Ditjen Minerba yang meloloskan penjualan dan pengapalan  illegal sebuah iup op sebanyak 340.057 metric ton, tanpa ada persetujuan revisi RKAB. LSM LAKI siap membuktikan dan membantu Presiden Jokowi dengan memberikan datanya. Ini bukan lagi persoalan lemahnya pengawasan Dirjen Minerba. Namun lebih dari pada itu, oknum pejabat Minerba telah menjadi bagian dari mafia tambang itu sendiri “ ujar Rokhman Wahyudi, SH lagi.

IUP Jadi Sarana Penipuan

Pemegang 95% saham PT BEP yang juga pemilik  PT. Tunas Jaya Muda, Herry Beng Koestanto, sudah menjadi terpidana yang berstatus residivis, lantaran berulang kali memakai iup operasi produksi yang diberikan negara untuk melakukan tindakan pidana penipuan dan pembobolan lembaga perbankan, dan  hingga kini ia masih meringkuk dalam tahanan Bareskrim Polri. Putusan perkara pidana penipuannya senilai  Rp. 1 Triliun sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). Herry Beng Koestanto mendapatkan hukuman penjara total selama 8 tahun. Antara lain berdasarkan Putusan No: 521/Pid.B/2016/PN.JKT.Pst di PN Jakarta Pusat.

“Herry Beng Koestanto terbukti  secara sah memakai IUP OP  PT BEP dan IUP OP PT.Tunas Jaya Muda, sebagai sarana untuk melakukan penipuan dimana korbannya adalah Putra Mas Agung dengan nilai kerugian sebesar Usd 38 juta dan Old Peak Finance Limited  sebesar  Rp. 500 milyar “ ujar Ketua LSM LAKI Prov. Kalimantan Timur, Rokhman Wahyudi, SH.

Padahal niat baik pemerintah memberikan IUP OP PT BEP dan PT. Tunas Muda Jaya dimaksudkan untuk dapat berinvestasi secara sehat. Namun pada kenyataannya  justeru malah disalahgunakan dengan dipakai untuk penipuan dan membobol bank. Hal itu terbukti dengan adanya Akte  Perjanjian Kredit Sindikasi No. 147 yang diterbitkan oleh Notaris  Arry Supratno,  SH tertanggal  24 April 2012,  Herry Beng Koestanto membobol Bank Bukopin sebesar Rp. 638 milyar yang hingga kini pinjamannya masih mangkrak.

Selanjutnya berdasarkan Akta Gadai Saham No. 57 yang diterbitkan oleh Notaris Engawati Gazali, SH di Jakarta tertanggal  21 September 2011, Herry Beng Koestanto, pemilik 95% saham di PT BEP berhasil pula membobol Bank Niaga, total kerugian sebesar Rp. 840 milyar, dengan menjaminkan IUP OP yang diberikan negara, yang batubaranya belum tergali dan masih ada di bawah tanah.

Rokhman Wahyudi mengatakan, meskipun piutangnya berdasarkan Akte No.  35 yang diterbitkan oleh Notaris  Liestiani Wang, SH, M.Kn di Jakarta tertanggal  30 September 2015, telah dibeli oleh PT. Synergy Dharma Nayaga, kelompok lembaga keuangan CIMB Malaysia ini masih gigit jari. Pasalnya, piutang yang kini nilainya menjadi Rp 1,2 triiliun belum terbayar oleh pembeli hak cessie bernama PT. Sarana Bakti Sejahtera.

Kelompok lembaga keuangan CIMB Malaysia tersebut diduga tertipu oleh kelompok mafia pailit PT BEP, karena PT. Sarana Bakti Sejahtera ternyata merupakan kreditur fiktip yang direkayasa oleh Erwin Rahardjo. Skandal pembobolan Bank Bukopin sebesar Rp. 638 milyar sangat mungkin bakal menjadi perkara tindak pidana korupsi. Mengingat dalam Bank Bukopin ada saham negara sebesar 8,9%.

“Temuan lainnya diduga Herry Beng Koestanto membobol pula Bank BRI Cabang New York sebesar Usd 18 juta. Setelah berhasil menggarong uang sebesar Rp. 2,5 Triliun hasil pembobolan bank dan penipuan, Herry Beng Koestanto kemudian sengaja mempailitkan kedua perusahaannya, dengan bersekutu dengan kelompok mafia pailit Erwin Rahardjo dan kawan-kawan” tukasnya lagi.

Persoalan  pokoknya sekarang, menurut Rokhman Wahyudi, SH, adalah sesuai  fakta sampai saat ini Herry Beng Koestanto, yang seorang terpidana berstatus residivis tercatat masih menjadi pemegang 95% saham PT BEP seklaigus pemilik PT. Tunas Muda Jaya. Sehingga berdasarkan fakta ini, untuk  mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru, Dirjen Minerba seharusnya tegas memasukan nama PT. Batuah Energi Prima yang harus dicabut ijin IUP-nya, sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara, dan bukan malah melindunginya.

Mafia Pailit 

Proses pailit PT. Batuah Energi Prima yang direkayasa oleh Erwin Rahardjo dan Petrus  terungkap dan terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan/atau surat palsu/dan atau penggelapan boedel  pailt jo TPPU, sebagaimana pemeriksaan yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim, sesuai  Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sp.Lidik/268/IX/RES.2.6/2021/Dirreskrimsus, tanggal  27 September 2021, dan Bareskrim Polri. Modus penggelapan boedel pailit yang dilakukan kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus, dengan cara menjual batubara dari konsesi PT. Batuah Energi Prima namun memakai dokumen iup op perusahaan yang berbeda, yakni CV. Anggaraksa Adisarana, yang dikelola Erwin Rahardjo.

Dan uang hasil penjualan batubara sebanyak 121.292.003 metric ton  masuk ke rekening PT Pahlevy Persada milik Petrus dengan nomor rekening: 1480099228887 di  Bank Mandiri. Hal ini mengkofirmasi praktek mafia pailit merupakan modus operandi baru kejahatan perampokan asset, yang dapat merusak iklim investasi di Indonesia.  Ujung praktek mafia pailit   bermuara pada terjadinya  tindakan pidana  pencucian uang. Merupakan kejahatan yang terorganisir, tergolong kerah putih (white collar crime), yang dilakukan criminal organization.

Dari alat bukti dokumen Perjanjian Perdamaian antara PT. BEP dengan Para Kriditur tercatat sebagai Kreditor Separatis PT. Synergy Dharma Nayaga cessie kepada PT. Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan     Rp. 308.988.487.727,94 (30,8%). Sebagai Kreditur Konkuren  (1)   PT. Synergy Dharma Nayaga  cessie kepada PT. Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan Rp. 829.069.240.215,24 (63,2%),     (2) PT. Wahana Matra Sejati cessie kepada PT. Pramesta Labuhan Jaya, jumlah tagihan Rp. 79.282.226.006,34 (6%), (3) PT. Atap Tri Utama cessie kepada       PT. Pramesta Labuhan Jaya, jumlah jumlah tagihan     Rp. 14.538.000.000 (1,1%).

  1. Sarana Bakti Sejahtera dan PT. Pramesta Labuhan Jaya teryata pembeli hak cessie palsu, yang direkayasa menjadi Kreditor Saparatis dan Kreditor Konkuren oleh kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus.  Sejatinya kedua perusahaan tersebut adalah kreditur fiktif.  Tidak berkemampuan secara finansial untuk membeli piutang PT. Synergy Dharma Nayaga sebesar Rp. 1,2 Triliun.

Berdasarkan bukti Akte No.  04 yang diterbitkan oleh Notaris  Dewi Kusumawati,  SH tanggal 08 Desember 2020di Jakarta, Budhi Setya direkayasa oleh Erwin Rahardjo dan Petrus, dengan dikonstruksikan sebagai pembeli dan pemilik  99% atau 247 lembar saham   PT. Sarana Bakti Sejahtera, dan Mansur Munir, SH yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara memiliki  1% atau 3 lembar saham. ***

Pewarta : Syamsuri. 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *