Connect with us

FOOD ESTATE

Harga Anjlog : Petani Ubi Jalar di Talamau Menjerit, Puluhan Hektar tak Dipanen

Published

on

KopiPagi | PASBAR : Dampak Pandemi yang melanda dunia khususnya Indonesia, terutama di Kabupaten Pasaman Barat yang sudah lebih dari setahun ini, ternyata sangat berpengaruh bukan saja terhadap sektor ekonomi, namun kehidupan sosial juga mengalami dampak yang tidak terelakan, demikian juga pada bidang pertanian. 

Tekanan ekonomi sangat dirasakan oleh kegiatan yang berkaitan dengan mobilisasi penduduk, terutama kegiatan pertanian bagi petani Ubi Jalar di Lereng Talamau. Penurunan aktivitas ekonomi yang dirasakan oleh pelaku usaha di hampir semua bidang ini ternyata dirasakan pula oleh petani. Dampak tersebut dirasakan pada hasil pemasaran produk pertanian dan hasil panen mereka. Fenomena tersebut tidak lepas dari adanya penurunan permintaan pasar yang mulai merebaknya sejak pendemi Covid-19.

Dampak tersebut bukan hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan saja, bahkan di daerah dampaknya sangat signifikan terhadap sektor ekonomi masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Seperti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun terlihat masih dapat bertahan, namun karena sulitnya memasarkan hasil panen akibatnya hasil pertanian di pasaran menjadi macet, hal ini tentu membuat para petani kesulitan untuk memenuhi kebutuhan yang lain.

Demikian juga halnya dengan Masyarakat Nagari Persiapan Simpang Timbo Abu Kajai, Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat Sumbar yang hampir  90% hidup sebagai petani.

Nagari Persiapan Timbo Abu Talamau ini sejak dulu sudah dikenal sebagai salah satu daerah penghasil komoditi sayur terbesar di Pasaman Barat.

Puluhan hektar tanaman ubi jalar milik petani di Talamau Pasbar yang tidak dipanen

Salah satu komoditi unggulannya selama ini adalah Ubi jalar, apa lagi sebelum pandemi petani mampu menghasilkan Ubi jalar mencapai 20 ton per minggu, namun demikian para petani tidak pernah kesulitan untuk memasarkan, sebab saat akan panen pesanan dari pabrik sudah datang, demikian juga petani biasanya tidak kesulitan memasarkan ke pasar-pasar yang ada di Pasaman Barat dan sekitarnya dengan harga jual Rp. 2.500 per kilogram nya.

Namun karena pandemi akhirnya beberapa bulan belakangan ini para petani kesulitan memasarkan hasil panennya. Sebab, harga ubi jalar anjlok di pasaran.

Sebelumnya petani dapat menjual 2.500/kg, namun kini harga ubi jalar hanya Rp. 1.500/kg, hingga akhirnya animo masyarakat untuk membeli ubi jalar jauh menurun. Hal tersebut membuat petani hidupnya tambah susah.

“Saat ini animo masyarakat untuk membeli ubi jalar turun drastis, akibatnya, puluhan hektare kebun ubi jalar petani Timbo Abu gagal panen,” terang Yanto salah seorang petani kepada media ini, koranpagionline.com  (KopiPagi) saat berada di kebunnya, Senin (06/09/2021).

Yanto saat ditemui media ini mengaku, mereka para petani sudah kesulitan menghadapi situasi ini, “Sebelum pandemi kejadian ini belum pernah kami alami, apa lagi semenjak harga ubi jalar turun drastis, akibatnya banyak kebun perani yang gagal panen,” terang Yanto.

Menurut Yanto, ubi jalar termasuk jenis umbi-umbian yang tidak bisa tahan lama. Sebab, ubi jalar ini bila sudah berumur 4 sampai 5 bulan berarti sudah harus dipanen, kalau tidak akan banyak yang rusak dan busuk.

Di tempat berbeda, Joel Pasbar, pemuda kreatif di Kecamatan Talamau mengatakan, sejak hampir 8 bulan memang harga ubi jalar anjlok dan akibat dari kondisi tersebut puluhan hektare kebun ubi jalar petani tidak dipanen. Dampaknya terpaksa lahan yang masih ada ubinya itu disemprot dengan pestisida untuk diganti dengan tanaman lain.

Melihat dan mendengar kondisi demikian, tentu kita merasa prihatin atas nasib petani di masa pandemi saat ini. Sebab, usaha yang telah dilakukan selama berbulan-bulan untuk merawat  menjadi sia-sia dikarenakan saat panen yang ditunggu berbulan-bulan tersebut ternyata tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.

“Kalau kita lihat hasil panen ubi jalar saat ini, rasanya sudah sangat layak Pemkab Pasaman Barat memperhatikan nasib petani, misalnya membuka pabrik untuk pengolahan sendiri. Selain membantu petani, tentu hal itu juga berdampak baik pada ekonomi daerah. Kini sudah saatnya kita tidak lagi menjual hasil kebun hanya sebatas menjual bahan baku begitu saja, tapi hendaknya Pemkab Pasaman Barat harusnya sudah punya pabrik pengolahan sendiri,” ucap Joel Pasbar mengakhiri. ***

Pewarta : Zoelnasti.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *