Connect with us

REGIONAL

Diskusi DPC PDIP & BMI Karawang Soroti Penanganan Tumpahan Minyak

Published

on

KopiOnline Karawang,- Dewan Pimpinan Cabang(DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Karawang bersama Benteng Muda Indonesia (BMI) Kabupaten Karawang menggelar diskusi publik dengan tema “Tumpahan Minyak Pertamina di Karawang,Musibah Bagi Manusia dan Lingkungan”, bertempat di Kantor DPC PDI Perjuangan, Minggu (27/10/2019).

Dalam diskusi publik tersebut dihadiri narasumber di antaranya Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Drs.H.Hendro Subroto, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Okih Hermawan,S.sos, MM, Kabid PPLH Dinas Lingkungan Hidup Teo Suryana, Anggota DPRD Karawang Komisi III Taufik Ismail,aktifis lingkungan hidup, praktisi hukum dan stakeholder yang terkait. Sedangkan narasumber dari pihak Pertamina tidak hadir.

Pada kesempatan itu dalam diskusi publik tersebut antara narasumber dan audience dari berbagai kalangan dapat disimpulkan perlu adanya keseriusan pemerintah daerah dalam menangani persoalan tumpahan minyak Pertamina diwilayah perairan Kabupaten Karawang dengan melaksanakan langkah langkah konkret dan tegas kepada pihak Pertamina.

Sebelumnya Anggota DPRD Karawang Komisi III Taufik Ismail mengatakan dengan diskusi ini pihaknya ingin membicarakan terkait isu isu dan polemik yang terjadi di masyarakat. Mudah mudahan menghasilkan suatu solusi untuk direkomendasikan.”Saya berharap diskusi publik ini menjadi rujukan buat DPRD Karawang,” ujar Taufik.

Kepala Dinas Perikanan Drs.H.Hendro Subroto akan memberikan gambaran terjadi tumpahan minyak Pertamina pada tanggal 12 Juni 2019 yaitu di anjungan YYA-1 di daerah Cilamaya Wetan desa tengkolak kurang lebih beberapa Mil dari bibir pantai , hari kedua sudah kelihatan tumpahan minyak.

Dinas kelautan dan Dinas Lingkungan Hidup bersama camat setempat dan stakholder terkait, menurutnya maka perlu adanya tindakan.

Pertamina bersama masyarakat dan nelayan mengumpulkan buih-buih limbah minyak yang sudah tercampur air asin yang ada pesisir pantai untuk di masukan ke dalam karung karena ada nilai ekonomisnya.

Pendataan sudah dilakukan oleh mahasiswa Taruna Kelautan dan Perikanan di 23 desa pesisir meliputi nelayan,petambak dan pemasar atau pengolah perikanan. Menurut nya pada tanggal 21 September kebocoran sudah dapat diatasi.

Hendro menambahkan Pihak Pertamina dan kementerian KKP menunjuk 3 Bank, Bank Mandiri, BNI dan BRI untuk proses pembayaran kompensasi buat nelayan. Kompensasi ini sebelumnya melibatkan tim riset IPB.

Pada pendataan tahap kedua, lanjut Hendro, dilaksanakan dan melibatkan pihak Inspektorat. Pihaknya sudah mengganti konpensasi,sedangkan untuk ganti rugi buat nelayan tengah didata.

Pada kesempatan yang sama Kepala Disparbud OKI Hermawan S.sos.MM mengutarakan,ada 8 titik wisata yang terkena dampak tumpahan minyak Pertamina,namun Disparbud sudah melakukan pendataan dengan menggerakan kelompok penggerak wisata. Diakui Okih, dengan adanya musibah ini sangat berdampak pada turis yang berkunjung ke lokasi wisata tersebut mengalami penurunan.

Selain itu berpengaruh juga terhadap para pelaku usaha yang berada di sekitar lokasi wisata. Pihaknya tetap memantau dan melaporkan ke Pokja dan bupati.
Kabid PPLH Dinas Lingkungan Hidup Teo Suryana mengungkapkan pihaknya dalam menyikapi persoalan tumpahan minyak Pertamina lebih mengarah kepada pengendaliannya yaitu bagaimana menampung limbah B3 akibat tumpahan minyak karena pihaknya mencatat sebanyak 6.630.000,-limbah B3 yang bercampur pasir tersebut. Menurut laporan kebocoran minyak yang terjadi di pantai Utara, tanggal 14 Oktober sudah mencapai 17.400 meter kedalaman yang sudah diatasi.

Pemerhati Lingkungan Wanusuki menerangkan, mengacu pasal 28 UUD 1945 dan UU 32 Tahun 2009 dapat dapat disimpulkan setiap warga negara berhak mendapatkan hidup yang layak dan bersih lingkungan. Menurutnya,tumpahan minyak terparah di areal pemukiman Desa Cemarajaya. Selain itu nelayan perantau yang terkena dampak di Sedari tidak dikategorikan nelayan yang terdampak. Pihaknya ingin memperjuangkan nelayan perantau ini.

Aktifis Lingkungan Yuda menyoroti soal UU 32 Tahun’ 2009. Didalam aturan tersebut terdapat soal pencemaran. Pihak sebagai civil society senantiasa memantau terus wilayah pesisir terkena tumpahan minyak. Seperti halnya matinya lumba lumba diduga akibat tumpahan minyak. Semestinya pihak Pertamina menjelaskan soal limbah B3 tersebut secara detail.

Menurut Yuda, pihak Pertamina hanya menjelaskan yang bersifat himbauan atau larangan. Pihaknya menemukan saat ini ada bagang bagang yang rusak diperkirakan kerugian ratusan juta tapi terkesan pihak Pertamina menutup mata. Selain itu sebanyak 77.713 pohon mangrove terdampak oil spill YYA-1. 225 ribu pohon bakau,62,32 ha muara sungai terpapar oil spill, 5,870 ha ekosistem terumbu karang,

Praktisi Hukum Maryadi menyampaikan pasal 1 Perma 2002 UU Lingkungan hidup menyebutkan masyarakat berhak mengajukan gugatan Class Action terhadap pihak Pertamina. “Dalam hal ini harus ada kepastian hukum agar musibah ini tidak terulang lagi,”kata Maryadi.

Salah seorang akademisi menyatakan belum ada penjelasan secara jelas dan kongkret. Dia menilai ini suatu kelalaian dan siapa yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Seharusnya pihak Pertamina harus menjelaskan kepada masyarakat.

Salah seorang kader PDI Perjuangan Jumadi menyampaikan,harus ada langkah politik dalam persoalan ini. Harus ada pansus di DPRD dalam penangan ini. Bukan hanya kompensasi atau ganti rugi tapi harus ada langkah langkah kongkret sebelum melakukan upaya hukum.

Sementara itu menurut keterangan Ketua BMI Karawang Slamet Jayusman menambahkan jadi diskusi publik ini akan menjadi catatan untuk direkomendasikan kepada pihak eksekutif,legislatif dan stakeholder terkait. Erwin.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *