Connect with us

HUKRIM

Diduga Sembunyikan BB : Dua Oknum Penyidik Polda Kepri Diadukan ke Mabes Polri

Published

on

KopiPagi | JAKARTA : Dua oknum penyidik Polda Kepulauan Riau (Kepri), Briptu  JRS dan Ipda RL, diadukan ke Mabes Polri lantaran diduga menyembunyikan barang bukti pada saat penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SKPT-Kepri tanggal 02 Mei 2019. 

Pengaduan itu disampaikan Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso  melalui kuasa hukumnya Mahatma Mahardhika SH. Keduanya ingin pengaduan ini diproses sesuai ketentuan hukum untuk mencegah terjadinya kembali peradilan sesat yang menelan korban orang-orang yang tidak bersalah, khususnya di wilayah hukum Kepulauan Riau (Kepri).

“Cukup saya dan kawan-kawan yang menjadi korban praktek mafia hukum yang dilakukan secara sistemik, vulgar dan sempurna karena melibatkan penyidik, JPU dan Hakim. Mirip sebuah orkestra,” ungkap Dedy Supriadi usai menyampaikan laporan di Mabes Polri Jakarta, Senin (31/05/2021).

Awalnya, Kasidi alias Ahok Direktur PT Karya Sumber Daya mengkonstruksikan secara palsu dalam laporannya telah dirugikan sebesar Rp 3,6 milyar gegara Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso menggelapkan barang berupa  besi scrap seberat  125 ton dan tembaga 60 ton  yang diakui milik Kasidi alias Ahok, yang dibeli dari Mohamad Jasa bin Abdulah, Direktur   Jasid Shipyard (M) SDN, BHD.

Padahal pada kenyataannya, besi scrap seberat  125 ton dan tembaga 60 ton,  bukanlah milik Kasidi alias Ahok  melainkan milik Mohamad Jasa bin Abdullah yang berada di Gudang PT. Ecogreen Oleochemicals, yang disewa oleh Mohamad Jasa bin Abdullah berdasarkan bukti berupa dokumen  Contract Agreement No. 001/PTEO/2019 tertanggal  07 Januari 2019, yang telah diserahkan kepada penyidik  pada saat pemeriksaan.

Menurut Dedy Supriadi, meskipun sejatinya Gudang PT. Ecogreen Oleochemicals  disewa oleh Mohamad Jasa bin Abdullah  selaku Direktur  Jasid Shipyard (M) SDN, BHD, namun oleh penyidik Briptu  JRS keterangan mengenai fakta tersebut tidak dimasukan ke dalam BAP dan bukti berupa dokumen  Contract Agreement No. 001/PTEO/2019 tertanggal  07 Januari 2019 dihilangkan  dalam berkas perkara. Perbuatan ini diduga dilakukan untuk mendukung rekayasa dan konstruksi persangkaan pidana penggelapan yang tengah dibangun.

“Besi scrap crane seberat  125 ton dan tembaga 60 ton bukanlah miik Kasidi alias Ahok maka itu sebabnya tidak pernah disita penyidik untuk djadikan barang bukti  dalam perkara guna menguatkan tindak pidana yang dipersangkakan, dan tidak ada kaitannya dengan saya,” ujarnya.

Pada tanggal 26 Agustus 2018, Kasidi alias Ahok telah menandatangani Sales Agrement Nomor: 035/KSD-BTM/VIII/2018 pada tanggal 26 Agustus 2018, dengan Jasid Shipyard & Engineering dalam hal ini Mohamad Jasa  bin Abdullah, tentang pembelian scrap seberat 3.688 tons, dengan pola timbang bayar. Artinya setelah ditimbang baru dilakukan pembayaran.

Dalam perjalanan, pada tanggal 23 Mei 2019,  Kasidi alias Ahok mengklaim kepada Mohamad Jasa bin Abdullah atas permasalahan  besi scrap seberat  125 ton dan tembaga  60 ton.

Terhadap klaim kerugian dari Kasidi alias Ahok tersebut  telah diselesaikan oleh Mohamad Jasa bin Abdullah dengan cara mengurangi jumlah hutang Kasidi alias Ahok kepada Mohamad Jasa bin Abdullah berdasarkan barang bukti Surat Kesepakatan Bersama tentang Sisa Pembayaran Penjualan Besi Scrap Impsa 4 Unit Crane Container tanggal 24  Mei 2024. Barang bukti ini juga disembunyikan oleh penyidik.

“Mohamad Jasa bin Abdullah berhak menjual besi 125 ron dan 60 ron tembaga kepada pihak lain dalam hal ini dengan memerintahan  menjual kepada saya dan  hal ini bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum sekalipun Mohamad Jasa bin Abdullah sudah terikat jual beli dengan Kasidi alias Ahok karena perikatan jual beli yang ditandatangani untuk barang yang berbeda” tukasnya.

Berdasarkan perintah dari pemilik barang dalam hal ini Mohamad Jasa bin Abdullah, Dedy Supriadi bersama anaknya Dwi Buddy Santoso lalu menjual besi scrap seberat  100 ton kepada Sunardi, Direktur PT. Royal Standar Utama. Dan oleh Sunardi pada tanggal 24 April 2019, besi scrap  100 ton tersebut ditawarkan kepada Usman alias Abi dan Umar yang kemudian ditandatangi Surat Perjanjian Jual Beli Scrap, dengan harga Rp.4500 per kilo gram  yang dilanjutkan pembuatan surat pernyataan dan kwitansi.

Perintah dari Mohamad Jasa bin Abdullah kepada Dedy Supriadi melalui HP milik Saw Tun alias Alam untuk menjual besi scrap seberat 100 ton, dengan harga Rp. 4500/per kg  terdapat dalam percakapan di HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun alias Alam, yang berbunyi: “I also told Dedy to sell the old wheel scrap at 4500 per kilo”.

Namun ternyata barang bukti berupa HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun alias Alam tersebut  tidak disita oleh penyidik Briptu JS pada saat pemeriksaan perkara pokok dugaan penggelapan, diduga agar perkara mudah direkayasa.

Pada tanggal 03  bulan Juli 2020, barang bukti HP merk Samsung J3 Pro milik Sa Tun alias Alam baru diambil penyidik Briptu JRS berbarengan bebasnya Saw Tun alias Alam saat akan dideportasi.

“Barang bukti berupa HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun alias Alam tersebut disembunyikan oleh penyidik pembantu  JS. Perbuatan ini diduga dilakukan untuk mendukung rekayasa dan konstruksi persangkaan pidana penggelapan yang tengah dibangun,” ujar Dedy lagi.

Berdasarkan bukti Time Line, pada tanggal 29 September 2020, Wadir Reskrimum Polda Kepri memanggil Briptu JRS terkait penyitaan HP milik Saw Tun alias Alam.

Ipda RL dan Briptu JRS mengakui kepada Wadir Reskrimum Polda Kepri  AKBP Ruslan Abdul Rasyid, S.I.K, MH, bahwa lalai HP tersebut dijadikan barang bukti dalam proses penyelidikan LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 02 Mei 2019, yang dilakukan Dedi Supriadi dkk maka unsur pasal 372 KUHP dan/atau pasal 363 KUHP tidak akan terbukti. Dan penambahan pasal 363 KUHP dirumuskan di ruang kerja mantan Waka Polda Kepri Brigjen Yan Fitri, tanpa melalui mekanisme gelara perkara.

Fatalnya, menurut  Mahatma Mahardhika SH, akibat disembunyikannya  3 barang bukti penting yang bersifat menentukan, pada saat penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SKPT-Kepri tanggal 02 Mei 2019,  yang dilakukan oleh Briptu  JRS tersebut, telah menyebabkan Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso dituntut selama 2 tahun, atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya melalui proses hukum yang tidak adil. ***

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *