Connect with us

HUKRIM

12 Perkara Dihentikan Berdasarkan Restoratif Justice

Published

on

JAKARTA  (I)  KopiPagi : Sebanyak 12 perkara pidana umum (pidum) dihentikan penuntutannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) berdasarkan keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ). Penerapan asas RJ ini disetujui Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Fadil Zumhana.

 

“Sebelum dihentikan, terhadap perkara-perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara  virtual yang dihadiri langsung Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/10/2022)

 

Adapun 12 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

 

1. Tersangka Moh. Rizki alias Anom dari Kejaksaan Negeri Parigi Moutong yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

 

2. Tersangka Luis Pareira dari Kejaksaan Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Kedua Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

 

3. Tersangka Findi Siso dari Cabang Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud di Beo yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

 

4. Tersangka Findi Siso dari Cabang Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud di Beo yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan.

 

5. Tersangka Abdul Rasyid bin H. Sake dari Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

 

6. Tersangka Dodi bin Diun dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

 

7. Tersangka Resqi Awaluddin bin Baharuddin dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

 

8. Tersangka Muhammad Sodik alias Sodik bin Tukiran (alm) dari Kejaksaan Negeri Balikpapan yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) jo. Pasal 5 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

 

9. Tersangka Nasruddin alias Naseru bin Zainuddin dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

10. Tersangka Wandi Thalib bin Thalib dari Kejaksaan Negeri Maros yang disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.

11. Tersangka Salni Frischa Hengki dari Cabang Kejaksaan Negeri Tana Toraja di Rantepao yang disangka melanggar Pasal 45B jo. Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

12. Tersangka Abdul Syukur bin Abdul Rahman (alm) dari Kejaksaan Negeri Probolinggo yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

 

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

 

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

 

– Tersangka belum pernah dihukum;

 

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

 

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

 

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

 

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

 

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

 

-.Pertimbangan sosiologis;

 

– Masyarakat merespon positif.

 

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

 

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhan

 

Pewarta : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *