Connect with us

LIFE

UU Cipta Kerja : Kesalahan dalam Penulisan Hingga Penghapusan Pasal

Published

on

Penulis: Akhmad Alvin Azis **
Omnibus Law Cipta Kerja sekarang telah resmi diundangkan dan diteken Oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Dokumen UU Nomor 11 Tahun 2020.

Perjalanan UU Cipta Kerja banyak menimbulkan kontroversi, karena pengesahan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR ini bisa dibilang mengagetkan publik yang berjalan di tengah pandemic covid-19, terdapat penolakan dari sejumlah kalangan, mulai dari buruh, organisasi masyarakat hingga mahasiswa juga ikut serta dalam penolakan yang dikhawatirkan semua masyarakat karena dinilai bisa merugikan para pekerja dan buruh.

Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi disahkan pada rapat paripurna DPR tanggal 5 Oktober 2020. Dalam rapat itu dihadiri juga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menaker Ida Fauziah, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menkeu Sri Mulyani, Mendagri Tito Karnavian, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, dan Menkum HAM Yasonna Laoly.

Walaupun telah disahkan UU Cipta Kerja ternyata masih banyak yang perlu diperbaiki. Sebelum diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pemerintah dan DPR mengklaim terdapat pasal yang seharusnya dihapus di dalam UU Cipta Kerja, kemudian dari pihak Kesekretariatan Negara menghapus satu pasal dalam naskah UU Cipta Kerja. Pasal yang dihapus dalam Naskah tersebut adalah ketentuan perubahan pasal 46 UU Nomer 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas, tetapi pasal tersebut tidak ada dalam UU Cipta Kerja terbaru versi 1.187 halaman.

Juru bicara presiden bidang hukum mengatakan bahwa pasal 46 itu dihapus sesuai dengan kesepakatan pada rapat panitia kerja antara Pemerintah dan DPR.

“Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panitia kerja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU exiting,” kata Dini Purnowo Juru Bicara Presiden, Jumat (23/10/2020).

Mengenai hal tersebut, Pemerintah dan DPR telah melanggar undang-undang. Karena telah menghapus salah satu pasal UU Cipta Kerja yang sudah disahkan pada 5 Oktober 2020. Dalam Undang-undang Nomer 25 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa “perubahan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan”.

Adapun kesalahan-kesalahan dalam penulisan UU Cipta Kerja yang sangat fatal. Pada pasal 6 Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Pasal 6 menyebutkan,peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha yang merujuk ke pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; (c) penyederhanaan Perizinan Berusaha sector; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi. Padahal pasal 5 tidak memiliki ayat sama sekali, pasal 5 berbunyi, “ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait”.

Dan ada juga kesalahan dalam penulisan dalam pasal 175 Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja. Pasal 175 angka 6 mengubah pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomer 20 tahun 2014. Pasal 53 tersebut terdiri dari 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan Pemerintah.

Ayat (1) Berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau Tindakan diberikan sesuai dengan keteantuan perundang-undangan. Pasal (2) jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Ayat (3) dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.

Ayat (4) apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau Tindakan,permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

Ayat (5) ketentuan lebih lanjutt mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden. Seharusnya ketentuan dalam Ayat (5) merujuk pada ayat (4) maupun bukan pada ayat (3) sebagaimana yang ditulis di UU Cipta Kerja.

Dan ada juga terdapat kejanggalan pada pasal 40 angka (3) tepatnya di halaman 223 “Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi”. Ini sangat unik sekali,terdapat definisi dalam undang-undang yang berbunya seperti itu.

Dalam hal ini menunjukan bahwa masih banyak kekurangan dalam proses pembentukan undang-undang ini. Seharusnya jika terdapat kesalahan seperti ini,Pemerintah bisa keluarkan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang (perppu),agar pasal-pasal tersebut bisa dilaksanakan, karena UU tidak dapat diubah begitu saja. ***

Penulis Adalah :
Mahasiswa UII Yogyakarta.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *