Connect with us

REGIONAL

TNI AD & WBP Lapas Kelas II A Pematang Siantar : Ambil Peran Hadapi Krisis Pangan

Published

on

PEMATANG SIANTAR | KopiPagi : TNI-AD dalam hal ini Korem 022 Pantai Timur dan Kodim 0207 Simalungun, bersama Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pematang Siantar Sumatera Utara (Sumut), ikut ambilĀ  peran menghadapi ancaman krisis ketahanan pangan tahun 2023 di Indonesia.

Suksesi menghadapi ancaman krisis ketahanan pangan tahun 2023 di IndonesiaĀ Ā Ā  dilaksanakan oleh TNI-AD Korem 022- Pantai Timur dan Kodim 0207 Simalungun, bersama 24 orang yang dapat hadirkan dari 50 WBP yang direncanakan diĀ  lahan seluas 500 Ha di Nagori Sitahoan Kecamatan Girsang Sipanganan Bolon Kabupaten Simalungun, Senin (27-02-2023) sekira pukul 11.30 WIB.

“Dalam kegiatan ini, Lapas Kelas IIA Pematang Siantar telah membentuk kelompok tani yang terdiri dari 50 orang WBP yang sudah melalui proses assesment, dan sudah melalui sidang TPP dan sudah memenuhi syarat secara administratif dan subtantif, yakni pidana kriminal umum yang sedang dalam pengusulan program Asimilasi Rumah dan Integrasi (PB,CB dan CMB), dimana pihak keluarga juga turut menjamin WBP tersebut ,namun pada saat pembukaan kegiatan Lapas Kelas IIA Pematang Siantar hanya menghadirkan 24 orang WBP,” kata Kalapas Kelas IIA Pematang Siantar M.Pithra Jaya Saragih.

Pada saat Apel pemberangkatan, Kalapas Kelas IIA Pematangsiantar M.Pithra Jaya Saragih, tampak didampingi KPLP Raymon Andika Girsang, Kasie Binadik Erwin Siregar serta Kasie Giatja H.Hutauruk.

Kalapas Kelas IIA Pematang Siantar M.Pithra Jaya Saragih, memberikanĀ  penguatan kepada petugas yang mengawal dan memberikan pengarahan kepada 24 orang WBP yang mengikuti program tersebut sebelum berangkat ke lokasi ketahanan pangan yang berada di Nagori Sitahoan Kecamatan Girsang Silangan Bolon Kabupaten Simalungun.

Dalam arahannya, Kalapas meminta agar WBP tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban serta fokus dalam mempelajari teknik bertani yang nanti nya akan di sampaikan oleh kelompok tani lainnya dan menjadikan hal tersebut menjadi bekal ketika sudah bebas nantinya dapat di aplikasikan di lingkungan masyarakat dan mampu menambah pengetahuan dan kemandirian di bidang pertanian.

Program ketahanan pangan nasional dihadiri oleh, Pangdam I BB Mayjen TNI Achmad Daniel Chardin, Danrem 022-PT Kolonel Inf. Lukman Arief, Dandim 0207- Simalungun Letkol Inf Hadrianus Yossy dan Kapolres Simalungun AKBP Ronald F.C Sipayung dan wakil Bupati Simalungun H.Zonny Waldi beserta jajaran Forkopimda Pemerintah Daerah SimalungunĀ Ā  serta tokoh adat Simalungun.

Pangdam I BB menyapa dan memberi semangat kepada 24 orang WBP yang turut serta ambil bagian dalam kegiatan tersebut dan berharap agar kedepannya kegiatan ini bisa menjadikan para WBP menjadi manusia yang mandiri dan berpengetahuan dalam pertanian.

“Jika dalam waktu dekat saudara akan bebas dan saudara sekalian masih ingin ikut serta kami masih menerima saudara untuk tetap berperan dalam program ketahanan pangan ini,” kata Pangdam I BB Mayjen TNI Achmad Daniel Chardin.

Dilansir dari lamanĀ humas@bulog.co.id, Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan.

Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.

Bagi Indonesia, pangan sering diidentikkan dengan beras karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama. Pengalaman telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.

Nilai strategis beras juga disebabkan karena beras adalah makanan pokok paling penting. Industri perberasan memiliki pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi (dalam hal penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika ekonomi perdesaan, sebagai wage good), lingkungan (menjaga tata guna air dan kebersihan udara) dan sosial politik (sebagai perekat bangsa, mewujudkan ketertiban dan keamanan). Beras juga merupakan sumber utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin.

Dengan pertimbangan pentingnya beras tersebut, Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama yang bersumber dari peningkatan produksi dalam negeri. Pertimbangan tersebut menjadi semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya semakin besar dengan sebaran populasi yang luas dan cakupan geografis yang tersebar.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kecukupan konsumsi maupun stok nasional yang cukup sesuai persyaratan operasional logistik yang luas dan tersebar. Indonesia harus menjaga ketahanan pangannya.

Pengertian ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah ā€œkondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutanā€.

UU Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety). ā€œKedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokalā€.

ā€œKemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabatā€.

ā€œKeamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsiā€.

Definisi ketahanan pangan dalam UU No 18 tahun 2012 diatas merupakan penyempurnaan dan ā€œpengkayaan cakupanā€ dari definisi dalam UU No 7 tahun 1996 yang memasukkan ā€œperoranganā€ dan ā€œsesuai keyakinan agamaā€ serta ā€œbudayaā€ bangsa. Definisi UU No 18 tahun 2012 secara substantif sejalan dengan definisi ketahanan pangan dari FAO yang menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya.

Ketahanan pangan tidak lepas dari sifat produksi komoditi pangan itu sendiri yang musiman dan berfluktuasi karena sangat mudah dipengaruhi oleh iklim/cuaca. Perilaku produksi yang sangat dipengaruhi iklim tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan pangan nasional. Kalau perilaku produksi yang rentan terhadap perubahan iklim tersebut tidak dilengkapi dengan kebijakan pangan yang tangguh maka akan sangat merugikan, baik untuk produsen maupun konsumen, khususnya produsen berskala produksi kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Karakteristik komoditi pangan yang mudah rusak, lahan produksi petani yang terbatas; sarana dan prasarana pendukung pertanian yang kurang memadai dan lemahnya penanganan panen dan pasca panen mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan mewujudkan kebijakan ketahanan pangan.

Permasalahan yang muncul lainnya di dalam distribusi. Stok pangan yang tersedia sebagian besar di daerah produksi harus didistribusikan antar daerah/antar pulau. Namun tidak jarang sarana dan prasaran distribusi masih terbatas dan kadang lebih mahal daripada distribusi dari luar negeri.

Dari sisi tataniaga, sudah menjadi rahasia umum akan panjangnya rantai pasokan yang mengakibatkan perbedaan harga tingkat produsen dan konsumen yang cukup besar dengan penguasaan perdagangan pangan pada kelompok tertentu (monopoli, kartel dan oligopoli). Sedangkan dari sisi konsumsi, pangan merupakan pengeluaran terbesar bagi rumah tangga (di atas 50% dari jumlah pengeluaran). Yang disayangkan adalah fenomena substitusi pangan pokok dari pangan lokal ke bahan pangan impor.

Dengan pertimbangan permasalahan pangan tersebut di atas maka kebijaksanaan pangan nasional harus dapat mengakomodasikan dan menyeimbangkan antara aspek penawaran/ produksi dan permintaan. Pengelolaan kedua aspek tersebut harus mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tangguh menghadapi segala gejolak. Pengelolaannya harus dilakukan dengan optimal mengingat kedua aspek tersebut dapat tidak sejalan atau bertolak belakang. *Kop.

Editor : Nilson Pakpahan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *