Connect with us

HUKRIM

Somasi PTPN VIII : Pengosongan Pesantren Habib Rizieq Masih Polemik

Published

on

KopiPagi BOGOR : Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mendadak sontak menjadi sorotan warga pasca insiden penembakan yang menewaskan 6 Laskar FPI di Jalan Tol KM 50 Karawang Jawa Barat. Pasalnya, pesantren milik Imam Besar FPI itu di ultimatum PT Perkebunan Nusantara VIII untuk segera dikosongkan dalam tempo 7 hari atau menjadi masalah hukum.

Pesantren Markaz Syariah di Megamendung yang terancam gusur.

Surat perihal somasi pertama dan terakhir tersebut berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020, diunggah akun @FKadrun pagi ini, Rabu, (23/12/2020). PTPN VII Kebun Gunung Mas ditegaskan menjadi pengelola area pesantren itu berada.

Dijelaskan dalam surat itu, Pesantren Agrokultural yang diketahui jadi salah satu Markas Front Pembela Islam, pendiriannya pada 2013 tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII.
Artinya, pendiriannya memiliki status ilegal. Karena disebut termasuk tindak pidana penggelapan hal atas barang tidak bergerak dan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal itu salah satunya diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 2960 dan pasal 480 KUHP.

Dalam surat itu juga menegaskan, pengelola pesantren Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tersebut diberi waktu hingga 7 hari setelah surat itu diterima. Jika tidak PTPN akan melaporkannya ke polisi dan akan masuk proses hukum.

BPN Enggan Bicara

Sementara itu, Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Kabupaten Bogor, enggan berbicara rinci terkait dengan lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara VIII yang ditempati Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Pihak BPN mengaku tidak hafal terkait sertifikat HGU nomor 299 tanggal 4 Juli 2008 itu. “Maaf tidak hafal,” kata Sekretaris BPN Kabupaten Bogor, Yekti Martini saat dikonfirmasi VIVA terkait surat PTPN tersebut, Kamis (24/12 2020).

Informasi terus dicari terkait lahan garapan tersebut. Hadijana, mantan camat Megamendung menjelaskan secara singkat terkait lahan garapan yang digunakan itu. Namun, kali ini ia enggan berkomentar banyak.

“Saya belum bisa komentar, mereka (pengelola pesantren) tahu, sadar kalau itu tanah garapan. Tinggal yang jadi pertanyaan batasnya sebelah mana batas peta PTPN batas yang penggarap lain yang sudah habis yang mana. Pastinya kroscek ke BPN apakah BPN terbuka atau tidak,” katanya.

Dijelaskan surat itu, Pesantren Agrokultural yang diketahui jadi salah satu Markas Front Pembela Islam yang didirikan tahun 2013 tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII. Artinya, pendiriannya memiliki status ilegal. Karena disebut termasuk tindak pidana penggelapan hal atas barang tidak bergerak dan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal itu salah satunya diatur dalam pasal 385 KUHP, Perppu No 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP.

Dalam surat itu juga menegaskan, pengelola pesantren Imam Besar FPI Habis Rizieq Shihab tersebut diberi waktu hingga 7 hari setelah surat itu diterima. Jika tidak PTPN akan melaporkannya ke polisi dan akan masuk proses hukum.

Sanggahan FPI :

Surat somasi pertama dan terakhir berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang berisikan pemberitahuan agar pesantren milik Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor, segera dikosongkan.

Isi dalam surat dijelaskan bahwa Pesantren Agrokultural Markaz Syariah yang jadi salah satu Markas Front Pembela Islam (FPI) itu berdiri tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

“Sehubungan dengan adanya permasalahan penguasaan fisik tanah HGU PT Perkebunan Nusantara VII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,1 hektar yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan persetujuan PT Perkebuna Nusantara VIII, kami tegaskan bahwa lahan yang saudara kuasai tersebut merupakan aset PT Perkebunan Nusantaa VIII berdasarkan sertifikan HGU nomor 299 tanggal 4 Juli 2008,” tulis surat itu.

“Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan atas hak barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atas kuasanya dan atau pemindahan yang diatur dalam Pasal 385 KUHP. Perpu nomor 51 tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP. Berdasarkan surat tersebut dengan ini kami memberikan kesempatan terakhir dan peringatan saudara untuk menyerahkan lahan tersebut kepada PT Perkebunan Nusantara VII selambat-lambatnya tujuh hari kerja terhitung sejak diterima surat ini. Apabila dalam jangka waktu tujuh hari kerja saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat. Ditandatangani oleh Mohammad Yudayat, Direktur PTPN VIII,” sambung isi surat.

Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar saat dikonfirmasi media mengakui bahwa pihaknya telah menerima surat yang dilayangkan PTPN VIII tersebut. Habin Rizieq, lanjut Aziz, juga sudah menjelaskan terkait status sertifikat berdirinya tempat Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah.

“Pada tgl 13 November 2020 IB-HRS telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah, bahwa benar sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII, dalam Undang-Undang Agraria tahun 1960 disebutkan bahwa jika suatu lahan kosong digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap dan masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap tanah tersebut,” kata Aziz, dalam keterangannya, Rabu (23/12/2020).

Sedangkan dalam Undang-Umdang HGU tahun 196O disebutkan bahwa sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang/akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU/pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.

“Betul bahwa HGU tanah Ponpes Markaz syariah adalah milik PT. PN VII, tapi 30 tahun lebih PT. PN VIll tidak pernah menguasai secara fisik. Selama 30 tahun lebih PT. PN VIII menelantarkan tanah tersebut. Maka dari itu seharusnya HGU tersebut batal. Jika sudah batal maka HGU-nya jadi milik masyarakat,” tuturnya.

Perlu dicatat, kata Azis, masuknya Habib Rizieq dan pengurus Yayasan MS-MM untuk mendirikan pondol pesantren tersebut yaitu dengan membayar kepada petani bukan merampas. Para petani itu datang membawa surat yang sudah ditanda-tangani oleh lurah dan RT setempat.

“Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya. Itulah yang dinamakan membeli tanah Over-Garap. Dokumen itu lengkap dan sudah ditembuskan kepada institusi negara mulai dari bupati sampai bubernur. Dan benar tanah itu HGU-nya milik PT. PN Vill yang digarap masyarakat. Jadi kami tegaskan lagi bahwa kami tidak merampas tanah PT. PN VIII tapi kami membeli dari para petani,” tegasnya.

Di sisi lain, pengurus pesantren siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara. Dengan catatan, ganti rugi semua biaya yang telah dikeluarkan.

“Pihak pengurus MS-MM siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silahkan ganti rugi uang keluarga dan ummat yang sudah dikeluarkan untuk beli Over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan, agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain,” tutup Aziz. * Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *