Connect with us

NASIONAL

Said Iqbal: Pemberlakuan New Normal Bingungkan Buruh & Masyarakat Kecil

Published

on

KopiOnline JAKARTA, – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berpendapat, istilah New Normal bisa membingungkan para buruh dan masyarakat kecil di Indonesia.

Sebab jika diberi sedikit kelonggaran, yang terjadi di masyarakat justru akan semakin banyak yang dikerjakan. Akhirnya hal ini justru kembali meningkatkan jumlah masyarakat yang positif terpapar virus corona (Covid-19).

Presiden KSPI Said Iqbal menilai, saat ini saja ketika masih diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) banyak yang tidak patuh, apalagi jika diberi kebebasan.

Oleh karena itu, KSPI menyarankan agar pemerintah tidak menggunakan istilah ‘New normal’, tetapi tetap menggunakan istilah physical distancing yang terukur.

“Misalnya, untuk kalangan buruh yang bekerja di perusahaan diliburkan secara bergilir, untuk mengurangi keramaian di tempat kerja,” kata Said kepada para awak media, Kamis (28/5/2020)

Menurut Said, dengan jumlah orang yang keluar rumah untuk bekerja berkurang, maka physical distancing lebih mudah dijalankan. “Inilah yang terukur. Sehingga disamping panyebaran pandemi corona bisa ditekan, ekonomi bisa tetap bergerak dan tumbuh,” ujarnya.

KSPI sendiri, tegas Said, menilai kebijakan New Normal tidak tepat. Setidaknya ada lima fakta berikut yang menjadi alasan.

“Fakta pertama, jumlah orang yang positif Covid-19 masih terus meningkat. Bahkan pertambahan orang yang positif, setiap hari jumlahnya masih mencapai ratusan,” ungkapnya.

Fakta kedua, lanjut Said, sejumlah buruh yang tetap bekerja akhirnya positif terpapar Covid-19. Hal ini bisa dilihat, misalnya di PT Denso Indonesia dan PT Yamaha Music, ada yang meninggal akibat positif terpapar Covid-19.

“Begitu juga di Sampoerna dan PEMI Tangerang, dilaporkan ada buruh yang OPD, PDP, bahkan positif,” tuturnya.

Fakta ketiga, ujar Said, saat ini sudah banyak pabrik yang merumahkan dan melakukan PHK akibat bahan baku material impor makin menipis dan bahkan tidak ada.

“Seperti yang terjadi di industri tekstil, bahan baku kapas makin menipis. Di industri otomotif dan elektronik, suku cadang makin menipis. Di industri farmasi, bahan baku obat juga makin menipis. Sementara di industri pertambangan, jumlah ekspor bahan baku menurun,” sebutnya.

Said berpendapat, fakta itu menjelaskan, New Normal tidak akan efektif.
“Percuma saja menyuruh pekerja untuk kembali masuk ke pabrik. Karena tidak ada yang bisa dikerjakan, akibat tidak adanya bahan baku,” tegasnya.

Fakta keempat, urai Said, PHK besar-besaran yang terjadi di industri pariwisata, UMKM, dan sepinya order yang diterima transportasi online hingga kini belum ada solusi.”Bahkan di industri manufaktur, ancaman PHK terhadap ratusan ribu buruh sudah di depan mata,” jelasnya.

Said mengungkapkan, menghadapi situasi dimana sedang terjadi PHK besar-besaran, yang dibutuhkan bukan New Normal.

“Adapun yang dibutuhkan saat ini adalah mempersiapkan solusi terhadap ancaman PHK, agar jutaan buruh bisa bekerja kembali. Tidak dengan meminta masyarakat mencari kerja sendiri,” tukasnya.

Seharusnya, saran Said, pemerintah memaksimalkan pemberian bantuan langsung tunai dan memberikan subsidi upah.

“Bukan meminta bekerja kembali di tengah pandemi yang mengancam hilangnya nyawa. Lagipula, bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, akan kembali bekerja di mana?,” tandasnya.

Fakta kelima, ungkap Said, tanpa New Normal pun sebenarnya masih banyak perusahaan yang masih meminta buruhnya tetap bekerja.

“Dengan demikian, yang dibutuhkan para buruh dan pengusaha bukan new nomal. Tetapi regulasi dan strategi untuk memastikan bahan baku impor bisa masuk dan selalu tersedia di industri,” imbuhnya.

Di sisi lain, tambah Said, penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar.

“Karena sebagian perusahaan meliburkan karyawan atau melakukan PHK akibat profit perusahaan menipis bahkan negatif, akibat mereka harus membeli bahan baku dari impor dengan harga dollar dan menjual dengan rupiah yang sudah terpuruk,” sambungnya.

Lebih lanjut Said menegaskan, KSPI dan buruh Indonesia akan bersama Presiden Jokowi dan pemerintahannya memerangi penyebaran Covid-19 dengan tetap mengkampanyekan physical distancing dan meminta buruh diliburkan secara bergilir.

“Bukan menerapkan istilah New Normal yang membingungkan para buruh dan masyarakat kecil,” pungkas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia tersebut. Otn/kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *