Oleh: Wibisono
Kita saat ini mengalami peradaban yang secara umum telah bergeser dari masa oligarki menjadi alam demokrasi, Secara umum, oligarki adalah negara yang kekuasaan politiknya dipegang oleh kelompok elite kecil dari masyarakat. Istilah ini diambil dari bahasa Yunani, yaitu oligon (sedikit) dan arkho (memerintah). Oligarki mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan kekayaan, keluarga, dan militer.
Kalau kita mau paham tentang oligarki, kita juga harus paham apa itu demokrasi. Banyak orang memakai istilah demokrasi, tetapi definisinya belum jelas atau belum tentu sama di dalam tatanan atau di otak semua orang, bisa berbeda-beda. Jadi kita coba melihat oligarki-demokrasi dari sudut politik dan sosiologi.
Secara singkat, oligarki ini muncul karena konsentrasi kekayaan, dan konsentrasi kekayaan atau stratifikasi materi itu sesuatu yang sangat-sangat kuno, sebenarnya sejak masyarakat menjadi kompleks langsung muncul stratifikasi kekayaan dan ini terjadi sejak ribuan tahun yang lalu. Kira-kira lima ribu tahun yang lalu, muncul stratifikasi kekayaan yang cukup besar.
Pada masa reformasi di Indonesia, demokrasi semakin tergerus dengan adanya oligarki di strata kehidupan kita, seperti yang terjadi dibeberapa partai politik kita, partai politik di Indonesia mengalami fase kemunduran sejak awal reformasi, banyak partai yang pecah gara gara isu oligarki untuk menjadi partai dinasty dan partai tirani.
Kemelut di Partai Demokrat adalah bentuk ketidakpuasan kader terhadap oligarki yang dibangun oleh Poros Cikeas untuk menempatkan putra mahkota AHY dan Dominasi Majelis Tinggi dalam pengendalian Partai, sejak dulu Kejadian pertikaian dan gonjang ganjing ditubuh partai pernah terjadi dipartai lain, seperti partai PDI Suryadi dijaman Orde Baru menjadi PDI Perjuangan versi Megawati, Partai PKB, kasuistis PKB, pertikaian Muhaimin Iskandar dengan Gus Dur yang berujung di Peradilan dan munculnya Muktamar versi Parung dan Muktamar Ancol.
Begitu juga pecah nya partai Golkar yang melahirkan Partai Hanura, Nasdem dan Gerindra, sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN), perseteruan antara Amien Rais dan Zulkifli hasan, sehingga lahirkan partai umat yang sebentar lagi dideklarasikan oleh Amien Rais, Sedangkan riak riak pergolakan di tubuh Partai Demokrat sesungguhnya sudah ada sejak dulu dengan munculnya partai Barnas dan Republikan adalah fakta sejarah.
Bentuk oligarki di kepartaian sudah mulai tumbuh disaat partai itu sudah mempunyai aset dan kaya, dan sekarang ini gonjang ganjing yang menimpa partai Demokrat, karena sudah cenderung mengkultuskan SBY sebagai Dewa dalam Majelis Tinggi. Persiapan untuk membuat partai oligarki sudah terbaca sejak menjadikan ketum Hadi Utomo (ipar SBY) menggantikan Ketum Prof Subur Budi Santoso, bahwa Cikeas sudah mulai berkeinginan membangun “trah politik” dalam tubuh Partai Demokrat.
Dengan kembalinya Poros Cikeas menjadi episentrum Partai Demokrat sampai SBY dipilih kembali dalam konggres di Surabaya, meski sebelumnya wacana perlawanan dari Marzuki Ali dan Ahmad Mubarok dihadang dengan begitu ketat.
Konggres JCC di Jakarta dengan menempatkan AHY secara aklamasi sebagai Ketua Umum dengan segala strategi dan rekayasa proses penyelenggaraan konggresnya adalah bagian dari upaya melanggengkan episentrum Partai Demokrat pada poros Cikeas.
Kekhawatiran beberapa dewan pendiri untuk menyelamatkan Partai Demokrat bukanlah sesuatu yang mengada ada, sah sah saja untuk pendewasaan politik dan demokrasi. Jika KLB satu satunya penyikapan, maka prahara di tubuh Partai Demokrat akan semakin meruncing karena endingnya pasti masuk ke ranah hokum. Di sinilah ujian berat bagi kader-kader di daerah yang menjadi obyek dari pertikaian elite.
Kini kita akan melihat perkembangan demokrasi ala partai Demokrat untuk saling menggugat di ranah hukum demi mendapatkan legitimasi dari pemerintah. Bangsa ini akan kembali mengalami kegaduhan politik yang berkepanjangan sampai tahun 2024 jelang kompetisi Pilpres untuk calon Presiden yang akan dating. Inilah akhir dari cerita oligarki atau demokrasi yang menang. ***
Penulis adalah : Founder Fixpoll dan pengamat politik