Connect with us

MEGAPOLITAN

Lurah Siopat Suhu, Gagal Mediasi Masalah Dinding Rumah yang Berdempetan

Published

on

PEMATANG SIANTAR | KopiPagi Lurah Siopat Suhu Rikki Rembo Manurung S.STP, gagal melakukan mediasi masalah dinding rumah yang dindingnya erdempetan, antara dingding rumah Keluar B Lumban Tobing dan Rumah Keluarga Nainggolan di Jalan Mual Nauli 3 No 15 di Kantor Lurah Siopat Suhu Kecamatan Siantar Timur.

Mediasi yang dipimpin Lurah Rikki Rembo Manurung S.STP, didampingi Babinsa Koramil 02/Siantar Timur Serka B Panjaitan dan Bhabinkamtibmas Polsek Siantar Timur
Aipda Untung JF Nainggolan, gagal atau belum berhasil, karena kedua belah pihak bertahan pada kebenaran masing masing, pada Selasa (17-10-2023) sekira pukul 14.30 WIB.

Pantauan KopiPagi, pada saat mediasi pada saat dimulai sudah langsung alot dengan nada keras saat menyampaikan persoalan.

Padahal sebelumnya, Lurah Rikki Rembo sudah mengingatkan agar kedua belah pihak pada saat menyampaikan persoalannya, supaya tenang dan secara kekeluargaan.

“Saya sebagai Lurah bersama Babinsa dan Bhabinkamtibmas ada disini, hanya sebagai fasilisator yang tidak memihak kepada siapapun. Untuk itu, kita melakukan mediasi dan harapan kami, kita bisa berdamai disini,” kata Lurah Rikki Rembo Manurung.

Sebagai informasi, mediasi dilakukan karena adanya surat keberatan warga atas pembangunan pondasi di atas tanah persil di Jalan Mual Nauli 3 No. 15 Kelurahan Siopat Suhu Kecamatan Siantar Timur.

Pada saat mediasi, B Lumban Tobing sebagai pihak yang keberatan mengatakan, supaya bangunan pondasi di atas tanahnya dibongkar.

“Fakta dan ini buktinya, Bahwa, Tanah saya sudah memiliki sertifikat dari BPN yang saya terima dari Presiden Joko Widodo pada saat program Prona tahun 2019,” ujar B Lumban Tobing.

Mendengar keterangan itu, pihak keluarga Ny Nainggolan yang didampingi menantu dan anaknya, menyangkal keabsahan sertifikat yang dimiliki B Lumban Tobing.

“Sertifikat itu tidak benar. Masalahnya, kenapa pada saat pengukuran dari BPN, kami sebagai tetangga tidak ada disitu atau tidak diundang,” ujar Menantu Ny Nainggolan dengan nada sedikit keras.
“Maaf Pak Lurah, saya sebagai menantu tidak mencampuri harta mertua. Tetapi fakta di lapangan bahwa tanah ini dulu sama sama dibeli mertua saya, dan dibagi dua.” ungkap Menantu Ny Nainggolan.

Melansir dari laman Hukum Online, permasalahan tersebut diatur pada Pasal 625 sampai dengan Pasal 672 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, yaitu pengaturan hukum yang mengatur mengenai tetangga dan pemilik pekarangan (burenrecht).

Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA,  maka pengaturan dalam Buku II dari KUH Perdata, yang mengatur bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya UUPA tersebut.

Adapun Pasal 625 sampai dengan Pasal 672 KUH Perdata, sepanjang yang mengatur sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat lagi diimplementasikan terhadap permasalahan.

UUPA juga mengenal asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding) terhadap hak atas tanah, yakni hak atas tanah tidak secara otomatis juga meliputi pemilikan bangunan ataupun tanaman di atasnya.

Hal ini juga sesuai dengan asas pemisahan horizontal sebagaimana yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung UU No. 28/2002, yakni bangunan gedung dapat dimiliki secara terpisah dari tanah.

Namun, apabila bangunan (dinding) tersebut dapat dibuktikan dibangun di atas tanah pemohon keberatan, dan tidak ada suatu kesepakatan pemanfaatan antara tetangga, pihak ketiga lainnya, maka secara hukum dinding tersebut dapat dianggap sebagai dinding milik yang mengajukan keberatan.
Namun hal ini akan berbeda, apabila dalam perumahan tersebut diterapkan konsep rumah deret sebagaimana yang diatur dalam sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1/2011.

Adapun yang dimaksud sebagai rumah deret adalah beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kaveling (bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan ukuran tertentu untuk bangunan atau tempat tinggal sesuai penjelasan Pasal 22 ayat 2]UU No. 1/2011.

Jika dinding tersebut bersatu sisi satu atau sisi lain bangunan dari rumah lain, maka tentunya dinding tersebut dapat dianggap sebagai dinding bersama.

Jika dinding tersebut dibangun di atas hak atas tanah, dan sebelumnya antara dinding yang satu dengan dinding yang lain tidak menyatu sebagaimana yang dimaksud di atas, maka tentunya dinding tersebut dapat dianggap sebagai dinding milik pelapor yang keberatan.

Sehingga, dapat disimpulkan tindakan pemanfaatan dinding oleh tetangga tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), apabila pemanfaatan dinding tersebut menimbulkan suatu kerugian yang nyata bagi pelapor yang keberatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.

Lebih lanjut, merujuk pada keterangan pelapor,  yang menyatakan bahwa dinding tersebut dimanfaatkan oleh tetangga, maka hal tersebut juga dapat dikategorikan sebagai tindakan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Perpu No. 51 Prp Tahun 1960”),

Perpu No. 51 Prp Tahun 1960,” dengan jelas melarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.

Yang dimaksud sebagai tanah dalam Perpu No. 51 Prp Tahun 1960 termasuk juga sebagai tanah yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh perseorangan atau badan hukum.

Sedangkan memakai tanah juga termasuk menduduki, mengerjakan dan/atau menguasai sebidang tanah atau mempunyai tanaman atau bangunan di atasnya, dengan tidak dipersoalkan apakah bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak.

Tindakan tetangga yang menggunakan dinding yang dibangun di atas hak atas tanah, dapat juga dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan Pasal 2 Perpu No. 51 Prp Tahun 1960, dan dapat dikenakan tindak pidana pelanggaran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Perpu No. 51 Prp Tahun 1960. *Kop.

Editor : Nilson Pakpahan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *