Connect with us

TIPIKOR

Korupsi PT Jiwasraya, Kejaksaan Agung Temukan Kerugian Negara Rp 17 T

Published

on

KopiOnline JAKARTA, – Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini menemukan sebanyak Rp 17 triliun jumlah kerugian negara dalam skandal korupsi gagal bayar RP Asuransi Jiwasraya.

Temuan itu diungkapkan Direktur Penyidikan Korupsi pada Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, kepada wartawan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (14/02/2020).

“Sementara ini ya Pak Jaksa Agung bilang Rp 13,7 triliun. Ini sudah ketemu di atas itu, perkiraan kemungkinan sekitar angka Rp 17 triliun,” kata Febrie.

Terkait kerugian negara itu, Febrie mengatakan bahwa pihaknya masih terus melakukan pengembangan.
Kejagung akan memastikan total kerugian negara setelah ada perhitungan riil dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Tapi riil dihitungan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Dia akan berkembang terus nanti,” ujarnya.

Febrie menyebut koordinasi akan terus berjalan dengan pihak BPK guna menghitung angka akhir akibat perusahaan pelat merah tersebut. “Ini kan diaudit dengan bantuan BPK. Nah kita nanti tunggu riil terakhirnya lah, tapi ini akan terus dilakukan perhitungan,” jelasnya.

Febrie juga mengungkapkan, Kejaksaan Agung menyebut kemungkinan menyelidiki kejahatan korporasi dalam kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya.

“Ada potensi kejahatan korporasi, namun kami bekerja berdasarkan tahapan. Saat ini kami dalam proses menyelesaikan enam berkas tersangka sedang memetakan siapa saja yang terlibat,” kata Febrie.

Febrie menyatakan saat ini kejaksaan masih intensif memeriksa transaksi saham dan reksadana dalam rentang waktu 10 tahun mulai 2008 hingga 2018.

Febrie menyebut dalam kasus ini kejaksaan memeriksa jutaan transaksi saham dan reksadana. Kejaksaan juga terus melakukan penggeledahan termasuk ke beberapa perusahaan, di antaranya kantor PT Hanson Internasional Tbk, PT Rimo International Tbk dan PT. Armidian Karyatama Tbk.

Menurut catatan wartawam, penegak hukum dapat menyeret korporasi dalam perkara korupsi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Perma pidana korporasi itu mengindentifikasi tiga kesalahan korporasi. Pertama, apabila kejahatan memberikan keuntungan maupun untuk kepentingan korporasi. Kedua, korporasi membiarkan tindak pidana terjadi. Ketiga, korporasi tidak mencegah dampak yang lebih besar setelah terjadi tindak pidana. Syamsuri

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *