Connect with us

HUKRIM

Korupsi : Penerapan Kerugian Perekonomian Negara untuk Efek Jera

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Sebagai efek jera (deterrent effect) bagi para koruptor yang merugikan keuangan negara, Jaksa Agung Burhanuddin mendorong penerapan unsur kerugian perekonomian negara sebagai cara penindakan tindak pidana korupsi.

Demikian dikatakan Jaksa Agung Burhanuddin saat tampil sebagai Keynote Speakers pada acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), yang berlangsung di Hotel The Darmawangsa, Jakarta, Selasa (28/11/2023), yang mengangkat tema “Optimalisasi Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti dalam Rangka Pemulihan Dampak Tindak Pidana Korupsi”.

Jaksa Agung menyampaikan, di tengah derasnya praktik-praktik korupsi yang terjadi di Indonesia, mengharuskan untuk merenungkan mengenai satu hal mendasar, yaitu terkait hakikat dari keberadaan unsur merugikan perekonomian negara sebagai salah satu excess dari tindak pidana korupsi.

Hal itu tercantum sebagaimana dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun terkait dengan unsur perekonomian negara, tidak dapat dimaknai secara parsial dan bersifat alternatif.

Ini dikarenakan kerugian perekonomian negara harus dipicu oleh suatu tindakan nyata yang mengakibatkan dampak perekonomian yang signifikan terhadap negara dan masyarakat.

“Penjelasan Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya menggambarkan makna dari kerugian perekonomian negara secara luas, sehingga hingga saat ini definisi tersebut masih berupa konsep luas (broad concept) dan tentunya tidak aplikatif sebagai instrumen pemidanaan mengingat penormaan dalam hukum pidana harus tertulis (lex scripta), harus jelas (lex certa), serta harus dimaknai tegas tanpa adanya analogi,” tuturnya.

Menurut Jaksa Agung, perumusan definisi kerugian perekonomian negara seyogyanya harus dapat diatur secara khusus dalam bentuk regulasi sehingga terciptanya kepastian hukum.

Oleh karena itu, hal tersebut tentunya membuka peluang, baik bagi legislator maupun bagi aparat penegak hukum untuk mengkaji kembali eksistensi dari Pasal 2 dan Pasal 3 sebagai muatan krusial tipologi korupsi kerugian negara di dalam Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal tersebut, tambah Jaksa Agung, menjadi penting sebagai anasir pembuktian penuntut umum, apakah pembuktian merugikan perekonomian negara pada Pasal 2 dan Pasal 3 ditentukan secara mandiri, ataukah unsur tersebut baru ditentukan setelah adanya nominal kerugian negara.

Namun perlu diingat bahwa dalam praktiknya, tidak mungkin ada kerugian perekonomian negara tanpa adanya kerugian keuangan negara.

“Penerapan atau pembuktian unsur perekonomian negara adalah adalah langkah progresif penegakan hukum dalam hal ini yaitu Kejaksaan,” tutur Jaksa Agung. *Kop.

Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *