Connect with us

NASIONAL

Plt Jampidum, Ali Mukartono : Potensi Sumber Daya Laut Indonesia Dirampok

Published

on

KopiOnline Jakarta – Potensi maritim Indonesia yang besar apabila dieksplorasi dan dieksploitasi secara maksimal, sudah barang tentu akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Akan tetapi saat ini potensi sumber daya laut tersebut justru telah dirampok dan dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik dari dalam maupun luar negeri,” ujar Plt Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Ali Mukartono, yang mewakili Jaksa Agung Prasetyo sebagai keynote speaker dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal Fishing) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (17/09/2019).

Mendasari pada kenyataan sedemikian, kata Ali Mukartono, maka sudah barang tentu penegakan hukum yang kuat, tegas, dan profesional merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam rangka mengukuhkan supremasi kewibawaan, kedaulatan, dan hukum di wilayah laut Indonesia.

“Terlebih hadir untuk memastikan terciptanya pemberdayaan potensi maritim guna mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” tandasnya.

Menurut Ali Mukartono, tindak pidana perikanan memiliki karakter khusus jika dibandingkan dengan kejahatan konvensional yang terjadi di darat. Tindak pidana perikanan juga acapkali dilakukan secara lintas sektor dan lintas negara.

“Bahkan dalam praktiknya dilakukan tidak hanya oleh orang-perorangan, namun juga berkembang secara masif dan terorganisir yang melibatkan korporasi, baik di dalam maupun di luar negeri,” kata mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Selatan itu .

Kompleksitas tersebut diatas, lanjut Ali Mukartono, mendorong pemerintah membentuk Satgas 115 yang komponennya terdiri dari unsur KKP, TNI AL, Polri, Kejaksaan, Bakamla, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina, dan institusi terkait lainnya.

“Kehadiran Satgas 115 mengintegrasikan kekuatan antar lembaga pemerintah untuk memberantas tindak pidana perikanan secara sinergis,” tandas Ali.

Pada kesempatan itu, Ali Mukartono mengungkapkan, sebagai salah satu unsur Satgas 115 tersebut, Kejaksaan memiliki posisi sentral dan strategis selaku pemegang asas dominus litis dalam bidang penuntutan, yang merupakan poros dan filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, sekaligus pengendali penanganan perkara pidana, turut bertanggungjawab untuk memastikan proses penegakan hukum melalui penanganan perkara tindak pidana yang efektif dan efisien.

Sebagai penuntut umum, dalam penerapannya Kejaksaan senantiasa memperhatikan hal-hal yang prinsipil dan mendasar. Antara lain, tuntutan pidana yang diajukan diupayakan seoptimal mungkin untuk memenuhi rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Lalu, tuntutan yang diberikan harus mempunyai efek jera bagi para pelaku, sehingga mampu menciptakan dampak pencegahan terhadap orang lain untuk melakukan tindak pidana serupa.

Dan menghindarkan adanya disparitas tuntutan pidana terhadap perkara sejenis, untuk mencegah timbulnya opini yang merugikan citra Kejaksaan akibat adanya disparitas tuntutan yang berbeda antara terdakwa yang satu dengan terdakwa lain dalam perkara sejenis.

Selain itu, kata Ali, tuntutan pidana tentunya harus dijatuhkan secara proporsional, objektif, dan melalui kedalaman berpikir dengan mengingat pertimbangan-pertimbangan yang disesuaikan dengan kualifikasi perkara dan kondisi tertentu.

“Melalui pertimbangan tersebut, diharapkan tuntutan pidana tidak semata mengedepankan semangat retributif atau pembalasan semata, namun juga turut memperhatikan aspek korektif dan rehabilitatif yang memberikan kemanfaatan,” jelas Ali Mukartono.

Pada kesempatan ini juga, Ali Mukartono juga menjelaskan, Kejaksaan telah melakukan upaya perbaikan dalam regulasinya dengan cara memperbaharui berbagai petunjuk teknis terkait dengan menerbitkan Peraturan Jaksa Agung (PERJA) RI Nomor: PER-028/A/JA/10/2014 tanggal 1 Oktober 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi. Pengaturan dalam Perja tersebut relatif lebih luas dan rinci, yang meliputi penanganan perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana umum yang termasuk di dalamnya tindak pidana perikanan.

Di dalam PERJA tersebut, tuntutan pidana dapat diajukan kepada korporasi serta pengurus korporasi. Sedangkan apabila undang-undang tidak mengatur subyek hukum korporasi, maka tuntutan pidana diajukan kepada pengurus korporasi.

Terhadap korporasi yang bukan berbadan hukum, pertanggungjawaban pidananya dibebankan kepada pengurus serta dapat dikenakan pidana tambahan dan/atau tindakan tata tertib terhadap korporasi.

“Dengan adanya peraturan tersebut, maka Penuntut Umum memiliki pedoman dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana perikanan yang subyek hukumnya korporasi,” tutup Ali Mukartono. Syamsuri

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *