Connect with us

PENDIDIKAN & BUDAYA

Bedah Buku Penulis Muda Pasaman Barat : Novel “Terpijak Tanah Rantau”

Published

on

PASBAR | KopiPagi : Dalam rangka mengisi hari kunjungan pustaka, Forum Pegiat Literasi (FPL) Pasaman Barat menggelar acara bedah buku. Adapun buku yang dibedah itu adalah novel Terpijak Tanah Rantau, karya Joel Pasbar, salah seorang penulis muda Pasaman Barat yang cukup kreatif dalam berkarya.

Dalam acara yang diadakan di aula Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Simpang Ampek Pasaman Barat, pada Rabu (15/09/21) tersebut hadir puluhan peserta dari berbagai latar belakang. Mulai dari pegiat literasi, guru, ASN, Pemerintah Nagari, siswa, dll. Acara yang dibuka sekitar pukul 14:30 WIB secara resmi oleh Hj. Sutriati, SE–Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Pasaman Barat–berjalan lancar sampai selesai.

Hadir sebagai pembedah, Drs. Mon Eferi, M. Msi, salah seorang guru di SMAN 1 Pasaman dan Denni Meilizon, ketua FPL Pasaman Barat. Masing-masing pembedah menyampaikan pemaparannya terhadap buku Terpijak Tanah Rantau.

“Acara ini merupakan agenda kunjungan pustaka yang jatuh pada tanggal 14 September. Di FPL ini merupakan acara perdana, semoga acara seperti ini bisa menjadi agenda rutin kita di FPL Pasaman Barat,” ucap Denni Meilizon.

Dalam pemaparan materinya, Drs. Mon Eferi, M. Msi menyampaikan, “Saya sangat apresiasi karya penulis asal Talamau ini. Sepanjang pembacaan saya, buku ini mampu membawa imajinasi kepada bagaimana kehidupan orang Minangkabau tempo dulu. Ketika Surau masih menjadi tempat bagi laki-laki muda dalam mempelajari adat dan ilmu silat. Sebagaimana kita tahu, Minangkabau punya tokoh-tokoh ternama dan berpengaruh di negeri ini pada masa lampau. Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk sekolah-sekolah yang ada di Pasaman Barat.”

“Novel yang ditulis oleh Joel Pasbar ini kaya akan pesan moral dan kosakata. Dibalut dalam nuansa roman yang mengingatkan kita pada karya Buya Hamka. Saya bukan bermaksud membandingkan, genre sastra klasik yang dipakai oleh penulis, seakan membawa kita pada buku-buku era Balai Pustaka. Kisah yang berlatar adat budaya, rantau, dan cinta sebagai bumbu kehidupan,” lanjut Mon Eferi, M. Msi.

Sedangkan Denni Meilizon, dalam materinya mengatakan, “Saya mencoba membuat perbandingan buku Joel ini dengan buku Kalau Tak Untung, karya Selasih Seleguri. Perspektif perempuan dalam adat Minangkabau dengan sistem kekerabatan matrilineal. Kalau Selasih Seleguri dalam bukunya menampilkan sosok perempuan yang kuat, Joel menghadirkan sosok perempuan yang feminim. Mungkin karena dalam novel ini yang menjadi tokoh utamanya adalah laki-laki, seorang yang tidak mempunyai saudara kandung perempuan.”

Ketika sesi tanya jawab, saat peserta menanyakan berbagai hal pada penulis, mulai dari proses kreatif, kebenaran yang dipaparkan dua orang pembedah, hingga dari mana penulis mendapatkan ide untuk membuat cerita seperti itu. “Ketika sebuah karya itu sudah sampai ke ruang publik, semua orang berhak memberikan penilaian. Setiap orang tentu punya sudut pandang masing-masing, dalam melihat dan menilai sesuatu,” jawab Joel Pasbar.

“Kalau proses kreatif, bisa dikatakan buku ini adalah yang tercepat proses menulisnya. Mungkin waktu itu imajinasi sedang baik. Dalam menulis, yang lama itu bagi saya adalah riset. Apalagi cerita yang mengambil setting tahun masa lampau. Banyak hal yang tentu harus dicocokkan dengan tahun yang sesuai dengan ceritanya,” lanjut penulis yang sudah menerbitkan empat buah buku ini.

Moderator acara itu, Ashta, yang juga merupakan seorang pegiat literasi, dalam penutupan acara itu mengatakan, “Dalam buku ini, saya membaca masih banyak teka-teki yang sepertinya sengaja diciptakan oleh penulis. Saya menilai buku ini akan ada sekuelnya. Buku ini kabarnya juga sedang proses cetak kedua, kesempatan baik bagi yang ingin memiliki bukunya bisa segera dipesan pada penulis, ataupun penerbit Denta Publisher.” ***

 Pewarta : Zoelnasti.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *