Connect with us

LIFE

AKHIR SANG LEGENDA SENIMAN SENEN

Published

on

Oleh : Dimas Supriyanto Martosuwito.

PADA siang kemarin saat bangun dari tidur siang, saya dikagetkan oleh pesan di Whatsapp. Senior saya jurnalis film, Yan Wijaya, mengirimkan kabar duka cita, H. Syamsul Fuad telah meninggal dunia. Saya spontan bergumam : “Inalilahi wa ina Ilaihi rojiun”.

Almarhum adalah seniman, wartawan, aktor, penulis skenario dan sutradara film kawakan di era 1970 an.

Bang Fuad, demikian kami memanggilnya – menghembuskan nafas terakhirnya di usia 83 tahun, Selasa (29/09/2020) pagi.

Satu lagi sosok legenda hidup Seniman Senen pergi selamanya. Bersama sama Harmoko, Soekarno M. Noor, SM Ardan, Sjumandjaya, Misbach Yusa Biran, Bang Fuad adalah seniman Senen era 1960an. Mereka biasa nongkrong di area yang sekarang menjadi menjadi Bioskop Kramat.

Dari generasi sebelumnya, kawasan Senen juga jadi tempat tongkrongan penyair Chairil Anwar, Rivai Apin, sastrawan Ajip Rosidi, Sobron Aidit dan sutradara film Djamaludin Malik.

Sebelum terjun ke dunia film, Syamsul Fuad adalah wartawan mingguan “Pemuda”, harian “Merdeka”, harian “Warta Berita” dan mingguan “Trisakti” (1955-1971).

Sebagai wartawan, Fuad pernah duduk sebagai pengurus PERPEFI dari tahun 1960 hingga PERPEFI berubah menjadi PWI Seksi Film. Ia juga pernah menjabat Ketua Biro Organisasi PWI Jaya tahun 1970.

Setelah jadi figuran dalam dua film, tahun 1967 ia mendapat peranan pembantu dalam film “Menjusuri Djedjak Berdarah” dimana ia dinyatakan sebagai “Pendatang Baru Terbaik” pada Pekan Apresiasi Film Indonesia 1967 di Jakarta.

Selain berakting, Bang Fuad juga menjadi Pimpinan Unit. Menjadi Pembantu Sutradara sejak tahun 1970.

Sampai tahun 1974 menghasilkan 11 buah film sebagai Pembantu Sutradara untuk Nawi Ismail, antara lain “Banteng Betawi” (1971), “Mereka Kembali” (1972), “Biang Kerok” (1973), “Jagoan Tengik” (1974).

Bang Fuad menjadi Sutradara penuh sejak akhir tahun 1974 lewat film “Musuh Bebuyutan.” Filmnya yang lain “Raja Lenong” (1975), “Benyamin Jatuh Cinta” (1976), “Raja Copet” (1977), “Gudang Uang” (1978), “Dukun Kota” (78) “Remaja Pulang Pagi” (78).

Syamsul Fuad pernah menjadi asisten sutradara saat H. Usmar Ismail membuat film “Ananda” pada 1970 yang mengorbitkan aktris Leny Marlina.

Pengalaman menjadi asisten sutradara itu baru membawa Syamsul Fuad menjadi sutradara film “Musuh Bebuyutan” pada 1974.

Di tahun 1977 ia melakukan shooting di Taiwan dan Korea untuk sebagian dari adegan film “Pukulan Berantai”

Sebagai sutradara, Syamsul Fuad banyak kerjasama dengan alm. Benyamin S. Namun dia juga ikut mengorbitkan Herman Felani, Lidya Kandaou, dan Nia Daniati di film remaja “Nostalgia SMA” (1980).

Menjadi sohib Benyamin S. Bang Fuad menonjol sosok keBetawiannya. Seniman kelahiran Palembang, 15 November 1936 ini, berpembawaan ramah suka becanda. Dia juga piawai goyang di lantai dansa. Khususnya menari cha cha.

DUA tahun lalu, Bang Syamsul Fuad pernah mengajukan gugatan perdata terhadap rumah produksi Falcon Pictures di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Bang Fuad menggugat hak cipta dan menuntut royalti dari film Benyamin “Biang Kerok” (2018) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 5 Maret 2018 lalu. Karena judul biang kerok dari dari dirinya yang menulis skenario di tahun 1972.

Jalur pengadilan ditempuh setelah saya dan Yan Wijaya gagal melakukan mediasi. Pihak Falcon mengaku sudah mengurus hak cipta pada keluarga dan pewaris H. Benyamin S. Tapi judul itu milik Bang Fuad. Falcon datang menawarkan uang silaturahmi tapi jumlahnya sangat kecil, ala kadarnya, dan dirasa Bang Fuad sebagai “penghinaan”

Di PN Jakarta Pusat melalui pengacaranya, Bang Fuad menuntut ganti rugi materil sebesar Rp 1 miliar untuk harga penjualan hak cipta film “Benyamin Biang Kerok” yang tayang 1 Maret 2018 lalu. Selain itu, Syamsul menuntut royalti penjualan tiket film tersebut senilai Rp 1.000 per tiket.

Tak cuma itu, ia pun menggugat para tergugat untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp 10 miliar yang mencakup kerugian akan hak moralnya sebagai pencipta atau pemegang hak cipta cerita “Benyamin Biang Kerok”.

Sejak mula saya mengingatkan bahwa jalur pengadilan akan membuat keduanya babak belur, berongkos dan melewati proses yang melelahkan. Masing masingnya harus membawa pengacara. Akan tetapi keduanya bersikukuh dengan keyakinan masing masing.

Sampai kemudian keduanya memilih berdamai lagi.

Saya menjadi saksi lagi untuk merukunkan keduanya dan angka kompensasi yang diberikan sudah diperbaiki. Saya pun lega.

H. Syamsul Fuad meninggal dunia ketika film “Benyamin Biang Kerok 2” baru saja ditayangkan di platform digital Disney .

Selepas Ashar jenazah Almarhum Bang Fuad diberangkatkan dari rumah duka di Jl. Kramat Kwitang I. F – Senen, ke pekuburan Karet Bivak, Jakarta, menempati satu liang bersama almarhumah isteri yang mendahuluinya.

Allahummaghfirlahu, warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu

Ya, Allah, ampunilah dia, berilah dia rahmat, berilah dia kesejahteraan, maafkanlah segala kesalahannya. Aamiin” .

Dimas Supriyanto Martosuwito
Adalah Mantan Wartawan Pos Kota Grup

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *