Connect with us

BIVEST

Airlangga Hartanto : Omnibus Law Bisa Mengubah Tujuan Investasi ke Daerah

Published

on

KopiOnline JAKARTA, ‐ Pengusaha berpotensi mengubah tujuan investasinya di Indonesia bila Omnibus Law RUU Cipta Kerja berlaku. Investor kemungkinan akan mencari daerah yang pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari daerah lain.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, penentuan lokasi investasi ini dipengaruhi perubahan dalam perhitungan upah minimum yang akan diterapkan pemerintah.

“Industri padat karya Jawa Barat mungkin akan ditinggalkan,” ucap Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, pada media Selasa (18/02/2020).

Ia menyatakan, upah di Jawa Barat bagian utara, seperti Bekasi, Karawang, dan Purwakarta relatif lebih tinggi ketimbang DKI Jakarta. Maka itu, Airlangga tak menampik ada peluang pengusaha di sektor padat karya di Jawa Barat akan beralih ke tempat lain.

“(Yang menggantikan) nanti industri padat modal,” ujar Airlangga.
Diketahui, pemerintah mengubah skema perhitungan upah dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah tak lagi mengatur soal upah minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Dengan demikian, penentuan upah minimum hanya berdasarkan upah minimum provinsi (UMP).

Selain itu, pemerintah juga mengubah formula perhitungan upah minimum dengan menghapus indikator inflasi. Penentuan upah minimum selanjutnya hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah setempat. Sementara, saat ini dua indikator yang digunakan adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Hal ini mendapatkan perhatian dari buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak draf Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah dipublikasikan sejak pekan lalu.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan perubahan skema perhitungan upah minimum berpotensi membuat pendapatan buruh semakin kecil. Hal itu akan mempengaruhi kesejahteraan pekerja di Indonesia.

Ia mencontohkan saat ini upah minimum di Kabupaten Bekasi sebesar Rp4,4 juta dan Karawang Rp4,5 juta. Namun, jika mengacu pada UMP Jawa Barat yang hanya Rp1,8 juta, artinya akan ada potensi pengurangan penghasilan bagi buruh usai Omnibus Law Cipta Kerja disahkan.

Selain itu, Said menilai inflasi seharusnya tetap dimasukkan menjadi indikator dalam perhitungan upah minimum. Masalahnya, harga barang relatif naik setiap tahun.

Jika kenaikan gaji tak sebanding dengan peningkatan harga barang, maka daya beli buruh rentan terganggu. Untuk itu, Said tak sepakat dengan rancangan aturan baru yang dibuat pemerintah.

“Jadi, kalau ada kenaikan barang itu tidak dihitung lagi. Hanya melihat pertumbuhan ekonomi daerah, ini kan ada yang pertumbuhannya kecil atau bahkan minus,” pungkas Said. Otn/kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *